Mohon tunggu...
Edwin J Pohan
Edwin J Pohan Mohon Tunggu... -

Contributor "Indonesia Raya News", Business Administration Student, Interpreter

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dahsyatnya Trauma Pada Anak-Anak Yang Mengalami KDRT

12 Januari 2012   16:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:58 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

KEKERASAN dalam rumah tangga (KDRT) bukan hanya merusak hubungan antar-pasangan, masing-masing pihak suami-isteri, tetapi juga dan terutama pada anak yang mengalami trauma kejiwaan. Efek trauma pasca kekerasan bisa membuat korbannya sangat tertutup, introvert, sulit mempercayai orang lain. Anak yang tumbuh dalam lingkungan KDRT bahkan menjadi parno di lingkungan bermain, di sekolah dan membuatnya selalu bermuram durja, atau ekstremnya menjadi bully terhadap anak-anak lain

Seberapa dahsyatkah dampaknya?.

Efek psikologis itu ingin dibuktikan dari penelitian Eamon McCory dari University College London.

Dilansir New Scientist, anak-anak yang mengalami KDRT cenderung sangat sensitif dengan ancaman atau sesuatu yang ditakutinya. Bahkan efek yang ditimbulkannya pada otaksama dengan efek yang dirasakan tentara yang bertugas di medan perang!

Pengujian dilakukan terhadap 20 anak yang mengalami KDRT dan 23 anak dari keluarga harmonis sebagai perbandingan. Reaksi otak anak-anak dalam 2 kelompok itu diteliti ketika dihadapkan dengan ekspresi wajah manusia dalam berbagai emosi.. Hasilnya memang mengejutkan.

Ketika ekspresi wajah dengan emosi amarah ditunjukkan, bagian otak yang terkait pendeteksi ancaman dan antisipasi rasa sakit bergejolak. Magnitude gejolak tersebut, menurut hasil penelitian, sama dengan situasi kejiwaan bagi tentara yang sedang bertugas di daerah konflik.

McCory menyarankan agar anak-anak yang mengalami KDRT maupun tentara baru selesai bertugas di daerah konflik sama-sama perlu beradaptasi dengan lingkungan yang baru untuk survival. Karena itu di unit-unit tentara selalu ada pelayanan counselling, termasuk bimbingan kerohanian, terutama bagi tentara yang baru selesai bertugas di medan konflik.

Anak-anak korban KDRT itu sangat rentan terhadap masalah mental seperti stres dankegelisahan. Bila tentara saja dapat mengalami kegilaan pasca perang, tidak tertutup kemungkinan anak akan mengalami hal yang serupa.

Karena itu pula, dalam penanganan situasi pasca konflik oleh PBB juga menyertakan pelayanan counseling untuk mengikis trauma yang membekas di jiwa anak-anak atau wanita di daerah konflik.

Penelitian Eamon McCory dari University College London itu membuktikan bahwa pada kejadian traumatis bisa masuk ke dalam otak tanpa disadari dan kemudian menyatu dengan sifat mereka.

Karena itu, anak-anak produk lingkungan rumahtangga yang mengalami KDRT, bila tidak ditangani dengan tepat, akan tumbuh tanpa kondisi mental yang normal.Bila tidak diatas, mereka berpotensi menjadi pembunuh, gila, atau merusak dirinya sendiri. Serius!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun