Mohon tunggu...
Edy Gunarto
Edy Gunarto Mohon Tunggu... Relawan - atasan langsung

manusia nomaden di abad modern, menulis apa saja yang kira-kira tahu...

Selanjutnya

Tutup

Foodie

"Jangan Benguk," Menu Jadul a la Wong Ndeso

3 April 2012   09:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:05 2803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koro Benguk (Mucuna pruriens) adalah jenis koro-koroan yang dahulu biasa ditanam petani saat tak ingin serius bertanam. Ya, karena budidaya tanaman ini nyaris tak perlu perawatan, tak perlu pemupukan, tak ada hama yang berarti. Cukup tanam bijinya dan sediakan media untuk merambat. Biasanya tanaman ini dipadukan dengan tanaman jagung sebagai media rambat. Riset ilmuwan menyebutkan tanaman ini mengandung senyawa berharga sebagai obat parkinson. Senyawa tersebut yang selama ini dirasakan masyarakat tradisional sebagai racun bagi manusia maupun ternak sehingga di beberapa daerah tanaman ini  dimusnahkan. Ada juga yang membudidayakan namun karena tak mampu/tak telaten mengolah untuk menghilangkan racunnya maka produksi  koro benguk kemudian dijual ke daerah lain. Pemanfaatan pekarangan/tegalan untuk budidaya tanaman kayu seperti jati, jabon dan sengon laut patut diduga menyebabkan produksi koro benguk menurun sehingga harganya mahal di pasaran. Melalui proses perebusan, perendaman, pengelupasan kulit dan pencacahan biji koro ini dibuat tempe, yang kemudian diolah lagi menjadi masakan khas besengek tempe benguk di Kulon Progo, DI. Yogyakarta. Bisa juga dibacem kemudian digoreng.

[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Besengek tempe benguk dengan kemasan khas : daun pisang menguning yang sebelumnya digunakan untuk pembungkus saat tempenya dibuat"][/caption] ~ Saat pulang kampung ke Kulon Progo pertengahan bulan lalu, saya ikut ke Pasar Legi (Lendah) untuk belanja dan menjumpai pedagang sayuran yang juga menjual satu olahan dari koro benguk : kulit dan biji benguk muda/basah siap masak. Saat saya masih kecil, jika sedang musimnya kadangkala emak saya membuat masakan dari kulit dan benguk muda sebagai sayur dan dimasak dengan santan. Buah benguk muda (masih hijau dan gendut) direbus, direndam, dicuci agar rambut tipis  (lugut) di kulitnya hilang dan racunnya larut ke air yang menghasilkan limbah berwarna hitam. Kulit biji dan bagian dalam dari kulit polong yang keras juga disingkirkan. Hasilnya baru kemudian siap olah menjadi masakan jadi, seperti yang saya jumpai di Pasar Legi waktu itu. Setelah diolah dengan aneka bumbu dan santan, jadilah "jangan benguk". Diabadikan dengan kamera sebelum disantap. Piring enamel yang jadi idola saya sejak bisa milih piring makan makin menguatkan nostalgia... [caption id="attachment_172497" align="aligncenter" width="397" caption="sepiring full"]

13334443321192183289
13334443321192183289
[/caption]

[caption id="attachment_172498" align="aligncenter" width="294" caption="kulit benguk dirajang halus, biji benguk dibiarkan utuh"]

13334444781149338398
13334444781149338398
[/caption] [caption id="attachment_172499" align="aligncenter" width="426" caption="di meja dan lincak kayu"]
133344457499234594
133344457499234594
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun