Memang kasihan jadi rakyat di negeri bernama Indonesia. Sudah kesejahteraannya mayoritas masih rendah, tapi mereka harus membayar harga berbagai kebutuhan justru lebih mahal ketimbang rakyat negara lain yang lebih sejahtera. Harga gula pasir, daging sapi, daging ayam, kedelai, jagung, bawang putih, dan lainnya di negeri ini puluhan persen lebih mahal dibandingkan di negeri lain.
Rentetan musibah itu bermula dari tingginya tingkat impor berbagai produk pangan. Salah kaprah kebijakan dari para petinggi negeri, membuat ketergantungan terhadap produk pangan impor seperti terus dipelihara. Maklum, ada aliran fee haram yang amat menggiurkan dari tiap kilogram impor produk pangan ke kantong para pencoleng kebijakan.
Sampai di sini sebetulnya bisa ditebak, gerangan apa dan siapa di balik derita rakyat akkbat tingginya harga komoditas pangan. Yup, ada persengkolan busuk antara penguasa dan pengusaha yang menikmati privilege dari kebijakan ugal-ugalan di sektor perdagangan. Para begal ekonomi ini tergabung dalam kartel yang mencekik rakyat dengan permainan harga.
Contoh terbaru, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) beberapa waktu lalu menduga
kartel bawang putih bisa meraup untung Rp12 triliun setahun. Angka ini muncul dengan asumsi kartel bawang putih mengerek harga jual komoditas ini di pasar ke Rp40.000/kg. Padahal di Malaysia yang bawang putihnya juga diimpor dari Cina dan India, harganya cuma Rp23.000/kg.
"Kebutuhan bawang putih kita sekitar 480.000 ton/tahun. 97% dari kebutuhan itu dipasok dari impor. Ada kuat dugaan, kenaikan harga bawang putih selama ini karena permainan para importir yang menahan stok dari tingkat distributor hingga pedagang eceran. Jadi, kalau mereka jual Rp40.000/kg saja, maka omsetnya mencapai Rp19,2 triliun. Di Cina harganya tidak sampai Rp15.000 atau hanya Rp7,2 triliun. Jadi, kartel bawang putih meraup untung sekitar Rp12 triliun," papar Ketua KPPU, Syarkawi Rauf kepada awak pers di kantornya.
Bayangkan, Rp12 triliun! Para pengusaha hitam itu meraup Rp12 triliun hanya dari prilaku kartel bawang putih. Sungguh jumlah yang sangat luar biasa. Padahal, di pasar bawang putih sempat menyentuh Rp60.000/kg. Artinya, laba nista yang mereka raup dipastikan makin menggelembung saja.
Selama bertahun-tahun harga sejumlah komoditas pangan menunjukkan tren kenaikan tidak wajar. Akibatnya, rakyat Indonesia harus membayar jauh lebih mahal dibandingkan komoditas serupa di luar negeri. Daging sapi, misalnya, di Indonesia harganya sempat menyentuh Rp150.000/kg. Padahal di Australia dan Malaysia, masing-masing hanya Rp40.000 dan Rp60.000/kg. Di negara-negara Uni Eropa, harga daging kelas premium hanya 3 uero, atau sekitar Rp50.000/kg.
Selain daging sapi, sejumlah komoditas pangan lain yang dikendalikan kelompok kartel adalah ayam, jagung, kedelai, dan bawang merah-bawang putih. Di hampir semua komoditas pangan ini, seolah-olah importir yang terdaftar berjumlah puluhan. Namun berdasarkan penelusuruan KPPU, sejatinya pemain riilnya paling banyak 6-7 saja. Sayangnya KPPU tidak mau mengungkap jati diri para anggota kartel tersebut.
KPPU menduga ada 12 perusahaan ternak ayam yang kegiatan kartel dan praktik persaingan usaha tidak sehat lainnya. Mereka mengusasi 90% pasar daging ayam nasional. Lembaga ini mengantongi sejumlah dokumen, termasuk bocoran dari pihak pelapor. Di antaranya, dokumen-dokumen perjanjian antar pelaku usaha, dan keterangan saksi, termasuk keterangan saksi ahli.
Sistem kuota vs tarif