Mohon tunggu...
edwin sukma
edwin sukma Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Setelah menyelesaikan pengabdian di sebuah perusahaan industri jasa selama 32 tahun 11 bulan dengan jabatan terakhir adalah Generla Manager, saya bergabung secara penuh di sebuah lembaga pendidikan yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Sukma di Medan. Meskipun sebelumnya saya aktif di lembaga ini sebatas sebagai dosen lepas saja. MInat menulis yang saya miliki sebenarnya sudah sejak muda namun kegiatan itu tidak saya kembangkan. SEtelah mejadi dosen saya sudah menulis dua buah buku tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, karena memang magister saya adalah konsentrasi pada Manajemen Sumber Daya Manusia. Minat menulis atau konten yang saya tekuni adalah bidang sumber daya manusia, pariwisata dan isu-isu sosial.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Pahlawan Subuh

20 Januari 2025   17:00 Diperbarui: 20 Januari 2025   17:00 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Subuh masih basah oleh embun yang turun sepanjang malam. sapu lidi begitu akrab tergenggam di tangannya. dengan wajah ditutup masker wanita paruh baya mengayunkan sapu di tangannya dengan pasti. mengumpulkan puntung rokok, bungkus permen, daun-daun kering yang berguguran dari batangnya.Untaian lidi itu seakan menari, mengatur kehidupan kecil di pinggir jalan yang sering dilupakan. Lampu jalanan masih menyala. Sesekali ia berhenti memungut beberapa puntung rokok yang tak terjangkau sapunya. Gerakannya hati-hati, seolah menghormati setiap benda yang disentuhnya. Udara tak terasa sejuk. Butiran peluh mulai muncul dikeningnya. Setiap ayunan sapunya adalah sebuah cerita. Cerita tentang dedaunan yang jatuh dari pohon tua, tentang sampah-sampah yang dibuang sembarangan, dan tentang jalanan yang kembali bersih sebelum mentari naik ke langit. Dia seperti seorang pelukis , menciptakan kanvas baru setiap pagi. Deru kenderaan mulai terdengar, semakin ramai seiring waktu berjalan. Ia adalah saksi bisu kehidupan kota yang terus bergerak. angkotan kota yang mulai berpacu. Truk-truk terbuka pengangkut sayur. Langit mulai beranjak terang. Warna jingga merekah diufuk timur, membawa tanda bahwa pagi telah tiba. Namun bagi dirinya, tugas belum usai. Tubuhnya bergerak ke sisi lain trotoar, mengayunkan sapu lidi dengan irama yang nyaris sama. Daun-daun kering bergulir berpindah ke dalam kerajang kecil yang dibawanya. Ketika matahari meninggi, ia mengambil jeda sejenak. Meneguk air melepas dahaga dari sebuah botol kemasan yang dibawanya dari rumah. Jalanan terlihat bersih, setidaknya untuk beberapa jam kedepan. Senyum tipis menghias bibirnya. Ia puas. Sebuah kepuasan sederhana yang tak semua orang mengerti. Setiap hari adalah pengulangan, tetapi setiap pengulangan adalah bentuk tanggung jawabnya. Ia percaya, menjaga kebersihan adalah bagian dari menjaga kehidupan. Orang-orang sering menganggap remeh pekerjaannya. Mereka tidak menyadari bahwa kebersihan jalanan adalah kerja keras seseorang di balik layar. Namun, penyapu jalan tak butuh pengakuan. Baginya, melihat kota ini bersih adalah sebuah penghargaan besar. Ketika siang semakin mendekat, ia perlahan melangkah meninggalkan jalanan yang telah ia rawat dengan sepenuh hati. Pekerjaan ini sederhana, namun penuh dengan makna filosofi kehidupan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun