Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan fasis sebagai prinsip atau paham golongan nasionalis ekstrem yang menganjurkan pemerintahan otoriter. Kalau menurut Oxford Dictionary, fasisme adalah extreme totalitarian right-wing nationalist movement. Terjemahan bebasnya kurang lebih, gerakan nasionalis sayap kanan totaliter ekstrim.
Kedua kamus itu mencantumkan kesamaan ciri fasisme, yaitu nasionalisme ekstrim dengan disertai kesewenang-wenangan. Sementara menurut KBBI, otoriter adalah “berkuasa sendiri dan sewenang-wenang”. Sedangkan totaliter adalah pemerintah yang menindas hak pribadi dan mengawasi segala aspek kehidupan warga negaranya.
Berpegang pada kedua kamus tadi, mohon maaf, saya kok tidak sependapat jika dikatakan Ahok fasis. Ingat, baik KBBI maupun Oxford mengaitkan fasis dengan nasionalisme ekstrim. Nah, sampai di sini kan sudah tidak pas. Mana bisa Ahok disebut nasionalis, apalagi diembel-embeli ekstrim? Lha wong pada kasus reklamasi pantai utara Teluk Jakarta dia justru gigih membela pengembang, kok. Untuk membela pengembang, Ahok bersedia melawan siapa saja, dan menabrak serenceng peraturan dan perundangan.
“Ahok itu Gubernur DKI apa karyawan pengembang,” tanya Rizal Ramli yang keheranan karena sikap Ahok yang bagai “maju tak gentar membela yang bayar.” Ehmm...
Ahok otoriter, ya. Ahok sewenang-wenang dan kasar, yes. Ahok kejam dan terbiasa melibas orang miskin (bukan kemiskinan), jawabnya YA dengan huruf besar. Ahok mulutnya seperti toilet, ya juga. Tapi kalau disebut Ahok fasis, ya jelas no, lah! Alasannya, ya itu tadi. Dia sama sekali tidak nasionalis. Merah putih sepertinya sudah luntur dari dadanya.
Dia bisa dan biasa memaki rakyatnya. Ahok tidak segan-segan menyebut seorang ibu yang mempertanyakan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dengan sebutan “maling.” Mana mungkin pejabat yang nasionalis tega memaki-maki rakyatnya, di depan umum pula?
Kebiasaan memaki rakyat, apalagi rakyat kecil, inilah yang membuat Rizal Ramlli berang. Buat dia, silakan saja orang memaki elit, bahkan pejabat. Tapi jangan sekali-kali memaki rakyat. Ini pula yang menjelaskan, mengapa belakangan sang Menko menunjukkan sikap tidak suka kepada lelaki yang berambisi menduduki kursi gubernur untuk periode berikutnya itu. Padahal, sebelumnya RR, begitu dia biasa disapa, bersikap netral dalam hajatan Pilkada DKI.
Ahok memang luar biasa. Mantan Bupati Belitung Timur ini juga sering mengeluarkan pernyataan sadis. Misalnya, “Tuhan aja gua lawan”. Bahkan mamanya pun bakal dia usir kalo nyusahin. Di video yang tersebar luas, Ahok secara terbuka mengatakan ajaran kristen itu konyol. Ahok juga bilang orang miskin jangan belagu. Orang miskin adalah PKI. Saking pedenya sebagai pejabat yang ‘bersih’, Ahok mengklaim dirinya manusia setengah dewa.
Tapi yang paling mengerikan, Ahok sempat berpikir akan mengisi water canon tank dengan bensin. Dia mau menyemprot para demontran dengan bensin. Dia juga tegas menyatakan tidak ragu menembak 1.000 demonstran di depan kamera televisi.
Sebagai penutup, by the way, ada persamaan antara Ahok dan Hitler, lho. Selain sikapnya yang tidak segan-segan memusuhi rakyatnya, mereka sama-sama doyan mereproduksi kebohongan. Keduanya yakin benar, bahwa kebohongan yang dilakukan berulang-ulang, akhirnya (bisa) dianggap sebagai kebenaran.
Nah, dengan seabrek kelakuan minus seperti itu, saya tidak tahu harus memberi Ahok label apa. Tapi yang pasti, stempel fasis tidak cocok dilekatkan kepadanya. Maksudnya, kalau kita mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Oxford Dictionary, lho.... (*)