Krisis adalah sebuah isyarat  bagi manusia untuk segera berubah. Krisis akan terjadi jika manusia enggan beradaptasi terhadap perubahan yang ada.Namun demikian krisis tidak seharusnya dihadapi manusia dengan rasa takut, akan tetapi justru harus dihadapi secara optimis. Oleh karena itu, Kita butuh sosok pemimpin yang transformatif dan mampu menjadi motivator bagi masyarakatnya ketika menghadapi masa krisis. Menurut Rhenald Kasali  dalam bukunya 'CHANGE', kita memerlukan pemimpin yang mampu mengajak manusia untuk berubah. Sementara itu pemimpin yang dianggap mumpuni  untuk memimpin gerakan perubahan adalah pemimpin transformatif. Ada beberapa syarat agar seorang pemimpin dapat dikatakakan sebagai pemimpin transformatif. Yaitu, pemimpin yang memprioritaskan masyarakat, pandai berkomunikasi dengan orang yang dipimpin, dan sering turun ke lapangan. Kemudian, pemimpin yang mempunyai energi yang cukup besar, dan mampu memecahkan masalah 'ruwet' dengan solusi sederhana. Mampu menjadi inspirasi bagi orang-orang  atau masyarakat yang dipimpinnya. Sedangkan nilai-nilai yang harus dipenuhi seorang pemimpin transformatif yakni mampu memberikan teladan, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mampu memegang tata nilai dengan baik. Menurut pengamatan penulis saat ini ada dua sosok peminpin yang bisa dijadikan sebagai contoh inspiratif untuk 'mengembangkan' gaya atau pola kepemimpinan transformatif,  yaitu sang Menteri BUMN Dahlan Iskan dan  Walikota solo Jokowi. Keduanya adalah peminpin yang berani, bertindak cepat, menggebrak, penuh dengan kejutan dan terobosan-terobosan. Cara-cara yang dilakukan oleh kedua pemimpin di atas bisa saja dianggap 'nyeleneh', keluar dari aturan-aturan kebiasaan. Namun demikian metodenya mempunyai kekuatan perubahan positif yang sangat luar biasa. Salah satu contoh gebrakan dahsyat yang dilakukan dahlan Iskan yang juga mantan dirut PLN yang dianggap sukses, baru-baru ini adalah ketika dia membuat kalang kabut segenap jajaran direksi PT Jasa Marga tbk. Dahlan tidak segan-segan membuka paksa salah satu pintu tol dalam kota Jakarta dan menggratiskannya akibat kelalaian petugas yang datang terlambat, sehingga mengakibatkan terjadinya antrian panjang. Padahal sebelumnya sudah dipesankan secara gamblang bahwa antrian di pintu tol tidak boleh lebih dari lima kendaraan. Alhasil, seluruh jajaran PT Jasa Marga segera berbenah memperbaiki diri dan berkomitment untuk lebih meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat pengguna jalan Tol. Sementara itu Jokowi adalah contoh sosok seorang pemimpin daerah yang fenomenal. Walikota solo ini berhasil berhasil mengangkat namanya dengan segudang prestasi. Misalnya, Jokowi mampu menata dengan baik kota Solo yang tadinya sangat kumuh, mempromosikan dan menggunakan mobil produksi anak-anak SMK Solo. Jokowi juga melindungi kota, budaya dan masyarakat Solo dari arus deras modernisasi. Yang jelas selama hampir delapan tahun memimpin Solo banyak perubahan yang mampu dilakukannya. Berbekal modal di atas, Jokowi penuh percaya diri  akan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan di jakarta, bersama pasangannya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok,  berani maju menantang calon-calon gubernur lainnya untuk memimpin  DKI Jakarta. Ahok juga dikenal sebagai pemimpin daerah fenomenal. Mantan bupati Bangka Belitung Timur itu juga dikenal dengan segudang prestasinya. Mudah-mudahan secuil gambaran di atas bisa meng-inspirasi para pemimpin dan calon-calon pemimpin kita ke depan. Pemimpin yang ingin melakukan perubahan di dalam masyarakat dan membawa masyarakatnya keluar dari situasi 'krisis' haruslah berpikir dan bertindak transformatif. Pemimpin seperti ini harus berada di garda terdepan untuk menjadi 'faktor pemicu', dengan demikian masyarakat akan menjadikannya sebagai  motivator dan inspirasi untuk bersama-sama melakukan perubahan. Bukan sekedar untuk perubahan yang lebih 'baik' tetapi jauh melampauinya menuju perubahan untuk menjadi masyarakat yang 'hebat'. Saat ini masyarakat sudah bosan dengan pemimpin yang cuma pandai beretorika, birokratik, dan tidak berani mengambil resiko. Masyarakat juga sudah sangat jenuh dengan pemimpin yang hanya pandai mengumbar janji, tetapi ternyata setelah itu 'pasif', alias tidak dapat berbuat apa-apa untuk memajukan masyarakatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H