Mohon tunggu...
Edy Herianto
Edy Herianto Mohon Tunggu... Dosen - Berusaha mewujudkan pendidikan yang bermutu.

Pendidik dan Pegiat Madrasah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Satunya Kata dan Perbuatan

5 Februari 2015   04:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:48 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika saya pernah mengikuti pengajain agama Islam di salah satu stasiun TV Swasta Nasional. Penceramah mengatakan bahwa salah satu kehebatan Rosululloh SAW adalah satunya kata dan perbuatannya. Apa yang dikatakan, maka itulah yang dilakukan. Jika beliau mengatakan bahwa setiap muslim yang beriman harus jujur, maka beliau sekaligus mempraktekkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa waktu yang lalu, bangsa ini telah melewati pesta demokrasi pemilihan presiden. Setiap calon presiden telah berkampanye untuk mengutarakan janji-janjinya. Salah satu janji adalah akan menjunjung tinggi kehendak rakyat, berpihak kepada, dan tidak takut pada jabatan yang telah diiperolehnya. Janji ini pada dasarnya disampaikan oleh setiap calon (Prabowo maupun Jokowi).

Setelah melewati proses yang sangat sengit dan pelik, akhirnya bangsa ini berhasil memilih Jokowi sebagai presiden. Jokowi dengan sosok yang sederhana dan merakyat berhasil menorehkan simpati rakyat yang begitu hebat, sebagi figur yang diharapkan dapat mewujudkan harapan baru. Lihatlah betapa hiruk-pikuknya sambutan rakyat atas munculnya seorang presiden dari kalangannya sendiri “rakyat jelata”.

Seriring berjalannya waktu, harapan yang begitu besar akan kemampuan Jokowi dalam memenuhi kehendak rakyatnya, lambat laun mulai bergeser. Paling tidak hal ini terlihat dari pertama kalinya Jokowi memilih pembantunya (menteri). Banyak protes di media sosial yang simpulannya, “bagaimana mungkin ada anak seorang tokoh partai yang tidak jelas prestasi dan pendidikannya...bisa-bisanya menjadi menteri koordinator????” Protes ini sedikitnya dapat diredam,dengan cara Jokowi melibatkan KPK saat pemilihan menteri. Menteri yang rapornya kuning dan merah tidak dijadikan sebagai menteri.

Meski sesungguhnya menaruh kecewa, rakyat masih bisa memaklumi. Terlebih lagi ada menteri yang hanya lulusan SMP tetapi sanggup membuat gebrakan yang cukup “menghibur” kekecewaan yang semula dirasakan oleh rakyat.

Waktu terus berlalu, hingga saatnya Presiden Jokowi mengajukan calon tunggal Kapolri. Seakan seperti membangunkan macan tidur. Tidak ada hujan tidak ada angin, justru Jokowi mencalonkan seseorang yang oleh KPK pada awalnya telah diberikan rapor kuning/merah. Terlebih lagi, setelah beberapa saat akan mengikuti proses fit and proper test di DPR, justru calon tersebut ditetapkan tersangka oleh KPK.

Sudah dapat ditebak, apa dampaknya. Benar adanya...protes muncul disana-sini. Akibatnya, Jokowi sebagai presiden..pada hari-harinya justru habis untuk menyelesaikan persoalan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Semua rakyat Indonesia menyaksikan di media  ataupun elektronik. Lihatlah...betapa bingungnya Presiden Jokowi untuk memilih langkah sebagai keputusan terbaik atas kasus calon Kapolri. Terlebih lagi, setelah Komiisioner KPK ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri.

Sekali lagi, rakyat Indonesia menyaksikan betapa gundah-gulananya Presiden Jokowi untuk memilih keputusan yang tepat. Akankah ia memperhatikan partai pengusungnya atau memperhatian rakyat Indonesia yang telah meilihnya.

Apa yang dialami oleh Presiden Jokowi saat ini adalah relevan dengan ungkapan satunya perkataan dengan perbuatannya. Sesungguhnya, jika Presiden Jokowi berpegang dengan ucapanyya saat kampanye dulu, dimana kana berihak kepada rakyat dan berbuat untuk ekepntingan rakyat; maka Presiden Jokowi tidak perlu mengalami kerepotan seperti itu.

Para pemimpin bangsa ini telah membuktikan dan sekaligus memberikan contoh, manakala Soekarno sebagai suatu partai politik menjadi Presiden akma ia menegaskan bahwa dirinya telah menjadi milik seluruh bangsa Indonesia. Ia bukan lagi milik salah satu partai politik. Contoh lain, Habibi. Saat ia diangkat menjadi presiden, justru ia keluar dari partai politik yang membesarkannya.

Saat ini Jokowi telah jadi Presiden Republik Indonesia. Sesungguhnya, ia harus berani mengatakan secara tegas “Saya adalah Presiden Republik Indonesia. Pengabdianku hanya untuk bangsa dan seluruh rakyat Indonesia, baik yang memilihku ataupun tiidak saat pemilihan presiden lalu. Saya bukan lagi milik satu partai politik tertentu, meski saya senyatanya menjadi presiden dicaloanlan olh partai politik tertentu. Saya akan pertanggungjawabkan pilihan dan ucapan, maupun tindakan ini kelak dii hadapan Allah SWT sesuai dengan ajaran Islam sebagai agama pilihan saya”.

Melalui penegasan itu, Presiden Jokowi tidak perlu risau, gundah-gulana, mapupun repot oleh siapapun yang berusaha menggangunya. Apakah ia akan dijatuhkan oleh DPR maupun dicaci maki oleh partai pengusungnnya menjadi sesuatu yang relevan untuk dipikirkan. Presiden Jokowi, mestinya hanya takut kepada Allah SWT atas janjinya yang telah diucapkan dulu, dapat terpenuhi ataupun tidak. Ingatlah, di akhir jaman anti apapun yang pernah kita janjikan akan dimintai pertanggungjawaban.

Kalaupun akhirnya (sesuatu paling buruk), Presiden Jokowi dilengserkan atas pilihan tegasnya untuk mewujudkan janji hanya karena Allah SWT, maka apa yang perlu ditakutkan??? Satunya kata dan perbuatan, mestinya adalah sesuatu yang hendaknya dipegang dan dibuktikan sampai akhir hayat. Bukannya, ambisi kekuasaan yang dapat melemahkan satunya kata dan perbuatan. Tidakkah kita yakin, bahwa semuanya adalah milik Allah SWT????

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun