Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Menteri Perutangan

9 Januari 2018   15:08 Diperbarui: 9 Januari 2018   19:15 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sayangnya, berbagai prestasi yang diapresiasi pihak asing itu tidak kunjung menaikkan tingkat percaya diri Pemerintah. Sikap minder tadi ditandai dengan terus membuat utang baru berbunga mahal. Begitulah Sri, si pejuang neolib sejati. Dia memang sejak lama dikenal doyan ngutang dengan iming-iming bunga supertinggi.

Rakyat boleh saja ketar-ketir terhadap terus menggunungnya jumlah utang Pemerintah. Tapi, rakyat bisa apa? Lha wong para pakar yang juga berteriak-teriak soal ini tetap diabaikan. Bahkan, anggota DPR yang terhormat yang bolak-balik kasih warning pun dicueikin. Anjing menggonggong, kafilah berlalu.

Itulah mungkin sebabnya teman saya bilang, Indonesia perlu punya Menteri Pengutangan. Alasannya, kata dia, supaya Indonesia lebih rajin dan khusyuk membuat utang baru. Terus dan terus. Makin besar utangnya, makin tinggi bunganya, makin happy majikan neolibnya. Soal bagaimana harus membayar, itu perkara lain. Lagi pula, sang menteri kan sudah tidak menjabat lagi. Jadi dia bisa bersikap EGP, emang gue pikirin!

Kecuali, ini kecuali ya, Presiden Jokowi segera menyadari bahaya yang bakal menimpa negeri karena jeratan utang. Lagipula, utang bukan satu-satunya cara untuk membangun negeri. Ada banyak cari lain yang bisa ditempuh. Yang dibutuhkan cuma menteri yang kreatif menciptakan kebijakan-kebijakan terobosan. Bukan menteri yang bisanya cuma sibuk membuat utang baru, menaikkan pajak, dan menjual aset/BUMN. (*)

Jakarta, 9 Januari 2018

Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun