oleh Edy Mulyadi*
“Saya kagum dengan PKS. Partai ini kadernya solid dan militan. Kemampuan partai dalam memobilisasi juga luar biasa. Saya percaya di masa depan PKS bisa lebih besar lagi, bahkan bisa dua kali lipat daripada sekarang,” ujar ekonom senior Rizal Ramli.
Keruan saja pernyataan yang disampaikannya pada Rakornas Partai Keadilan Sejahtera (PKS), di Depok, Selasa (7/3) itu mendapat tepuk tangan membahana dari ratusan peserta yang hadir. Mereka adalah para pimpinan PKS di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
“Tapi pertanyaannya, buat apa? Ya, buat apa PKS yang menjadi besar? Mohon maaf, dalam bidang ekonomi, PKS garisnya tidak jelas. Selama ini, dari pidato-pidatonya, justru cenderung mendukung ekonomi neolib. Padahal, kebijakan neolib adalah pintu masuk neokolonialisme," imbuh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan di era Presiden Abdurrahman Wahid itu.
Meski terdengar pedas, kritik lelaki yang akrab disapa RR itu toh tetap menuai tepuk tangan meriah dari peserta Rakornas yang mengambil tema Kokoh Berkhidmat untuk Rakyat. Bahkan di sana-sini terdengar derai tawa yang cukup jelas ditingkahi serunya tepuk tangan.
Memang agak sulit memahami riuhnya tepuk tangan dan derai tawa hadirin. Pasalnya, ya itu tadi, pernyataan Rizal Ramli tersebut secara benderang ‘menyerang’ PKS. Kritik itu juga disampaikan langsung pada perhelatan penting partai, Rakornas. Di atas panggung ada tiga petinggi partai yang mengambil tagline Bersih, Peduli, dan Transparan ini. Mereka adalah Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, dan Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI 2017, Mardani Ali Sera.
Mungkinkah mereka yang bertepuk tangan dan tawanya berderai itu mengamini sodokan Rizal Ramli? Atau, jangan-jangan mereka bahkan merasakan langsung dampak dari ‘keberpihakan’ PKS terhadap sistem ekonomi neolib yang selama puluhan tahun dianut dari rezim yang satu ke rezim berikutnya di negeri ini?
Pria yang pernah menjadi penasehat ekonomi Perserikatan Bangsa Bangsa bersama tiga penerima nobel bidang ekonomi itu melanjutkan, penerapan sistem neolib telah melahirkan kesenjangan luar biasa. Selama belasan tahun, mayoritas ekonomi kita hanya dikuasai segelintir kelompok saja.
“Neolib telah melahirkan strata masyarakat bagai gelas anggur. Mayoritas perekonomian kita dikuasai hanya sekitar 200 keluarga kaya. Tapi mereka cuma jago kandang. Sedangkan masyarakat kelas menengah yang mengerti dan peduli hanya sedikit, bagaikan pegangan gelas anggur. Sementara bagian terbesar rakyat tidak mendapatkan apa-apa. Ini harus diakhiri. Saya berharap PKS bisa mengambil peran penting dalam prosesnya,” papar Rizal Ramli lagi.
Sistem ekonomi neolib yang dikomandoi oleh IMF dan Bank Dunia terbukti gagal mensejahterakan rakyat negara penganutnya. Fakta yang ada menunjukkan, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang rakyatnya sejahtera dengan mengikuti nasehat IMF dan Bank Dunia. Negara-negara Amerika Latin adalah contoh nyata. Sepintas mereka tampak maju. Tapi, kemajuan itu ditopang oleh utang luar negeri yang amat besar, ketimpangan sosial yang sangat lebar, dan dominasi kekuatan asing atas perekonomiannya.
“Kalau Allah menakdirkan PKS menjadi partai besar, pertanyaannya; untuk apa? Sungguh aneh kalau PKS masih terus mendukung ekonomi neolib. Harusnya, PKS berjuang mengubah ini untuk mensejahterakan ekonomi ummat Islam yang mayoritas di negeri ini khususnya, dan rakyat Indonesia pada umumnya,” sergah Menko Maritim yang hanya menjabat 11 bulan karena gigih karena menolak reklamasi pantai utara Jakarta ini.