Mohon tunggu...
Edy Priyono
Edy Priyono Mohon Tunggu... profesional -

Pekerja peneliti, juga sebagai konsultan individual untuk berbagai lembaga. Senang menulis, suka membaca. Semua tulisan di blog ini mencerminkan pendapat pribadi, tidak mewakili institusi apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Chaseiro, 'Band Kampus' Kembali ke Kampus

18 Maret 2012   01:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:53 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13320355951584866626

.. pemuda ke mana langkahmu menuju // apa yang membuat engkau ragu //.... pemuda mengapa wajahmu tersirat // dengan pena yang bertinta belang // cerminan tindakan akan perpecahan // bersihkanlah nodamu semua..// Ada yang ingat penggalan bait syair di atas? Atau bahkan bisa melantunkannya? Percaya atau tidak, tingkat pengenalan kita terhadap petikan syair di atas akan menunjukkan pada kohor (kelompok usia) mana kita berada. Kelompok umur 40 tahun ke atas mungkin tidak hanya tahu, tapi juga bisa melantunkannya. Kelompok umur 30-40 tahun mungkin hanya tahu, atau pernah tahu. Kelompok umur di bawah 30 tahun mungkin banyak yang tidak tahu. Setidaknya, kata teman saya begitu.. Ya, itu adalah bagian syair sebuah lagi yang cukup terkenal di tahun 1980an berjudul "Pemuda" yang dilantunkan oleh sebuah grup musik (benar-benar grup musik, bukan boyband yang kembali marak belakangan ini) yang berakar di kampus, khususnya Universitas Indonesia. Chaseiro sendiri merupakan sebuah nama yang mencerminkan kecerdasan penggagasnya. Singkat, mudah diingat, terkesan classy, dan punya makna, alias tidak sekedar nama. Chaseiro merupakan akronim para punggawa grup musik tersebut, yaitu: Candra (Darusman), Helmi (Indrakesuma), ASwin Sastrowardoyo, Edwin (Hudioro), Irwan (Indrakesuma), Rizali (Indrakesuma) dan Omen (Norman S). Aswin agak lebih  'beruntung' dibanding yang lain, karena ada dua huruf dari namanya yang diambil, tapi tak apalah.. Sekedar tambahan, setelah Chaseiro vakum, Rizali dan Omen aktif di OM PSP alias Orkes Moral Pancaran Sinar Petromaks, yang juga merupakan grup musik yang tak jauh-jauh asalnya dari Kampus UI. Mereka merupakan generasi yang patut menjadi contoh, sekolahnya bener (sekedar ilustrasi: Aswin akhirnya menjadi dokter, Rizali jadi diplomat, Omen sempat menjadi anggota DPR, Candra menjadi aktivis hak cipta di lembaga yang dibentuk PBB), kegiatan di luar sekolahnya juga asik punya. Salah satu yang bisa dibandingkan dengan mereka, dalam konteks ini, adalah Tompi. Untuk generasi muda yang seringkali menganggap kegiatan "ekstra kurikuler" dan akademis merupakan pilihan (dengan mengorbankan salah satunya), mereka bisa berkaca pada Chaseiro. Dari sudut pandang ini, Chaseiro sangat legitimate untuk menulis dan membawakan "Pemuda", sebuah lagu yang sangat menggugah tanpa harus "heroik dan berapi-api". Menurut penilaian saya pribadi, lagu ini -- atau tepatnya: lagu-lagu seperti ini-- bahkan lebih berpengaruh ketimbang slogan-slogan yang berhamburan melalui mulut para pejabat, di layar kaca, atau yang tertulis melalui spanduk-spanduk yang tak enak dipandang. Tidak banyak lagu yang ke-dalem-annya patut diberi bobot minimal sama dengan "Pemuda"-nya Chaseiro.  Di antara yang tidak banyak itu adalah "Gebyar-Gebyar"-nya Gombloh dan "Bendera"-nya Eross yang dibawakan oleh Cokelat. Kemarin (Sabtu, 17 Maret 2012) Chaseiro kembali ke kampus. Mereka menggelar pertunjukan bertajuk "Chaseiro Back to Campus" di auditorium FEUI. Saya mendengar rencana itu sekitar empat hari lalu, dan segera mencari informasi tentang tiket masuk. Tak disangka, tiket (undangan) ternyata bisa diperoleh dengan cuma-cuma, alias gratis. Benar kata orang bijak: Kalau sudah rejeki, tak kan  lari ke mana.. Konser (mini) dimulai jam 17.00, satu jam lebih lambat daripada yang dijadwalkan. Mereka datang dengan personel lengkap, plus dua additonal player (untuk bass dan perkusi).

Total mereka membawakan 11 lagu, secara keseluruhan memang mencerminkan lagu-lagu Chaseiro yang berimbang antara tema romansa (cinta) dengan kritik sosial. Semua lirik lagu, seperti diakui sendiri oleh mereka, bersifat "tidak langsung". Sekedar contoh adalah di lagu ke-3, "Hanya Membekas Kini": ..keheningan malam mencekam diri // setianya sukma sekejap // kasihan wanita terlena // yang pernah kucinta //, sungguhberbeda dengan lagu-lagu tema cinta sekarang yang cenderung 'tembak langsung' (kurang puitis).

Juga lagu "Kebebasan Mimbar" yang kemarin menjadi lagu ke delapan. Liriknya sebenarnya merupakan tuntutan adanya kebebasan mimbar di kampus (catatan: Chaseiro lahir pada masa NKK/BKK yang sangat mengekang kebebasan berekspresi di kampus), tapi itu disampaikan dalam tutur bahasa yang puitis, dan itu mungkin yang membuat aparat keamanan (waktu itu) kesulitan memahami makna sebenarnya dan kemudian tidak melarang lagu itu dilantunkan.

Seolah ingin membuktikan olah dan harmoni vokal yang masih prima, lagu ke tujuh dibawakan secara acapella (tanpa iringan musik), meskipun sesekali Candra 'mengawal' dengan petikan gitar akustik.

Acara pulang kampus menjadi semakin menarik, karena diselingi dengan dialog yang dipandu oleh Kepra, juga alumnus UI (paling kiri di Gambar). Topiknya berkembang dari soal hak cipta (dengan Candra), dampak musik terhadap kesehatan (dengan dokter Aswin), hingga ke nostalgia beberapa kejadian di kampus yang mereka alami. Suasana menjadi segar, penuh joke, mirip dengan acara temu kangen alumni perguruan tinggi.

Konser ditutup dengan lagu hits mereka "Pemuda". Tidak ada lagu tambahan, terutama karena sudah hampir masuk waktu sholat maghrib.

Satu hal yang patut menjadi catatan bagi acara-acara sejenis di kemudian hari adalah penanganan sound system yang sangat 'amatiran'. Mikrofon Kepra dan Omen beberapa kali mati, juga suara berdenging di tengah lantunan lagu sangat mengganggu. Meski begitu, setahu saya tidak ada yang protes langsung ke panitia, mungkin karena 'tahu diri', konser itu bisa ditonton secara gratis. Saya sendiri memendam kejengkelan itu dalam hati, dan hanya menuliskannya melalui postingan ini.

Masih menjadi pertanyaan: Apakah Chaseiro akan kembali ke kancah industri musik Indonesia? Ada dua masalah di sini. Pertama, semua awak Chaseiro praktis sudah mempunyai pekerjaan yang boleh dibilang mapan di bidangnya masing-masing, sehingga kalau pun mereka kembali ke industri musik, bisa dipastikan hal itu tidak bisa dilakukan secara total. Kedua, apakah musik mereka masih 'masih bisa diterima'? Mereka bisa saja tidak peduli dengan sisi komersial, tapi tetap saja, sebuah karya musik tanpa bisa dinikmati/diapresiasi orang banyak akan memunculkan pertanyaan tentang "lalu untuk apa?". Kalau boleh menduga, langkah Chaseiro akan seperti yang dilakukan oleh banyak legenda musik yang sudah masuk kategori "senior", yaitu kembali ke panggung secara insidental, tapi tidak ke dapur rekaman. Tapi semua, tentu saja, terserah mereka. Dan kalau akhirnya mereka benar-benar kembali meramaikan kancah musik tanah air, itu merupakan satu hal yang patut disyukuri. Minimal, dengan genre musik pop yang mengarah ke jazz dan bossanova, mereka akan memberi kita kesempatan untuk sejenak keluar dari terkaman K-pop dan pop menye-menye yang seolah tak kenal ampun itu.. Saya hanya berharap yang terbaik buat Chaseiro. Welcome back, guys!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun