Edy Mulyadi*
Tanpa perlu menggelar survei ini-itu, hasilnya sudah bisa langsung ditebak. Ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla terus merosot. Indikatornya gampang saja, gerundelan rakyat, terutama kalangangrass root, kian hari kian kencang. Makin beratnya beban hidup akibat terus membumbungnya harga-harga adalah materi utama koor ketidakpuasan tersebut.
Kalau mau menelisik lebih dalam lagi, ternyata kekecewaan juga dialami kalangan menengah-atas. Untuk kelompok ini, jebloknya kinerja tim ekonomi yang dikomandani Sofyan Djalil menjadi penyebab utamanya. Ditambah dengan karut-marut di ranah politik dan hukum yang sepertinya tidak berkesudahan, menjadi bumbu penyedap yang membuat rasa sebal kian menebal.
Sebagian kalangan menilai Jokowi-JK telah gatot alias gagal total. Barisan ini berpendapat rezim yang sekarang berkuasa harus segera disudahi. Mahasiswa dan kalangan aktivis bisa disebut berdiri di garda terdepan. Mereka kerap sekali menggelar berbagai aksi di seantero negeri, lengkap dengan orasi-orasinya.
Di sisi lain, masih di kelompok yang tidak puas, ada yang masih memberi Jokowi ‘kesempatan kedua’. Presiden harus segera merombak total kabinetnya! Mereka menilai langkah ini adalah opsi terakhir Jokowi kalau kekuasaannya mau terus berlanjut. Tentu saja,Reshufflekali ini harus benar-benar menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat. Jusuf Kalla yang disebut-sebutmain masterrombongan pejabat nirprestasi di bidang ekonomi, kali ini harus betul-betullegowo. Dia dituntut menunjukkan kenegarawanannya. Jangan lagicawe-cawe.
Sebagai Presiden, Jokowi juga mesti menggunakan hak prerogatifnya dengan penuh. Jangan lagi banyak mengakomodasi kepentingan orang-orang di sekitarnya yang dianggap punya jasa besar mengantarkannya pada tampuk kekuasaan. Dia harus bisa membuktikan sesumbarnya waktu kampanye dan sesaat memenangi pertarungan Pilpres, bahwa tidak ada kabinet gemuk apalagi bagi-bagi kursi.
Orang yang tepat di tempat tepat
Sampai titik ini, banyak orang sepakat. Namun, perbedaan mulai mencuat manakala bicara sosok yang pantas duduk di posisi tertentu. Seperti pada bagian awal tulisan ini, sorotan utama tertuju pada tim ekonomi yang prestasinya jauh di bawah banderol.Reshuffleharus menyasar area ini.
Tapi siapa tokoh yang layak duduk sebagai lokomotif tim ekonomi? Dari sekian stok yang ada, nama Menko Perekonomian era Gus Dur, Rizal Ramli, disebut-sebut sebagai kandidat paling kuat dan paling pas. Rekam jejaknya di luar dan dalam lingkaran kekuasaan dianggap menjadi bukti kepiawaiannya dalam memecahkan berbagai persoalan ekonomi.
Tapi, seperti biasa, selalu saja ada pro-kontra atas tiap hal. Pun demikian halnya dengan lelaki yang akrab disapa RR ini. Dan, orang yang mengkalim diri sebagai aktivis serta mengaku bernama Petot, adalah salah satu yang menyangsikannya.
Dalambroadcast-nya (bc) yang beredar di kalangan aktivis, dia mencoba mengingatkan kembali, bahwa tim ekonomi pasca reformasi selalu berada di bawah telunjuk International Monetary Fund (IMF). Akibatnya, lanjut Petot, “asing mendominasi perekonomian Indonesia, terlihat dari kepemilikan SDA 85%, perbankan 75%, Hutan 65%. Itu adalah buah hasil dari menteri perekonomian di era pemerintahan reformasi termasuk Rizal Ramli…”