Mohon tunggu...
Edy Gunarto
Edy Gunarto Mohon Tunggu... Relawan - atasan langsung

manusia nomaden di abad modern, menulis apa saja yang kira-kira tahu...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebut Saja Zina, Kenapa Ragu?

15 November 2011   09:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:38 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar dan ulasan mengenai perselingkuhan, kencan semalam, perbuatan mesum pelajar/mahasiswa, pergaulan bebas, pacaran yang kebablasan, tante kesepian yang gemar berondong, wanita simpanan, suami jajan, transaksi seks komersial terang-terangan maupun terselubung menjadi makanan kita setiap hari. Penggunaan istilah yang beragam berakibat beragam pula pandangan kita mengenai perbuatan-perbuatan tersebut. Pacaran yang kebablasan hingga si wanita hamil jamak terjadi di sekitar kita, tetangga kanan-kiri kita sehingga kita mendengarnya dan akhirnya kita menganggap biasa. Toh yang menghamili pacarnya sendiri. Perselingkuhan juga menjadi suguhan rutin di berita selebritis. Anak ABG yang terekam kamera sedang berhubungan layaknya suami isteri kita anggap bejat padahal tentu ada lebih banyak lagi ABG yang tidak tervideokan saat mereka melakukan hal yang sama dan mereka sangat mungkin berada di sekitar kita. Pria-pria yang gemar jajan kita cap sebagai hidung belang, sedangkan yang mendapatkan secara gratisan dari pasangan selingkuhnya hanya dianggap tidak setia dengan pasangan sahnya. Kita menilainya dari istilah yang dipakai : selingkuh, jajan, berbuat mesum, dan sebagainya. Padahal, sejatinya semuanya sama : zina. Mendengar kata 'zina' dahi kita langsung berkerut. Terlintas bahwa zina adalah perbuatan yang berkonotasi sangat buruk, bahkan pelakunya terancam hukuman mati dengan lemparan batu (rajam) atau dicambuk dan diasingkan. Tak rela jika ternyata perbuatan-perbuatan yang semakin akrab di telinga ternyata termasuk kejahatan.

zina zi·na n
  1. perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yg tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan);
  2. perbuatan bersanggama seorang laki-laki yg terikat perkawinan dng seorang perempuan yg bukan istrinya, atau seorang perempuan yg terikat perkawinan dng seorang laki-laki yg bukan suaminya;

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan zina secara gamblang tanpa membedakan status, keadaan dan alasan pelaku. Dengan alasan cinta atau tidak, gratis atau berbayar, di rumah, kantor, losmen, hotel, toilet, lokalisasi atau di kebun beratap langit.  Semua aktivitas yang saya tuliskan di muka mengandung unsur satu perbuatan pokok yang oleh KBBI dirumuskan sebagai "perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yg tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan)". Sebagai suatu kejahatan, perzinahan menjadi musuh masyarakat. Pasangan yang ketahuan sedang melakukannya digrebeg, diarak ke rumah Ketua RT dan kadang ditelanjangi oleh warga. Di losmen dan hotel melati juga kadang dirazia Satpol PP. Itulah pasangan yang sedang apes. Pasangan-pasangan lain  yang tidak apes seolah melakukannya tanpa dosa atau merasa bersalah. Anak pacaran yang kemudian hamil sebelum nikah pun seolah dimaafkan oleh masyarakat dengan dinikahkan walaupun semua orang tahu bahwa pernikahan tidak berlaku surut. Hukum positif yang dipakai oleh negara memang menjadi salah satu biangnya. Pasal mengenai perzinahan (284 KUHP)  membatasi perzinahan sebagai kejahatan hanya pada zina yang dilakukan oleh lelaki beristeri atau wanita yang bersuami. Itupun baru dapat dihukum jika si isteri/suami mengadukannya ke penegak hukum. Suami yang selingkuh atau jajan, tante penggemar berondong, pejabat beristeri simpanan tidak akan pernah bisa dihukum selama pasangannya tidak tahu, tidak keberatan atau tidak melaporkannya ke polisi. Bujang dan perawan yang jelas-jelas menjadi aktor video mesum pun tak bisa dihukum, kecuali mereka sendiri yang menyebarkan videonya. Bahkan pasangan yang tertangkap tangan sedang melakukan perzinahan, digrebeg warga dan diarak keliling kampung pun tak bisa diproses hukum di pengadilan, kecuali kemudian suami atau isteri pelaku yang melaporkannya. Perkembangan bahasa juga turut mengkaburkan perzinahan, dengan penggunaan istilah-istilah baru yang menghilangkan kesan kotor dan nista bagi pelaku dan hal-hal yang terkait dengan zina. Pesundal dan pelacur diganti menjadi wanita tuna susila (WTS), kemudian diubah lagi menjadi pekerja seks komersial (PSK), dikiaskan dengan kupu-kupu malam. Perzinahan dengannya dipermanis menjadi kencan. Bujang dan perawan yang berzina hanya disebut pacaran yang kebablasan. Perilaku zina sendiri hanya disebut pergaulan bebas. Tersebarnya penyakit-penyakit yang menular melalui aktivitas seksual pun dibendung hanya dengan memperaman aktivitas seksual dengan menggalakkan pemakaian kondom bagi para pezina.  Perbuatan zina sendiri tidak serius diperangi, hanya sebatas himbauan. Melampiaskan hasrat seksual kan termasuk hak asasi manusia (HAM), pelacur terpaksa melacur karena butuh makan, kata mereka. Inilah Indonesia. Allahul musta'an.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun