Banyak indikator untuk melihat "kebhinnekaan" bangsa Indonesia. Bisa lihat keragaman suku bangsa, bahasa, agama, keseninan, pemandangan alam, makanan, dan ....angkotnya! Di banyak daerah, khususnya di kota-kota di Jawa, angkutan kota (angkot) biasanya berupa mobil minibus yang dimodifikasi. Kendaraan itu biasanya kemudian diberi warna yang seragam untuk daerah/kota tertentu. Di beberapa daerah angkot juga diberi nomor yang menunjukkan trayek (jurusan) yang dilayaninya. Secara umum, angkot juga tidak banyak hiasan dan aksesoris. Kecuali sejak era Pilkada/Pemilu langsung yang membuat para caleg sering memanfaatkan kaca belakang angkot untuk menampilkan poster kampanyenya (dengan imbalan sejumlah uang tentu saja). Tapi tidak semua angkot berpenampilan sederhana seperti itu. Salah satunya adalah angkot di Kota Kupang. Â Setidaknya ada dua ciri khas angkot di Kupang. Yang pertama adalah 'dandanan'-nya. Hampir semua angkot di kota didandani dengan aksesoris yang tidak tidak fungsional alias tidak ada hubungan langsung dengan fungsi kendaraan (lihat Gambar). [caption id="attachment_293259" align="aligncenter" width="590" caption="Angkot dandan di Kota Kupang (dokumen pribadi)"][/caption] Setidaknya ada beberapa dandanan standar untuk angkot di Kupang, yaitu: (1) Stiker ukuran besar, berisi kata-kata atau slogan --biasanya dalam Bahasa Inggris-- ditempel di badan dan pintu (kanan dan kiri) serta bagian belakang mobil, (2) Lampu kabut atau jenis lain ukuran besar yang tidak pernah digunakan --karena memang tidak perlu, serta (3) Sejumlah antena yang dipasang di bagian atas (luar) mobil, juga tidak pernah digunakan, dan juga karena memang tidak diperlukan. Ciri kedua adalah dipasangnya pengeras suara (sound system) ukuran besar di dalam angkot. Perangkat musik itu biasanya diletakkan di bawah tempat duduk penumpang dan dilindungi semacam teralis, tampaknya untuk menghindari tangan-tangan jahil yang hendak mencurinya. Berbeda dengan berbagai aksesoris lain, pengeras suara itu benar-benar digunakan. Hampir sepanjang waktu, para sopir angkot menyalakan musik dalam volume tinggi. Â Suara yang keluar tentu saja keras dan bising. Jenis musiknya macam-macam, tapi sebagian besar bernuansa house music yang hingar-bingar itu. Soal itu "menghibur" ataukah justru "menggangu", tergantung pada selera musik dan kekuatan gendang telinga kita masing-masing. Bisa dipastikan, untuk semua dandanan itu pemilik/sopir pasti keluar uang cukup besar. Pertanyaannya adalah: Mengapa mereka mau melakukannya? Konon semua itu dilakukan untuk menarik minat konsumen agar mau naik angkot mereka. Perlu diketahui, konsumen utama angkot di Kupang adalah anak-anak ABG yang sebagian besar merupakan pelajar. Kelompok inilah yang konon paling 'rewel' soal dandanan dan musik di angkot. Kalau tidak ada aksesoris (stiker, antena, lampu, dsb) dianggap tidak keren, dan mereka akan pilih angkot lain. Kalau tidak ada musik, atau ada tapi tidak keras, atau ada tapi sound system-nya kurang 'nendang', mereka juga enggan naik. Sebenarnya untuk mayoritas orang-orang dewasa, musik keras itu malah mengganggu. Itu diakui sendiri oleh para sopir angkot. Tapi karena jumlahnya banyak, selera para ABG/pelajar lah yang menjadi prioritas. Maka jadilah, angkot dandan dan 'musik keras' yang menjadi salah satu ciri khas Kota Kupang. Seingat saya, ada kota lain yang mirip dengan itu, yaitu Manado. Atau ada kota lain lagi yang seperti itu? Bagaimana dengan angkot di kota Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H