Mohon tunggu...
Hardiyanti Kusuma Wardhani
Hardiyanti Kusuma Wardhani Mohon Tunggu... Lainnya - Creative Writer | Mandala Enthusiast

Saya percaya bahwa selalu ada sesuatu yang baru untuk ditemukan dan setiap pengalaman adalah kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Cerita Tentang si Wanita Tua

30 November 2023   08:53 Diperbarui: 30 November 2023   09:48 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by David Selbert, Pexels.com

Hari ini, aku merenung tentang satu pengalaman yang tak terlupakan dengan seorang wanita tua. Mungkin, tulisan ini tidak hanya tentang diriku, melainkan juga tentang bagaimana kadang-kadang kita bisa menemukan kebijaksanaan dan keberanian saat menghadapi konflik interpersonal.

Semua dimulai beberapa waktu yang lalu, ketika kehadiran seorang wanita tua mendatangkan ketidaknyamanan dalam hidupku. Aku tidak menyukai hal itu, dan aku memutuskan untuk menyampaikan kepadanya. Memberikan peringatan dengan tulus, aku menjelaskan mengapa perilakunya membuatku merasa tidak nyaman dan mencoba membuatnya memahami dampak negatif dari apa yang sedang dan akan dilakukannya.

Tentu saja, kujelaskan semuanya dengan penuh rasa hormat. Aku tidak ingin konfrontasi, hanya ingin menyampaikan pesanku. Namun, kenyataannya tidak seindah itu. Si wanita tua itu, tanpa ragu atau rasa bersalah, tetap melanjutkan perilaku yang tidak terpuji. Sungguh mengejutkan dan menyebalkan menyadari bahwa peringatanku tak diindahkan.

Pada titik ini, aku tidak bisa tidak berpikir tentang nilai-nilai kehidupan. Bagaimana bisa seseorang, terutama yang tampaknya agamis, bertindak dengan begitu tidak beretika? Atribut keagamaan yang melekat di badannya memperkuat keyakinanku bahwa tidak semua orang yang terlihat baik dari luar adalah baik dari dalamnya.

Pengalaman ini membuka mataku tentang kerumitan manusia. Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk memahami instruksi sederhana atau bersikap empati. Terlebih lagi, tidak semua orang yang tampak religius memiliki integritas moral yang tinggi. Sungguh suatu pelajaran yang sangat amat berharga.

Alih-alih meratapi ketidakadilan ini, aku memilih untuk melihatnya sebagai batu loncatan menuju pertumbuhan pribadi. Meskipun pengalaman ini membuatku tidak nyaman, memberiku wawasan baru tentang kompleksitas manusia dan pentingnya tidak menilai orang dari penampilan luar saja. Tapi dalam kisahku ini, kebetulan penampilan luar dan dalam sama buruknya.

Melalui perjalanan ini, aku belajar untuk lebih memahami bahwa dengan bertemu dengan beragam jenis orang yang mengusik kenyamanan saya. Membuat saya semakin paham, bahwa si pengusik ini kelasnya akan selalu lebih rendah dari saya. Bahkan tidak akan pernah bisa sejajar dengan saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Fasad Egoisme

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun