Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

550 Derajat

22 September 2014   12:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:58 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Edy Mulyadi*

Abi tahu ga, kenapa tadi aku diem aja? Sebetulnya tadi aku ngitungin langkah kita. Semuanya ada 550 langkah. Jadi kita naik 550 derajat, dong, ya?” ujar Khalil, anakku dengan serius, sepulang shalat subuh berjamaah di masjid di komplek perumahan kami, Sabtu pagi (20/9/14).

Ucapannya itu bermula dari penjelasanku tentang keutamaan shalat berjamaah di masjid. Ya, sambil berjalan menuju masjid itu, aku mengutip hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim, yang berbunyi:

“…Dan tidaklah seorang laki-laki bersuci dengan sempurna lalu sengaja ke masjid di antara masjid-masjid (yang ada) kecuali Allah menuliskan baginya satu kebaikan untuk setiap langkah yang ia ayunkan dan mengangkat pula dengannya satu derajat dan dengannya pula dihapus satu dosa…”

Rupanya kalimat “…baginya satu kebaikan untuk setiap langkah yang ia ayunkan dan mengangkat pula dengannya satu derajat…” sangat membekas bagi benak dan hati Khalil. Itulah sebabnya diam-diam sepulang dari masjid tadi, dia menghitung langkahnya. Dari pintu masjid hingga pintu pagar rumah, total jumlahnya ada 550 langkah.

Tentu saja, jumlah itu adalah langkah kaki anak kecil. Ghozy Khalil ar Rahman, begitu nama lengkap anak yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-10 pada 9 September silam. Kini dia duduk di kelas lima sebuah SD Islam, di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.

Sejak itu, dia jadi bersemangat shalat di masjid, setiap subuh. Ya, setiap subuh. Karena baru ‘hanya’ subuh saja aku bisa menemaninya ke masjid. Maklum, empat waktu shalat lain –zuhur, ashar, maghrib, dan isya-- sebagian besar masih di jalan atau di tempat kerja. Kini dia bahkan menagih aku ke masjid untuk shalat subuh berjamaah. Alhamdulillah

Sebetulnya, hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam (SAW) itu lengkapnya berbunyi;

Barangsiapa yang suka bertemu Allah kelak sebagai seorang muslim, maka hendaknya ia menjaga shalat-shalatnya, dengan shalat-shalat itu ia dipanggil. sesungguhnya Allah Ta’ala menggariskan kepada Nabi kalian jalan-jalan petunjuk (sunnah-sunnah). Seandainya kalian shalat dirumah, seperti orang yang terlambat ini shalat dirumahnya, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Jika kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya kalian tersesat. Dan tidaklah seorang laki-laki bersuci dengan sempurna lalu sengaja ke masjid di antara masjid-masjid (yang ada) kecuali Allah menuliskan baginya satu kebaikan untuk setiap langkah yang ia ayunkan dan mengangkat pula dengannya satu derajat dan dengannya pula dihapus satu dosa. Sebagaimana yang kalian ketahui, tak seorangpun meninggalkannya (shalat berjama’ah) kecuali orang munafik yang nyata kemunafikannya. Dan sungguh orang (yang berhalangan) pada masa itu, dibawa datang (ke masjid) dengan dipapah oleh dua orang lalu diberdirikan di dalam shaf.” (HR. Muslim).

Bayangkan, betapa banyak dan besarnya keutamaan shalat berjamaah di masjid. Allah janjikan satu kebaikan untuk setiap langkah. Juga ada kenaikan satu derajat pada tiap langkah. Selain itu, Allah ampuni satu dosa pada setiap langkah menuju dan dari masjid. Benar-benar Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun.

Subhanallah…Begitu dashyatnya kemuliaan yang Allah janjikan bagi setiap muslim yang shalat berjamaah di masjid, hingga mereka yang sakit pun tetap sangat dianjurkan untuk meraihnya. Simak baik-baik kalimat dalam hadits tersebut yang  berbunyi;

“…Dan sungguh orang (yang berhalangan) pada masa itu, dibawa datang (ke masjid) dengan dipapah oleh dua orang lalu diberdirikan di dalam shaf …”

Hadits ini senada dengan hadits lain yang diriwiyatkan oleh Imam Muslim. Hadits itu berbunyi.

Suatu hari datang seorang laki-laki buta kepada Rasulullah SAW bermaksud ingin meminta keringanan dalam sholat berjamaah karena kondisinya yang buta. Orang buta itu berkata,“Wahai Rasulullah, saya tidak ada seorang penuntun yang menuntunku ke Masjid. Bolehkah aku tidak sholat dengan berjamaah dan cukup sholat di rumah?”Lalu Nabi saw memberi keringanan tentang hal itu. Namun tatkala orang itu mau beranjak, Rasulullah SAW memanggilnya dan bertanya,“Apakah kamu mendengar adzan panggilan sholat?”Orang buta itu menjawab,“Ya”. Rasulullah bersabda,“Kalau begitu, sambutlah (berangkatlah sholat berjamaah)”(HR Muslim).

Masya Allah, begitu penting dan utamanya shalat berjamaah. Hingga orang sakit pun perlu ditandu dan didirikan dalam shaf agar bisa ikut berjamaah. Begitu juga dengan orang buta.

Tapi, di samping anugrah yang berlimpah dari amalan shalat berjamaah di masjid, Allah juga menyelipkan kengerian bagi mereka yang meninggalkannya.

“…Sebagaimana yang kalian ketahui, tak seorangpun meninggalkannya (shalat berjama’ah) kecuali orang munafik yang nyata kemunafikannya…” Na’udzu billahi mindzalik!

Bagaimana? Masih mau cari dalih untuk berkelit? Malu, dong, sama Khalil, ah… (*)

Jakarta, 22 September 2014

Edy Mulyadi, Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Muballigh Jakarta (KMJ)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun