Traveling tak hanya milik kamu-kamu saja yang hidup di jaman internet. Orang-orang di jaman dulu juga sudah melakukannya, dan bahkan menulis catatan perjalanannya menjadi sebuah buku.
[caption caption="Reizen van Raden Mas Aryo Purwa Lelana, sumber Google Play Book"][/caption]
Lampah-lampahipun Raden Mas Arya Purwa Lelana, begitulah judul buku ini.
Buku mengenai traveling ini terbit tahun 1865. Seribu DELAPAN ratus enam puluh lima. Ya, seratus lima puluh tahun yang lalu Mas Raden Mas ini melakukan perjalanan keliling Jawa dan menuliskan pengalamannya.
Berbeda dengan karya tulis jaman itu yang menggunakan tembang berbahasa jawa lama, buku ini ditulis dengan bahasa jawa modern dengan gaya prosa yang mudah dipahami. Mudah dipahami kalau kamu bisa membaca aksara jawa dan tahu bahasa jawa tentunya.
Melakukan perjalanan di zaman itu tentu jangan dibayangkan seperti sekarang yang ada banyak pilihan kendaraan. Berhasil keliling jawa merupakan sebuah prestasi yang jarang orang dapat melakukannya. Mas Raden ini melakukan perjalanan keliling jawa dalam empat kali jalan dengan start dari kota Salatiga. Pertama pergi ke Negari Batawi (Batavia) dengan kapal-asep (kapal api) melalui Semarang, dan kembali ke Salatiga melalui darat, melalui Bogor, Bandung, Ciamis dan Crebon (Cirebon). Kendaraan darat yang digunakan adalah kereta kuda karena jalur kereta api pertama baru dibangun belasan tahun setelah buku ini terbit.
Perjalanan kedua menyusuri kota Surabaya dan kota-kota di Jawa Timur hingga Banyuwangi dan pulang ke Salatiga melalui jalur Pantura. Kedua perjalanan ini diterbitkan dalam satu jilid buku setebal duaratus halaman.
Tak kalah seru, perjalanan ketiga adalah menyusuri daerah Surakarta dan Jawa Timur bagian barat. Banyak dusun yang disinggahi dengan tambahan kisah legenda yang beredar di masyarakat setempat. Selain mengunjungi kota, Mas Raden juga berkunjung ke sebuah pesantren di Ponorogo. Sedangkan perjalanan keempat adalah ke Ngayogya (Jogja) melalui Karesidenan Kedu. Di perjalanan ini Mas Raden juga mengunjungi beberapa destinasi wisata yang hari ini juga masih eksis. Candi Borobudur dan Candi Mendut di Magelang serta pemandian Tamansari di Jogja, dengan balutan kisah kedatangan Demang Tegis, sang arsitek taman air yang indah ini. Perjalanan ini ditutup dengan mengunjungi Pemakaman Raja Mataram Islam di Imogiri. Perjalanan ketiga dan keempat dibukukan dalam jilid kedua setebal duaratus halaman yang terbit 1866.
Buku ini ditulis oleh orang pribumi sehingga penggambarannya juga dari sudut pandang pribumi. Banyak gambaran hubungan pribumi dan orang Belanda yang dipaparkan dalam buku ini, misalnya saat naik kapal Koningen der Nederland dari Semarang ke Batawi. Kisah percakapan rakyat kecil pun terekam seperti percakapan antar penjaga makan Imogiri dari utusan Kasultanan Yogyakarta dengan Kasunanan Surakarta. Penulis yang merupakan priyayi menengah dapat menangkap suasana kelas atas dan kelas bawah sekaligus.
Penulis buku ini adalah Candranegara, Bupati Demak dan diterbitkan oleh "Pengecapan Guvermen ing Nagari Batawi". Tersedia secara gratis di Google Play Books untuk jilid pertama maupun jilid kedua.
Mau traveling keliling Jawa? Kamu yang suka dengan wisata minat khusus kesejarahan cocok untuk menapaktilasi perjalanan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H