Jangan Pernah Menyerah, Anak-anakku!
Oleh Edy Mulyadi*
“Siaaap, grak!
Proklamasi
Kami anak-anak jalanan Indonesia
mengakumasih kelaparan
Kami anak-anak jalanan Indonesia
mengaku masih kurang pendidikan
Kami anak-anak jalanan Indonesia
Mengaku masih kurang kesehatan...”
Demikian ‘proklamasi’ yang dilantangkan seorang anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun. Berkaus lengan pendek yang warnanya sudah tidak jelas karena pudar. Dia juga memakai celana jeans yang tidak kalah pudarnya. Di kanan-kiri anak ini, berbaris dalam dua shaf sekitar 20-an anak-anak usia pra taman kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Setelah itu mereka ramai-ramai menyanyikan beberapa lagu. Lagu sumbang. Lagu tentang nasib mereka.
Begitulah acara pembuka yang disuguhkan anak-anak jalanan dan pengemis di kota Bandung, Jawa Barat pada peresmian Rumah Cerdas Dr Rizal Ramli Calon Presiden Rakyat, di Jl Sunda No. 91, Bandung, Ahad (24/2).Anak-anak itu tergabung dalam kelompok musik anak jalanan dan pengemis “Perempuan Merdeka Dewi Sartika.”
Selanjutnya, mereka menyanyikan sejumlah lagu yang diiringi dengan ‘koreografi’ seadanya tapi cukup menarik. Salah satu gerakan tadi, antara lain menundukkan kepala, tangan kanan memegang kepala, sementara tangan kiri memegang perut seperti menahan sakit.Kaki-kaki lemah itu berjalan di tempat. Menghentak-hentak bumi bagai ingin merontokkan derita yang selama ini membelit mereka. Umumnya lirik lagu-lagu itu bercerita tentang nasib anak-anak jalanan dan pengemis yang harus bertahan hidup di jalanan.
“Buktikan, kami ingin sembako murah
Buktikan, kami ingin BBM murah
Buktikan, kami ingin pendidikan gratis...”
Ini sebagian saja dari baris-baris syair yang anak-anak itu lantunkan. Anak-anak itu seperti ingin menagih janji-janji angin surga yang disemburkan para caleg atau calon pejabat ketika mereka berkampanye. Suara-suara lemah itu berkali-kali harus bersaing dengan gemuruh beradunya roda-roda besi dengan rel baja. Maklum, Rumah Cerdas tersebut berlokasi persis di pinggir rel kereta api. Lebih tragis lagi, suara-suara itu nyaris tak terdengar, ditelan gegap-gempita gaya hidup hedonis segerombolan manusia yang mengaku mewakili dan akan mengurus rakyat di gedung-gedung megah sana.
Rizal Ramli tampak duduk di kursi lipat warna hitam sambil menikmati lagu-lagu duka berbalut semangat itu. Namun akhirnya dia tidak tahan. Dia pun berdiri dan bergabung dengan anak-anak. Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini ikut bernyanyi sambil sesekali menari dengan canggung. Kendati begitu, anak-anak tadi tidak merasa ada orang asing di sekelilingnya. Mereka justru menggandeng kedua tangan Capres paling reformis versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) tersebut dan digoyang-goyangkan mengikuti irama lagu yang didendangkan.
Benang merah
Pengelola Rumah Cerdas Jl Sunda, Darwin Jamal, dalam sambutannya menyatakan ada benang merah antara perjuangan para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir dengan Rumah Cerdas ini. Para pahlawan itu menjadi orang hebat karena mereka membaca, membaca, dan membaca.
“Apa yang dilakukan bung Rizal Ramli dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sudah dimulai sejak kami masih sama-sama mahasiswa. Saat itu ada 8 juta anak-anak tidak sekolah. Kami mendesak pemerintah agar memberi mereka perhatian dengan sungguh-sungguh. Seperti juga Sjahrir, bung Rizal dan teman-teman di ITB pada 1978 bertekad pendidikan bagi anak-anak harus jalan terus. Itulah sebabnya kami melakukan perlawanan terhadap Soeharto yang kemudian harus ditebus dengan mendekam di penjara militer dan penjara Sukamiskin,” papar Darwin yang bersama teman-temannya di Gerakan Mahasiswa Angkatan 77-78 bergotong-royong membangun Rumah Cerdas.
Pada kesempatan itu, Perwakilan dari Forum Orang Tua Siswa (Fortusis), Dwi Soebawanto menyatakan, sangat gembira dengan hadirnya Rumah Cerdas di Bandung. Pasalnya, hal ini sejalan dengan program Fortusis.
“Yang kami kagum dari bung Rizal Ramli adalah, dia benar-benar konsisten dengan perjuangannya sejak masih mahasiswa. Rizal juga punya jiwa kepemimpinan dan berani berhadapan dengan kekuatan-kekuatan lama. Itulah sebabnya kami tidak akan mundur mendukung Rizal Ramli menjadi presiden. Ini harga mati. Rumah Cerdas ini menjadi bagian dari dukungan kami kepadanya. Di sini anak-anak muda bisa datang belajar untuk bersama-sama mengambil peran dalam perubahan menuju Indonesia yang lebih baik,” papar Dwi.
Bagi peserta Konvensi Rakyat Calon Presiden 2014 yang akrab disapa RR1 itu, peresmian Rumah Cerdas kali ini terasa benar-benar istimewa. Kesederhanaan yang membalut acara jauh dari kemewahan, justru memberi kesan teramat dalam baginya. Dia seperti ditarik jauh ke belakang, ketika masih kanak-kanak, ketika menjadi yatim-piatu di usia tujuh tahun.
“Buat anak-anakku di sini, walau kalian hidup dari mengamen dan mengemisdi jalanan, jangan pernah menyerah. Orang hebat adalah orang yang berhasil mengalahkan ujian, kegagalan, kepahitan, dan kemiskinan serta mengubah menjadi sukses di masa depan. Kita akan tunjukkan, bahwa walau kita miskin, yatim piatu, dan dilecehkan, kita tetap bisa maju. Saya sudah buktikan itu,” urai Capres paling ideal versi The President Centre (TPC) tersebut.
Selanjutnya acara mengalir dengan riang. Tidak ada lagi pidato-pidato. Tidak ada janji-janji. Tidak ada! Yang ada hanyalah lagu-lagu yang mengumandangkan kepedihan kerasnya hidup di jalanan.Lagu-lagu yang menggugat berbagai kebijakan yang justru memiskinkan rakyat. Tapi, simaklah baik-baik. Di sela-sela lagu-lagu itu tetap ada semangat dan optimisme. Optimisme menuju Indonesia yang maju dan rakyatnya sejahtera. Aamiin… (*)
Bandung, 23 Februari 2014
Edy Mulyadi, Juru Bicara Rumah Perubahan 2.0
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H