Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Impor Pangan dan Jebakan "Presidential Threshold"

27 Februari 2018   13:18 Diperbarui: 27 Februari 2018   13:29 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu ada penjelasan hingga kini Enggar masih duduk anteng, adem-ayem tanpa ada sedikit pun tanda-tanda bakal kena gusur. Alasan paling logis untuk itu adalah, Jokowi tersandera! Jika dia mencopot Enggar, bukan mustahil Partai Nasdem tempat mantan politisi Golkar ini bernaung bakal marah besar. Langkah selanjutnya, Nasdem akan balik kanan, tidak lagi mengusung Jokowi sebagai Capres pada 2019.

Skenario inilah yang sepertinya menghalangi Jokowi memecat Enggar. Risikonya terlalu besar jika sampai Nasdem cabut dari koalisi. Perolehan suara yang terkumpul tidak cukup untuk mengantarkannya ke ajang Pilpres.

Dalam UU Pemilu yang baru, aturan presidential threshold (PT) parpol/gabungan parpol bisa mengusung capres harus memiliki 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional dalam pemilu sebelumnya. Nasdem (6,72%), Golkar (14,75%), Partai Persatuan Pembangunan (6,53%), dan Hanura (5,26%) sudah menyatakan dukungan. Total jumlah suara mereka 33,26%.

Secara teori ini, jumlah ini sudah aman. Tapi Jokowi paham benar, bahwa di jagad politik semuanya serba dinamis. Apa yang sudah diputuskan pagi hari, bukan mustahil berubah sore harinya. Begitu juga dengan dukungan Parpol pendukung. Sedikit saja ada guncangan atau iming-iming 'gizi' yang lebih gurih, bukan mustahil satu per satu akan balik kanan.

Parpol yang 'dijamin' tetap setia barangkali cuma Golkar dan Hanura. Tapi jumlah suara keduanya cuma 20,01% alias kurang dari 25%. Kalau Nasdem benar-benar cabut yang ngambek karena Enggar dicopot, harapan Jokowi kembali berlaga di ajang 2019 pasti kandas.

Pada Rakernas ke-3 di Bali, 23 Februari 2018 silam, PDIP memang secara resmi menyatakan kembali mengusung Jokowi sebagai Capres pada 2019. Meski begitu, siapa pun paham, bahwa sudah lama hubungan Ketum PDIP Megawati-Jokowi kurang mesra. Pemicunya, sejumlah permintaan Mega hingga detik ini belum dipenuhi Presiden. Antara lain, Mega menginginkan Budi Gunawan jadi Kapolri dan Menteri Rini Soemarno didepak. Ini adalah duri dalam daging yang sangat menganggu.

Apalagi sedikitnya dalam dua kali kesempatan di hadapan publik, Mega menyatakan Jokowi adalah petugas partai yang harus setia dengan AD/ART dan garis kebijakan partai. Sebagai manusia, apalagi Presiden terpilih dari negara yang berdaulat, adalah normal dan manusiawi jika Jokowi tersinggung karenanya. Belum lagi sembuh, eh Puan Maharani ikut-ikutan mengulang (mengingatkan?) kembali statusnya sebagai petugas partai.

Semua kemungkinan prahara itu sebetulnya bisa ditepis sejak awal. Yaitu, kalau saja Jokowi waktu itu mantap menghendaki PT 0%, atau katakanlah maksimal 5% saja. Jika ini yang dulu jadi pilihannya, Jokowi tidak akan masuk jebakan PT oleh partai mana pun. Dia bisa lebih merdeka dan leluasa melenggang ke arena 2019. Namun entah karena pertimbangan apa atau bisikan siapa, faktanya dia justru mendukung syarat PT 20% kursi atau 25% suara. Apa boleh buat, nasi sudah jadi bubur beracun!

Tulisan ini memang cuma kutak-katik angka dan kemungkinan yang bisa saja terjadi menjelang Pilpres. Bisa benar, bisa juga keliru. Tapi, hingga kini tidak kunjung ada sinyal Jokowi bakal mencopot Enggar yang sangat merugikan citra dan elektabilitasnya, bisa jadi bola liar. Minimal, benak publik akan terus menerka-nerka gerangan apa sesungguhnya yang terjadi.

Demokrasi kita memang telah berubah wujud jadi demokrasi kriminal. Dan, itu perlu duit amat sangat besar. Sampai di sini jadi nyambung...? (***)

Jakarta, 27 Februari 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun