Kemarin sekitar ribuan ikan kembali mati di Danau Ranau, sebuah danau tua yang terletak di Tenggara pulau Sumatera. Matinya ikan-ikan ini diduga akibat meningkatnya kandungan belerang di danau tesebut. Menurut Fran Pranata, warga Palembang, telah mendapatkan informasi dari keluarganya di Desa Bandaragung, Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatera Selatan, bahwa sudah sejak seminggu lalu, kemarin pagi (Sabtu 09 April 2011) ribuan ikan mati, mengapung, jumlahnya lebih banyak lagi dari sebelumnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, ribuan ikan yang mati di Danau Ranau itu didapatkan warga atau para nelayan di Desa Bandaragung, Waycuring, Wayhening, Batuhandak, Nehara, Lakai, Kota Batu Kecamatan Bandingagung. Kemudian Desa Lombok, Sukabanjar dan Haniarong, Kabupaten Lampung Barat. Ikan-ikan yang mati, meskipun rasanya tidak seenak yang sehat, seperti ikan Mujahir, dijual para nelayan seharga Rp 5 ribu per kilogram. Sementara ikan mujahir segar dijual Rp 15 ribu per kilogram.
Sementara itu menurut informasi dari LIPI, telah meminta Puslit Limnologi untuk melakukan penelitian secepat mungkin ke Danau Ranau terkait banyaknya ikan mati di danau tersebut.
Sebenarnya matinya ikan-ikan tersebut sudah sering terjadi bahkan hampir setiap tahun. Dan menurut Yono (44), warga di sekitar Danau Ranau, kepada media ( Kamis 07 April 2011), ikan yang mati rata yang berada didaerah tepi danau dan yang di tengah danau pada selamat. Yang mati kebanyakan yang berukuran kecil dan sedang. Peristiwa banyaknya ikan mati di Danau Ranau, sebuah danau yang berada di wilayah Bukitbarisan dan di kaki Gunung Seminung, memang sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan di masyarakat di sekitar danau itu ada legendanya. Legenda 'Bentilehan'. Beberapa hari lalu warga sekitar danau melihat ada perubahan warna danau, yakni merah-kuning. Mereka menyakini bahwa ada belerang yang masuk ke danau dari sumber air panas di sekitar gunung yang mengalir ke danau. Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Sosial dan Bencana, Dr Danny Hilman, memberikan sinyal terhadap kemungkinan terjadinya gempa bumi di Pagaralam dan Danau Ranau. Danau Ranau itu persis dilalui Patahan Sumatera. Di situ pernah gempa tahun 1933 dengan kekuatan 7,5 SR dan gempa Liwa tahun 1994 dengan kekuatan 7,0 SR. Peristiwa tersebut, dapat saja menandakan sesuatu yang tidak biasa. Dimana segmen di Danau Ranau sudah tidur sejak tahun 1933 (saat gempa bumi dengan kekuatan 7,5 SR), sehingga belerang di Danau Ranau mungkin keluar dari Patahan Sumatra. Dijelaskan Danny, Danau Ranau memang dilalui Patahan Sumatra, yang dalam beberapa tahun terakhir ini kembali menunjukkan reaksinya berupa gempa di sejumlah daerah di Sumatra.
Sementara menurut Andi Arief, Staf Khusus Presiden Bidang Sosial dan Bencana, terhadap kondisi Danau Ranau tersebut, pihaknya akan melakukan penelitian lebih lanjut. Dan kita harus waspada terhadap bencana, lebih baik kita merasa ditipu alam daripada alam benar-benar memberikan bencana lagi bagi kita, tanpa memberikan sinyalnya. Tim ahli yang akan melakukan penelitian di Danau Ranau dan Gunung Dempo, yakni tim yang selama ini melakukan penelitian terhadap gempa bumi dan gunung berapi di Patahan Sumatra, antara lain Dr. Danny Hilman (Pakar Gempa dari LIPI), Dr. Wahyu Triyoso (ahli Gempa dari ITB), Dr. Andang Bachtiar (Penasehat Geologi/Penasehat IAGI). Mudah-mudahan hasil penelitian tersebut dapat bermanfaat bagi warga di sekitar Danau Ranau tersebut. (EN)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H