Mohon tunggu...
Edwison Setya Firmana
Edwison Setya Firmana Mohon Tunggu... Administrasi - as simple as es puter

belajar berbagi lewat tulisan dan gambar

Selanjutnya

Tutup

Nature

Nimbrung Ciliwung – Forum Underground Penggiat Lingkungan, Cikal Bakal Pengelolaan Sungai Terpadu?

19 Desember 2011   10:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:03 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_149853" align="aligncenter" width="510" caption="Saung Komunitas Ciliwung Bojonggede"][/caption]

Ciliwung sebagai satu kesatuan ekosistem hulu-hilir sudah diperdengarkan puluhan bahkan mungkin ratusan kali. Tak kurang, Harian Kompas melakukan kegiatan “Ekspedisi Ciliwung” pada tahun 2009 dan menggali aspek ekologis, sejarah, budaya yang dibangun di sepanjang Sungai Ciliwung sejak jaman prasejarah hingga kini. Dari laporan ekspedisi itu dan dari berbagai laporan lainnya bahkan dengan pengalaman langsung bersentuhan dengan Sungai Ciliwung, kita sepakat bahwa Ciliwung sedang sakit. Pembangunan yang tidak memerhatikan dampak lingkungan dan pencemaran oleh rumah tangga dan industri adalah dua penyebab utama kerusakan Ciliwung.

Hilangnya daerah tangkapan air di hulu menyebabkan fluktuasi debit semakin tinggi antara kemarau dan musim hujan. Besarnya curah hujan tidak lagi dapat diserap kawasan Puncak dan Kota Bogor sehingga mendatangkan banjir di hilir. Melimpahnya air hingga banjir di musim hujan sangat bertolak belakang dengan kekeringan sepanjang kemarau.

Ciliwung pun didera masalah keanekaragaman hayati yang dulu menjadi kebanggaannya. Berbagai jenis ikan telah punah. Di bagian hilir, di Jakarta, spesies ikan yang hidup pun tinggal ikan sapu-sapu (Hypostomus spp) yang merupakan ikan asing dan bersifat sangat invasif. Ikan endemik Ciliwung pun tergeser karena ikan sapu-sapu memakan telur ikan lain, memakan makanan ikan lain dan mampu bertahan di sungai berkualitas air buruk.

[caption id="attachment_149854" align="aligncenter" width="510" caption="Bersiap menyambut tamu."][/caption]

Berangkat dari keprihatinan itulah beberapa pemuda dari berbagai tempat yang dialiri Ciliwung melakukan aksi kecil bertajuk “Nimbrung Ciliwung”. Bertempat di Desa Glonggong, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, pada Sabtu dan Minggu, 10 dan 11 Desember 2011, penggiat Komunitas Ciliwung Bojonggede yang dikomandani Udin menyambut Komunitas Ciliwung Condet, Kelompok Dongeng Canvas, Transformasi Hijau dan beberapa kelompok lain. Dalam kegiatan Nimbrung Ciliwung yang kedua kalinya itu, mereka berbaur dalam kegiatan santai di sekitar Ciliwung dan merasakan nikmatnya menjadi bagian sungai yang masih cukup bersih.

[caption id="attachment_149855" align="aligncenter" width="510" caption="Hutan bambu di sekitar Desa Glonggong"][/caption]

“Pohon bambu di sini masih lebat banget. Jadi itu yang menyaring polutan dari Bogor,” ujar Asun, salah seorang penggiat Ciliwung dari Jakarta, mencoba berteori. Kondisi Ciliwung di bagian yang lebih hulu dari Desa Glonggong, misalnya di Kota Bogor memang lebih parah. Airnya menyebabkan gatal bila dipakai berendam. Secara logis, seharusnya kualitas air di Desa Glonggong yang lebih di bawah pasti lebih buruk. Namun kenyataannya tidak demikian. Airnya masih layak untuk mandi dan cuci bagi sebagian warga desa. Hal ini diakui Pak Johni, salah seorang pegawai BPLHD Provinsi Jakarta, yang giat bersepeda dan melakukan aktivitas cinta lingkungan di akhir pekan. Saat peserta sedang asyik mengobrol, Pak Johni yang datang dengan kostum bersepeda tidak segan memungut sampah yang hanyut di tepi sungai. Para peserta Nimbrung Ciliwung pun tidak menyia-nyiakannya. Beberapa peserta yang menginap sejak Sabtu pun mandi pagi di sungai.

Abdul Kodir, salah seorang penggiat Komunitas Ciliwung Condet, pun datang membawa oleh-oleh berupa bibit pohon buah-buahan. Bibit itu antara lain adalah jambu bol, gohok, jamblang, pucung (kluwek), lobi-lobi, buni, gandaria, nam-nam, duku dan menteng. Udin sang tuan rumah pun sumringah dibuatnya. Bibit-bibit tersebut rencananya akan ditanam di beberapa bagian tepi sungai yang memungkinkan untuk pertumbuhannya.

[caption id="attachment_149856" align="aligncenter" width="510" caption="Faisal Basri mengobrol dengan anggota komunitas."][/caption]

Nimbrung Ciliwung kali ini terasa istimewa karena teman-teman penggiat Ciliwung kedatangan Faisal Basri, pengamat ekonomi dan politik yang sedang berjuang maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta dari jalur independen. Faisal Basri datang selain untuk berkenalan dengan akar rumput, juga untuk mempelajari masalah Ciliwung menurut masyarakat terutama masyarakat yang peduli Ciliwung.

Terlepas dari kedatangan Faisal Basri, Nimbrung Ciliwung adalah gagasan dari masyarakat untuk Ciliwung yang lebih baik. Pengelolaan sungai secara utuh hulu hilir tanpa memandang batas administratif adalah hal mutlak. Seharusnya Pemda DKI dan Jawa Barat mampu melakukannya. Kementerian Pekerjaan Umum bahkan memiliki Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung – Cisadane  yang sebetulnya bisa diharapkan menjembatani pengelolaan antara kedua pemda karena memiliki keahlian dalam pengelolaan sungai dan DASnya secara utuh. Namun rupanya masyarakat menilai pemerintah belum berhasil mengelola sungai dan DAS Ciliwung secara terpadu. Perambahan Daerah Tangkapan Air dan pencemaran tetap terjadi.

[caption id="attachment_149857" align="aligncenter" width="510" caption="Perajin perkakas dari bambu."][/caption] Maka masyarakat pun membangun jaringan komunikasi melalui Nimbrung Ciliwung. Walau bukan jaringan formal, Nimbrung Ciliwung berpotensi menjadi cikal bakal pengelolaan sungai secara terpadu. Seperti apa yang terjadi pada pengelolaan Sungai Mekong di Asia Tenggara dan beberapa sungai di Eropa di mana seluruh pemerintah antar negara yang dilewati sungai itu bisa duduk bersama dan sepakat mengelola kawasannya sesuai daya dukungnya. Sehingga sungainya tetap bisa mendukung kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun