[caption id="attachment_288325" align="aligncenter" width="300" caption="Gas elpiji 12 kg (sumber: www.infosumber.net)"][/caption] Dalam hitungan jam, rencana kenaikan harga elpiji telah berkembang menjadi bola liar. Semua pihak, kecuali Pertamina tentu saja, terlihat sepakat untuk mengkritisi kebijakan tsb. Seorang pimpinan parpol bahkan melontarkan tuduhan bahwa kenaikan harga elpiji membuktikan bahwa pemerintahan SBY-Boediono neolib (Catatan:saya hanya mengutip, karena saya sendiri tidak faham apa sebenarnya maksud istilah yang mirip-mirip dengan "nekolim" yang sangat populer di masa Orde Lama). Pemerintah yang sebelumnya ngeles dengan menyatakan "harga elpiji kewenangan Pertamina" pun mulai membaca 'arah angin'. Kementerian Keuangan meminta Pertamina transparan tentang biaya produksi elpiji (karena Pertamina meng-klain kenaikan harga untuk meminimalkan kerugian). Setelah mengkritik rencana tersebut sebagai "hanya memakai pertimbangan bisnis", Presiden kemudian memerintahkan jajarannya (khususnya Wapres, Menko Perekonomian dan Meneg BUMN) memanggil Pertamina untuk 'berkonsultasi'. Hari ini juga dilakukan rapat. Hasilnya sebenarnya sudah ada, tapi semua peserta rapat bungkam, karena katanya besok SBY sendiri yang akan mengumumkannya. Menko Perekonomian Hatta Rajasa sempat memberikan sinyal: "Pokoknya baik untuk masyarakat" (Detik.com, Sabtu jam 18.08 WIB). Sementara itu, di Twitter Anas Urbaningrum berkata:"Besok, kalau tidak ada halangan, Pak SBY akan umumkan kenaikan harga elpiji". Anas memang telah menjelma menjadi 'musuh politik' SBY, tetapi dia tetap punya orang yang membuatnya banyak tahu apa yang akan dan sedang dilakukan oleh SBY. Bukan Anas namanya kalau tidak menambahi sebuah simbol sinisme cerdas dalam twit-nya: #jelangpemilu. Seorang 'aktivis' socmed lain bilang: "Kalau SBY yang mengumumkan, pasti isinya pembatalan kenaikan harga..". Apa yang kita bisa tangkap dari berbagai indikasi tsb di atas? Memang, tidak tertutup kemungkinan Presiden besok hanya akan menjelaskan alasan kenaikan harga (artinya kenaikan harga akan jalan terus), tetapi saya pribadi yakin betul bahwa rencana kenaikan harga elpiji 12 kg akan dibatalkan, atau setidaknya ditunda atau 'ditinjau kembali'. Dari sudut pandang orang banyak, tentu saja itu merupakan langkah baik, meskipun di berbagai daerah harga sudah telanjur naik tak terkendali. Yang nanti pasti akan ramai adalah analisis tentang "mengapa" pembatalan dilakukan. Para pemuja teori konspirasi pasti akan banyak yang menuduh semua merupakan skenario yang sudah disiapkan SBY untuk menarik keuntungan politik dari kontroversi yang berkembang. Dalam skenario ini, jika benar ada pembatalan, SBY akan dituduh memanfaatkan Pertamina untuk menjadikan dirinya sebagai 'pahlawan' yang pro-rakyat. Tuduhan itu sebenarnya sudah mulai terbaca di berbagai media sosial. Skenario itu pula tampaknya yang membuat Anas perlu menambahi twit-nya dengan #jelangpemilu. Sebagian lain mungkin akan positive thinking dengan memuji kepekaan pemerintah dalam menangkap aspirasi masyarakat. Tak lupa dibumbui dengan kritikan atau sedikit hujatan untuk Pertamina. Pertamina sendiri mungkin akan menerapkan jurus silat lidahnya: "Kan itu hanya usulan yang mesti disetujui pemerintah, kalau pemerintah tidak setuju tentu saja kami nurut.." Begitu kira-kira. Apapun itu nanti, yang namanya analisis, bisa salah, tapi bisa juga benar. Saya sendiri --tentu saja, sekali lagi: kalau harga elpiji tidak jadi naik-- akan memilih untuk mensyukurinya, seraya berharap ada perbaikan kebijakan yang berujung pada keadilan dan kesejahteraan bagi orang banyak. Adalah tidak adil, kalau Pertamina yang merupakan "pemain tunggal" dalam bisnis gas elpiji di Indonesia dibiarkan menetapkan harga seenaknya. Bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H