Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Crumb Rubber Lepas dari DNI : Akibat Sesat Pikir Industri Nasional Jadi Afkir

24 Februari 2016   11:21 Diperbarui: 24 Februari 2016   12:15 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 

Oleh Edy Mulyadi*

Pemerintah mengeluarkan industri karet remah alias crumb rubber dari daftar negatif investasi (DNI). Beleid ini menjadi salah satu bagian penting dari Paket Kebijakan Ekonomi X yang digulirkan 11 Februari silam. Padahal, sebelumnya industri jenis ini masuk dalam DNI sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 39 tahun 2014.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, dibukanya investasi asing untuk industri crumb rubber dimaksudkan agar serapan karet alam lebih tinggi. Alasannya, pasokan karet yang melimpah belum mampu diserap oleh industri crumb rubber yang ada di dalam negeri. Pasokan karet mentah, masih menurut Saleh, mencapai 3 juta ton per tahun. Sementara serapannya baru mencapai 700 ribu ton per tahun. Saleh juga beralasan, dikeluarkannya industri crumb rubber dari DNI untuk menyerap tenaga kerja lebih besar lagi.

Mencermati beleid ini, rasanya kok gimanaaa..., gitu. Terlebih lagi menyimak alasan yang dikemukakan Menperind, sungguh jadi miris dan getir. Saya tidak tahu persis, siapa di belakang lahirnya peraturan ini. Saya juga tidak tahu, siapa pembisik Saleh Husin tentang angka-angka karet yang disodorkannya kepada publik.

Malu bertanya sesat di jalan. Pepatah klasik ini sudah akrab di telinga kita sejak masih kanak-kanak. Pesan penting dari pepatah ini adalah, kalau mau paham  baiknya memang bertanya. Tempat bertanya yang paling tepat, tentu saja, kepada pihak yang ahli, paham, dan atau tahu.

Nah, pada konteks karet, pihak yang bisa dianggap ahli, paham, dan atau tahu adalah Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) dan Dewan Karet Indonesia (Dekarindo). Mereka punya angka yang sama sekali berbeda dengan yang keluar dari kantong Saleh Husin.

Kurang pasokan

Menurut versi Gapkindo, sepanjang 2015 produksi karet di dalam negeri mencapai 3,15 juta ton. Padahal, Indonesia punya 140 pabrik crumb rubber dengan kapasitas produksi mencapai 5,2 juta ton/tahun. Artinya, ada kekurangan pasok sekitar 2,2 juta ton. Itulah sebabnya ke-140 pabrik itu hanya bekerja sekitar 60-70% dari kapasitas produksi mereka.

Sekadar informasi saja, sebagian besar karet remah nasional diekspor. Angkanya mencapai  2,6 juta ton. Sisanya yang 600.000 ton diserap di dalam negeri. Nah, sepertinya angka inilah yang secara salah dikutip Saleh Husin. Lalu, dengan cerobohnya Menteri itu menyatakan, serapan karet mentah industri di dalam negeri hanya 700.000 ton dari produksi yang mencapai 3 juta ton.

Cuma saran, ada baiknya sebagai Menteri Perindustrian, Saleh belajar tentang pohon industri karet. Karet alam yang tidak bisa ujug-ujug dilempar ke pabrikan produsen barang jadi karet. Sebelum itu ada industri antara. Mereka itulah industri crumb rubber. Nah, crumb rubber itulah yang kemudian diserap industri barang jadi karet di dalam negeri. Hasilnya, ada ban mobil/motor/sepeda, conveyor, alas kaki, dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun