Pemahaman mengenai koordinasi telah banyak dikemukakan para ahli. Pada hakekatnya koordinasi diperlukan karena dapat membantu dalam proses mempersatukan atau mengsingkronisasikan atau menyelaraskan seluruh kegiatan dan aktivitas atau pekerjaan antara satu individu dengan individu lainnya agar tidak simpang siur atau tidak saling bertentangan dalam mencapai tujuan organisasi.
Tujuan bersama atau tujuan organisasi ini merupakan point penting yang perlu dipertimbangkan dengan seksama dalam pelaksanaan koordinasi. Tujuan organisasi dicapai melalui suatu proses yang melibatkan berbagai individu, unit kerja yang memiliki ketergantugan satu sama lain selain memiliki berbagai kepentingan. Koordinasi perlu agar berbagai kepentingan tersebut dapat diarahkan kepada kepentingan yang lebih besar dalam rangka pencapaian tujuan bersama dalam suatu organisasi, termasuk tujuan bernegara dalam penyelenggaraan pemerintahan.Â
Masih relevan pandangan Terry, persyaratan koordinasi dapat berjalan dengan baik harus memiliki perasaan untuk saling bekerja sama yang dilihat per bagian (Sense of Cooperation). Selain itu persyaratan yang juga penting yaitu pemahaman yang sama terutama atas kegiatan serta tujuan bersama yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut.
Koordinasi yang menjadi pokok pembahasan, fokus pada koordinasi pengawasan yang menjadi tugas dan fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Pengawasan tersebut merupakan fungsi yang dibutuhkan dalam organisasi dan memperkuat proses manajemen dalam organisasi yang sama baik lingkup Pemerintah Daerah, Kementerian/Lembaga maupun Nasional dengan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan.
Seluruh insan pengawasan yang pernah atau sedang berada dalam lingkungan pengawasan pada APIP sudah dapat dipastikan mengetahui regulasi yang mengatur koordinasi terkait dengan peran APIP baik dalam bentuk UU maupun PP. Namun permasalahannya sejauh mana insan pengawasan memiliki pemahaman atau pandangan yang sama terhadap regulasi terkait dengan pengawasan intern pemerintah tersebut, Â menjadi substansi pembahasan dalam tulisan ini.
UU dan PP yang  mengatur relatif rinci peran APIP setidaknya terdapat pada :
- UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Pemrakarsa Kementerian Dalam Negeri).
- UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP No 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Pemrakarsa Kementerian Keuangan).
Jenis pengawasan yang dilakukan APIP menurut ke dua regulasi yang diprakarsai oleh kedua Kementerian tersebut serta implikasinya sebagai berikut :
- Menurut Kementerian Dalam Negeri, APIP melakukan pengawasan umum dan teknis atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan menurut Kementerian Keuangan, APIP melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara.
- Implikasi dari perbedaan jenis pengawasan yang digunakan dalam regulasi tersebut, setidaknya terdapat dua jabatan fungsional pengawasan yang terdapat dalam tubuh APIP : Â Â Â
a. Pejabat Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah (P2UPD) dengan pembina Kementerian Dalam Negeri, diatur dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/15/M.PAN/9/2009 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah dan Angka Kreditnya. Peraturan tersebut telah direvisi dengan Nomor  36  Tahun  2020.         Â
b. Auditor dengan pembina BPKP, diatur dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional auditor dan Angka Keditnya.Â
P2UPD termasuk rumpun politik dan hubungan luar negeri, sedangkan Auditor termasuk rumpun jabatan akuntansi dan anggaran. Sesuai PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, masing-masing Jabatan fungsional mempunyai keahlian, komptensi dan tugasnya  masing-masing. Namun ke dua rumpun jabatan fungsional yang berbeda tugas dan fungsinya tersebut berada dalam Institusi yang sama yaitu APIP. Sesuai Permen PAN No 15 tahun 2009, kedudukan P2UPD pada instansi pemerintah pusat dan daerah, tidak menyebutkan secara spesifik berkedudukan pada APIP kecuali jabata  fungsional auditor.
Januari 2014, permasalahan dualisme jabatan fungsional tersebut sempat menjadi temuan audit BPK DKI Jakarta berkenaan dengan pemeriksaan kinerja atas efektivitas kegiatan audit dan reviu LK oleh APIP pada Inspektorat Provinsi DKI Jakarta. BPK DKI Jakarta menilai kondisi tersebut dapat mengakibatkan kesulitan dalam tugas pengawasan maupun dalam pembinaan dan pengembangan kepegawaian.
Mei 2014, Gubernur DKI Jakarta (Bapak Joko Widodo) sudah menyurati Presiden. Selanjutnya, Juni 2014 Menteri Sekretariat Negara juga sudah minta Menteri Dalam Negeri untuk mengkaji. Namun tidak diperoleh informasi kelanjutan dari hasil pemeriksaan BPK DKI Jakarta tersebut. Pada kenyataannya sampai saat ini dualisme penerapan jabatan fungsional tersebut masih tetap berlangsung.Â
Selain BPK, BPKP sebagai pembina APIP dalam konteks penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, melakukan scoring level APIP dengan menggunakan IACM (Internal Audit Capability Model). Walaupun keberadaan jabatan fungsional (P2UPD) diluar cakupan penilaian, namun bukan berarti dualisme jabatan fungsional yang menjadi temuan BPK DKI Jakarta sudah tidak lagi bermasalah. Ke dua jabatan fungsional pada APIP telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara yang merujuk pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Kementerian Dalam Negeri berharap kepada Pimpinan APIP khususnya di daerah untuk membangun koordinasi dan sinergi antara P2UPD dan Auditor dalam melakukan pengawasan. Sejauh mana harapan Kementerian Dalam Negeri tersebut dapat terpenuhi setidaknya mempertimbangkan hal-hal berikut :
- Apakah sudah dirumuskan mekanisme koordinasi yang efektif oleh pembina P2UPD dan pembina Auditor sebagai pedoman bagi Pimpinan APIP. Hal tersebut dimaksudkan agar aktivitas pengkoordinasian menjadi efektif, dengan meyakinkan terselenggaranya : pembagian kerja yang jelas dalam organisasi atau program dimaksud, semangat bekerja yang besar di antara para pejabat atau pekerja (hubungan-hubungan informal yang sehat dalam organisasi yang bersangkutan), fasilitas kontak dan tata hubungan yang cukup bagi semua pihak dalam organisasi maupun luar usaha kerja sama itu, proses koordinasi secara terus menerus yang telah dipersiapkan dapat tetap dipertahankan sejak tahap-tahap permulaan kegiatan atau program yang bersangkutan.Â
- Apakah selama ini sudah memberikan perhatian atas risiko yang dikemukakan oleh BPK DKI Jakarta tersebut di atas berkenaan dengan kekhawatiran terjadi kesulitan dalam tugas pengawasan maupun dalam pembinaan dan pengembangan kepegawaian.