Mohon tunggu...
edy neneng
edy neneng Mohon Tunggu... -

Media Trainer, Konsultan dan Praktisi PR

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lagi, Capres Penari Latar

19 Mei 2014   03:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:23 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Edy

Seperti sudah diduga, Dahlan Iskan akhirnya memenangi Konvensi Partai Demokrat (PD). Pengumuman resminya disampaikan Ketua Panitia Konvensi, Maftuh Basyuni. Padahal, sebelumnya disebut-sebut pengumuman akan langsung disampaikan Ketua Majelis Tinggi PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tapi entah kenapa dan bagaimana, pengumuman pemenang hajatan yang melelahkan tapi jauh dari greget itu ‘hanya’ disampaikan Maftuh.

Tapi terlepas siapa yang mengumumkan pemenang, pertanyaan besarnya, apa otomatis Dahlan menjadi Capres PD? Jawabnya, tentu saja TIDAK! (dengan huruf kapital semua plus tanda seru). Banyak sebab untuk berkata tidak bagi pertanyaan tadi. Pertama, pada Pileg kemarin, suara yang diperoleh PD jauh dari 25% atau 20% kursi di DPR, batas minimal satu partai boleh mencalonkan Capres sendiri. Cuma 10,19% gitu, loh!

Kedua, kalau pun mau mencalonkan pemenang Konvensinya, maka PD harus menggandeng Parpol lain untuk berkoalisi. Dengan begitu suara atau kursi mereka bisa memenuhi syarat minimal presidential threshold. Nah, pada titik ini, Demokrat harus pintar-pintar bernegosiasi (atau lebih tepatnya; bertransaksi?) dengan mitra koalisinya.

Kemampuan negosiasi (dagang sapi?) ini menjadi amat penting, mengingat posisi tawar parpol besutan SBY itu juga benar-benar di bawah banderol. Kendati begitu, belum tentu juga partai-partai mitra koalisinya rela Demokrat mengajukan Capresnya sendiri. Bisa jadi justru mereka juga punya syahwat berkuasa yang sama. Pakemnya, kalau bisa jadi R-1kenapa harus menjadi nomor 2 dan seterusnya? Intinya siapa dapat apa dan menyorongkan apa?

Ketiga, dan ini yang paling penting, belum tentu pemenang Konvensi PD otomatis menjadi Capres yang disorongkan Parpol berlambang Mercy tersebut. Ketidakpastian ini sebetulnya bukan baru sekarang mencuat. Jauh sebelum pengumuman pemenang konvensi dilakukan, publik sudah mafhum, bahwa ‘jenis kelamin’ konvensi tersebut tidak jelas. Artinya, ya itu tadi, pemenang konvensi tidak otomatis menjadi Capres.

Ketidakpastian nasib pemenang Konvensi juga sudah sejak pagi-pagi dinyatakan Sekretaris Dewan Pembina DPP Partai Demokrat, Jero Wacik, Juli 2013 silam, Menteri ESDM itu menyatakan berdasarkan AD/ ART Partai Demokrat, Majelis Tinggi yang berhak menentukan siapa Capres dan Cawapres yang akan diajukan. Komite cuma akan mengusulkan nama Capres berdasarkan hasil polling dan survei yang merupakan ujung proses seleksi kandidat dalam konvensi.

Pada titik ini saya jadi ingat artikel berjudul Menguapnya Capres Penari Latar yang saya tulis pada awal Februari silam (silakan klik http://politik.kompasiana.com/2014/02/06/capres-penari-latar-633272.html). Tulisan itu saya tutup dengan kalimat, “Bagaimana nasib para Capres penari latar? Masih mau dan ngotot bertarung lewat konvensi?Tidak takut bakal benar-benar menguap?Halo…

Terus?

Kembali ke pokok perkara artikel ini, bagaimana nasib Dahlan Iskan selanjutnya? Padahal hasil polling tiga lembaga survei yang ditugasi Komite Konvensi menyebutkan Menteri BUMN ini jauh sekali meninggalkan 10 pesaing lainnya.

Seperti disebut tadi, Demokrat tidak bisa mengusung Capres (atau Cawapres)-nya sendiri. Sudah begitu, kini berseliweran sejumlah nama yang, konon, akan diusung PD sebagai Capres. Salah satu nama yang belakangan disebut-sebut adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X. Uniknya, raja Yogya itu digadang-gadang sebagai Capres. Sedangkan pemenang konvensi bakal didapuk sebagai Cawapres. Cuma sebagai Cawapres. Hmm….

Di luar itu semua, persoalan utamanya adalah, hingga kini Demokrat belum berhasil menggandeng rekan koalisi. Dengan Golkar kah? Setali tiga uang. Di bawah Aburizal Bakrie (ARB) partai yang pernah berkuasa sekitar 32 tahun itu juga mengalami nasib serupa. Masih jomblo.

Apakah dua jomblo ini kelak akan bersanding di pelaminan? Semuanya masih serba kabur dan cair. Terlebih lagi, ARB selama ini juga sibuk mengasongkan Golkar ke sejumlah parpol lain. Begitu gigihnya Ical mengasong, hingga sebagian kalangan menuding dia sudah mengobral diri dan partainya agar dilirik parpol lain.

Tapi, di luar semua itu, menarik disimak adalah, masihkah konvensi Demokrat memiliki pesona? Melihat gelagatnya, jangankan pesona, secuil gengsi pun mungkin sudah tidak ada lagi. Lihat saja, acara penyerahan hasil survei di kantor Komite hanya dihadiri tiga dari 11 peserta konvensi. Mereka adalah Anis Baswedan, Dino Patti Djalal, dan Irman Gusman. Lha, delapan lainnya ke mana?

Bayangkan, delapan peserta Konvensi tidak hadir dalam acara yang –seharusnya-- sangat penting bagi mereka. Bahkan Dahlan yang jadi pemenang pun tidak menunjukkan batang hidungnya. Apakah ini sinyal bahwa mereka sudah kehilangan selera? Kalau ini benar, bagaimana mungkin pemenang konvensi cukup bergigi di hadapan parpol lain? Lha wong di internal saja sama sekali tidak asyik!

Publik sendiri terkesan sinis menanggapi kemenangan Dahlan. Berikut cuplikan sebagian komentar mereka di salah satu media online.

Hari Sastrosentono menulis, “Kasihan dakocan dakocan SBY ini...”  Sedangkan Jokergituloh berkomentar, “Pemenang.. tapi ga dapet hadiah .. ya sama juga bohong.. wkwkwkwkwk.” Lalu, Rozia berceloteh. “klu partai Demokrit majuin Sultan HB X maju sbgi capres, apa peserta Konvensy = samp..........h.” Sementara Blue Eagle berkata, dan OST playing- "Wujudkan impianmu...ku yakin sampai disana..". MC berkata; "Pak Dahlan dipersilahkan maju ke depan, akan ada penyerahan bunga, juga para konvensi yang lain untuk maju ke depan, jgn putus asa, selalu bermimpi. Sampai jumpa lagi di President Idol season 2 tahun depan !!!".... Na...naa...”

Aduh, Dahlan. Kasiaaan deh, loe. Lagian lha kok ya mau-maunya kamu bergabung ke tempat dan waktu yang salah? (*)

Jakarta, 14 Mei 2014

Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economy and Democracy Studies (CEDeS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun