"Pak Boediono, dua deputi anda meninggal karena stres dan satu masuk penjara. Bapak kok pengecut sekali. Kan bapak yang bertanggungjawab sebagai Gubernur BI. Bapak yang mengambil keputusan, belajarlah jadi kestria. Jangan pengecut begitu," kata ekonom senior Rizal Ramli, pedas.
Pernyataan tegas dan tanpa tedeng aling-aling itu dia sampaikan saat menjadi salah satu pembicara pada acara di talkshow Indonesia Lawyers Club (OLC) Selasa, (17/0418). Malam itu untuk kesekian kalinya mantan Menko Ekuin dan Menteri Keuangan era Presiden Abdurrahman Wahid tersebut melampar pernyataan keras kepada Boediono. RR, begitu dia biasa disapa, juga menohok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan telak.
"Bank Century itu sederhana. Untuk selamatkan bank, yang penting bayar dana pihak ketiga. Dalam kasus Century, dana pihak ketiganya kurang dari Rp2 triliun. Tapi ini aneh, kok di-bail out Rp 6,7 triliun, lebih dari tiga kali lipat. Ini jelas kejahatan. Masak KPK gitu aja kaga ngarti!" tukasnya.
Rizal Ramli memang sudah lama geram dengan penyelesaian skandal Bank Century yang berlarut-larut dan jalan di tempat. Bukan hanya dia, banyak pihak lain juga merasa KPK tidak serius menuntaskan kasus yang meledak sejak 2008. Sebagian pihak bahkan menduga mandulnya KPK dalam kasus ini karena lembaga antirasuah tersebut bekerja sesuai pesanan penguasa saat itu.
"Di Amerika, Preisden Nixon tidak melakukan kejahatan. Yang dia lakukan adalah berusaha menutupi kejahatan pihak lain. Itulah sebabnya dia di-impeach. Kalau KPK menghalangi-halangi meneruskan pemeriksaan skandal Century, saya setuju KPK harus di-impeach juga. Tapi bagaimana caranya, ya?" ujarnya lagi.
Boediono keras kepala
Kasus Bank Century kembali menyeruak ke permukaan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 10 April silam memerintahkan KPK menetapkan sejumlah tersangka baru pada kasus Bank Century, antara lain mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono.
Boediono sendiri keukeuh berpendapat, bahwa tindakannya menyelamatkan Bank Century adalah suatu keharusan. Sebab kalau tidak, lanjut dia, Indonesia akan kembali terjerembab pada kubangan krisis dahsyat bak 1998 silam. Dia berpendapat saat itu situasinya nyaris persis sama dengan tahun 1997. Ada krisis likuiditas di perbankan karena uang mengalir keluar. Sementara itu, PUAB macet karena mereka tidak saling percaya.
Kalau ada pejabat yang, maaf, keras kepala, mungkin Boediono adalah salah satunya. Padahal penjelasan yang disampaikan berbagai pihak sebelumnya, bak melantunkan koor, bahwa Century teramat kecil untuk mampu memberi dampak sistemik pada sistem perbankan nasional. Kontribusinya cuma 0,4% di pasar uang antar bank (PUAB) alias Interbank Call Money Market.
Menurut Boediono, Oktober-November 2008 rata-rata aliran modal keluar mencapai US$3 miliar dollar. Penyebabnya, antara lain karena Indonesia tidak menerapkan blanket guarantees seperti di Singapura dan Malaysia.
Boediono jelas berbohong. Siapa pun tahu, pada Oktober-November 2008 tidak ada gejolak, apalagi sampai seperti tahun 1997, awal terjadinya krisis moneter. Tidak ada secuil pun bukti yang membenarkan pernyataan itu.