Tak banyak yang tahu, hari Ahad kemarin uang rupiah berulang tahun ke 65. Ya, 30 Oktober memang diperinganti sebagai Hari Keuangan, sebagai peringatan dari diterbitkannya Oeang Republik Indonesia pada tanggal 30 Oktober 1946. Sebelumnya, Pemerintah Hindia Belanda dan Pendudukan Jepang juga menerbitkan uang rupiah juga. Pemerintah Hindia Belanda walaupun menerbitkan uang Gulden namun dalam penyebutannya menggunakan rupiah, sebagaimana tertulis pada sisi belakang uang koin dalam aksara jawa.
[caption id="" align="aligncenter" width="321" caption="Uang koin keluaran Hindia Belanda, tertulis di sisi belakang dengan aksara jawa dan arab : "][/caption] Setelah Indonesia merdeka, sebagai bentuk kedaulatan moneter, pemerintah merasa perlu untuk menerbitkan uang sendiri sebagai alat pembayaran yang sah di wilayahnya utnuk menggantikan uang Hindia Belanda dan uang jepang yang masih beredar di masyarakat. Niat ini baru terealisasi akhir tahun 1946 dengan diterbitkannya UU Nomor 17 tahun 1946 tentang Undang-Undang Pengeluaran Uang Republik Indonesia (I) tanggal 01 Oktober 1946 dan UU Nomor 19 tahun 1946 tentang Undang-Undang Pengeluaran Uang Republik Indonesia (II)Â tanggal 25 Oktober 1946. Terbitnya ORI pada tahun 1946 dibuka dengan nilai yang sangat prestisius. UU nomor 19 Tahun 1946 pasal 1 menyebutkan :
Dengan tidak mengurangi peraturan yang akan ditetapkan selanjutnya dalam Undang-undang tentang Uang Republik Indonesia, maka sebagai dasar nilai ditentukan sepuluh rupiah uang Republik Indonesia sama dengan emas murni seberat lima Gram.
Ajib! 5 gram emas murni senilai 10 rupiah uang republik! Padahal di tahun 1946 harga emas murni adalah USD 34.71/troy ounce atau USD 1.11/gram. Namun perjalanan Oeang Republik Indonesia (ORI) tidak mulus, karena Belanda dengan tentara NICA-nya masih ingin menguasai Indonesia. Belanda masih menerbitkan uang gulden pada tahun 1946 dan 1948 dan menyebarkan propaganda bahwa ORI tidak berlaku sebagai alat pembayaran. Pencetakan dan distribusi ORI pun mendapat sabotase. Rakyat pun dibuat bingung dengan beredarnya beberapa mata uang dan pemalsuan. Keadaan ekonomi yang buruk setelah penyerahan kedaulatan, pemberontakan dan gangguan keamanan di berbagai daerah, intrik-intrik politik dalam pemerintahan semakin meremukkan nilai rupiah, hingga akibat inflasi yang gila-gilaan akhirnya pemerintah melakukan beberapa kali devaluasi misalnya tahun 1950 dengan sanering/gunting Syarifuddin dan tahun 1966 yang menghilangkan 3 angka nol di setiap uang. Uang Rp 1.000,- menjadi Rp 1,-. Kerontokan nilai rupiah dapat dilihat dari nilai tukarnya terhadap dollar Amerika dan harga emas yang semakin.... [caption id="" align="alignnone" width="480" caption="sumber : geraidinar.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H