PERISTIWA terbenamnya sebagian kota dan desa di Sidoarjo akibat ‘human error’ dalam pengeboran gas PT Lapindo bukan saja menimbulkan bencana kemanusiaan karena rakyat terpaksa mengungsi, kehilangan rumah tempat tinggal dan bahkan tempat mencari makan. Sama seperti gempa bumi, dampak yang ditimbulkan bencana seperti ini juga berdimensi sosial, politik bahkan ekonomi.
Waspadalah, menurut ilmuwan, bencana sepertilumpur Lapindo juga berpotensi menimbulkan gempa.Kenapa?
Akhir-akhir ini memang banyak terjadi gempa di seluruh belahan dunia. Para ahli pun kini berupaya memetakan penyebab terjadinya gempa bumi. Mungkin saja, karena pergerakan lempeng tektonik dalam permukaan bumi atau gunung meletus sehingga bagian cair dari dalam bumi banyak bergerak.
Atau, adakah alasan lain yang didukung dengan bukti ilmiah, bahwa gempa juga terjadi karena ulah manusia!
Dikutip dari popsci, setidaknya terdapat 200 gempa dengan kekuatan setidaknya 4,5 skala Richter selama 160 tahun belakang yang merupakah buah perbuatan manusia.
Penelitian itu menyebutkan sumbernya, yakni kegiatan pertambangan gas, minyak, mineral, dan membangun bendungan besar, seperti yang diucapkan oleh Christian Klose, peneliti dari Columbia University yang meneliti gempa buatan.
Klose mencontohkan sebuah bendungan raksasa dari Cina yang mengakibatkan gempa yang besar juga. Bendungan Zipingpu di propinsi Sichuan, Cina, pada tahun 2008, untuk menampung air sebanyak 12,9 miliar meter kubik. Pembuatan dam ini, menurut Klose, menjadi gempa buatan terbesar dalam sejarah, yang menyebabkan gempa berkekuatan 7,9 skala Richter yang membunuh hampir 80.000 jiwa.
Menurut Klose hal ini sama prinsipnya dengan piring kertas. Ketika kita menekan piring tersebut, piringnya akan membengkok, sama dengan lempeng tektonik yang ada di bawah permukaan bumi.
Air ditampung dalam bendungan Zipingpu diestimasikan seberat hampir 320 juta ton, sehingga menurutnya wajar bila beban seberat itu menekan lempeng tektonik. Hanya dua tahun setelah bendungan tersebut dibangun, terjadilah gempa besar dengan episentrum sekitar 4,8 km dari bendungan.
Dalam peristiwa lain yang terjadi di Basel, Switzerland, gempa terjadi sebagai akibat dari pembuatan pembangkit tenaga geotermal (panas bumi) pada tahun 2006.
Untuk memperoleh panas bumi, mengebor ke dalam permukaan bumi untuk menemukan uap panas merupakan keharusan. Khususnya untuk area yang tidak terdapat banyak air maka membuat lubang bor dapat dilakukan dengan menyuntikkan air bertekanan tinggi, yang menyebabkan retakan-retakan kecil.
Retakan itulah kemudian membuat permukaan menjadi tidak stabilhingga memudahkan terjadinya gempa berkekuatan 3,4 skala Richter.
Contoh lain adalah akibat sebuah pertambangan batu bara di Newcastle, Australia, untuk mengeluarkan jutaan ton batu bara dan air sebanyak 4,3 kali dari batu bara itu.
Maksudnya supaya tidak terjadinya banjir dalam tambang tersebut, namun hal yang terjadi malah sebuah gempa berkekuatan 5,6 skala Richter, sebagai akibat melemah dan tidak stabilnya area permukaan bawah di sekitar tambang tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H