Ini adalah kesempatan saya yang pertama untuk membuat sebuah tulisan.
Saya, Mama, dan Papa berasal dari Palembang. Saya bersekolah di Playgroup Tadika Puri dan TK Indriyasana. Tahun 1986, Papa dimutasi dari perusahaan tempatnya bekerja ke Samarinda. Mama dan saya juga ikut pindah. Saya memulai sekolah di SD Katolik 3 WR Supratman, Samarinda.
Saya mengalami stroke yang pertama pada tanggal 27/08/1988. Saat itu saya kelas 3 SD. Umur saya belum genap 8 tahun. Tiba-tiba pembuluh darah di otak saya pecah saat terjadinya stroke. Tidak ada tanda-tanda atau gejala sebelumnya. Sakit kepala/migren pun tidak.
Kejadiannya pada pagi hari di dalam kelas Sekolah Dasar. Ketika sedang menulis pelajaran Matematika, tiba-tiba tangan kanan yang saya gunakan untuk menulis jatuh, dan terasa berat untuk diangkat. Guru (Pak Colvinus) menggendong saya ke ruang kesehatan. Beberapa saat kemudian saya tidak sadar selama dua hari. Ketika sadar saya sedang terbaring di rumah, dan saya mengatakan kepada orang tua saya jika tangan dan kaki saya sebelah kanan tidak bisa digerakkan (lumpuh).
Kemudian saya dibawa ke Jakarta dengan posisi terlentang di dalam pesawat. Saya berobat dengan Dr. Priguna Sidharta, Spesialis Saraf, yang sekarang sudah profesor dan almarhum. Waktu itu saya di CT-Scan, ada pendarahan di otak saya sebelah kiri. Dr. Sidharta mengatakan kalau penyakit saya adalah penyakit yang langka.
Kemudian Papa konsultasi dengan keluarga di Singapura yang dokter umum, praktek di Rumah Sakit Mount Elizabeth. Saya disarankan untuk berobat dengan Dr. Devathasan Gobinathan, Spesialis Saraf & Neurologi, yang praktek di RS itu juga.
Sebelum ke Singapura saya sempat fisioterapi dengan fisioterapis dari Rumah Sakit Sumber Waras. Fisioterapis yang mengunjungi saya. Kebetulan saya tinggal di rumah keluarga yang jaraknya dekat dengan RS itu. Saya latihan menggerakkan tangan, kaki, termasuk jari-jari, latihan berjalan, belajar menulis dan memegang sendok dengan menggunakan tangan kiri. Tidak menggunakan garpu lagi.
Saat itu saya juga menggunakan kursi roda. Harus ada yang mendorongnya karena bagian tubuh saya sebelah kanan tidak bisa digerakkan. Saya memberanikan untuk berdiri dan berjalan walaupun orang tua merasa takut kalau saya sampai jatuh, atau bahkan jatuh membentur meja. Tidak sampai satu minggu saya menggunakan kursi roda, dan akhirnya saya bisa berjalan sendiri tanpa alat bantu.
Ketika di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, awalnya saya ditangani oleh Dr. Devathasan. Kemudian Dr. Devathasan memberi saran untuk berobat ke Dr. Robert Kwok, Spesialis Radiologi Diagnostik.Â
Saya menjalani Magnetic Resonance Imaging (MRI) waktu ditangani oleh Dr. Robert. Ada pendarahan di otak kecil saya bagian sebelah kiri. Otak kecil (cerebellum) terletak di belakang kepala, di bawah otak besar (cerebrum).