Mohon tunggu...
Edwin Bagus Joharta
Edwin Bagus Joharta Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang menulis...

Karyawan swasta. Senang membaca, namun sudah lama tidak menulis, naik gunung dan berlari.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Merapi: Menggapai Puncak

29 April 2012   20:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:57 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini merupakan pendakian kedua saya ke Gunung Merapi. Dan kali ini pula saya dan 4 rekan saya berhasil mencapai puncak gunung tersebut. Berawal di hari Selasa, ketika mendapat sms dari Aris bahwa ia mendadak medapat libur 2 hari dari pabrik tempat ia bekerja. Dia mengajak saya kembali mendaki Gunung Merapi, dan dengan senang hati saya pun menerima ajakan tersebut. Dengan persiapan fisik dan logistik yang apa adanya, akhirnya pada hari Rabu, 14 Desember 2011 saya, Aris, Rena, Edi dan Ivan sepakat untuk berangkat menuju Basecamp Bara Meru di Selo. Waktu itu sekitar pukul 5 sore ketika kami mulai meninggalkan rumah, dan tampak hamparan mega yang keabu-abuan menggantung menutupi langit. Dengan cuaca yang agak murung seperti ini membuat kami yakin akan turun hujan malam itu. Dan seperti apa yang kami pikirkan, tepat sebelum kami berhasil mencapai Basecamp, hujan deras mengguyur tubuh kami. Seperti yang kami duga, Basecamp kala itu sangat sepi. Tak ada satu pun pendaki selain kami, maklum lah hari itu bukan hari libur sehingga jarang sekali ada pendaki. Akhirnya sambil menunggu hujan reda kami memesan nasi goreng dan teh panas kepada pemilik rumah. Setelah selesai makan, karena tidak ada tanda-tanda hujan akan reda, jadilah kami terkapar dengan perut cukup kenyang dan mengantuk. Sekian lama kami beristirahat menunggu radanya hujan, tak ada percakapan yang keluar dari mulut kami untuk beberapa jam. Terdiam dalam pikiran kami masing-masing, membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Dan dalam senyap itu pula, terdengar suara rintik-rintik hujan mulai memudar digantikan desiran angin yang lembut nan dingin. Saya pun bangkit, membuka pintu mencari tahu apa yang terjadi. Terlihat kabut putih tipis yang tadinya memenuhi seluruh pelataran Basecamp kini mulai turun dan hilang. Tinggal sisa rintik air hujan yang tak usah menunggu waktu lama pasti akan hilang juga. Kami pun segera bersiap. Melawan rasa nyaman dan kehangatan yang sudah kami terima saat beristirahat dan menggantinya dengan udara malam yang dingin dan basah. Setelah mengisi botol-botol minuman dengan air dan menyiapkan senter, kami pun berpamitan kepada penjaga Basecamp untuk mulai melakukan pendakian. Perlahan-lahan kami berjalan sambil membiarkan tubuh kami bereaksi dan menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Pukul 9 malam waktu kami mulai memasuki medan pendakian. Kami berjalan berbaris dengan ransel di punggung kami masing-masing dan saya berada di paling belakang. Dengan sangat telaten kami berjalan pelan namun pasti. Sesekali berhenti menghela nafas dan mengagumi gemerlapan lampu kota yang tadinya tertutup kabut. Gunung Merbabu di sebelah utara kami pun tampak gagah dengan awan yang menyelimuti sebagian tubuhnya. Sementara kami berhenti dan mengagumi pemandangan yang menhampar indah, kami pun bernyanyi yang lebih tepatnya berteriak. Menyadari bahwa tidak ada pendaki lain malam itu kami mencoba memecahkan keheningan dengan cara itu. Ada beberapa kejadian yang membuat pendakian kali ini cukup menegangkan. Yang pertama adalah ketika kami mencapai Pos pertama, tiba-tiba dari balik semak muncul seekor mamalia seperti musang dengan mata yang menyala dalam gelap. Dan hewan itu mengikuti kami dari Pos I hingga kami membuat tenda di Pasar Bubrah. Kemudian yang kedua, tepat sebelum Pos II kami menemukan terpal dan beberapa potong pakaian di semak-semak. Kami pun bertanya-tanya. Namun biar bagaimanapun kami juga berusaha berpikir positif. Saya mencoba berpikir dengan logika. Untuk khasus yang pertama itu adalah hal yang biasa di daerah seperti itu dan untuk yang kedua saya berpikir mungkin itu memang sengaja ditinggalkan oleh pendaki yang sedang turun kerena kelelahan atau susah untuk membawanya turun. Dan pada kenyataannya semua itu hanya berlalu begitu saja, tidak ada hal-hal lain yang terjadi. Setelah berjalan cukup lama, akhirnya kira-kira jam 1 malam sampailah kami di Pasar Bubrah. Kami segera mendirikan tenda, membuat api unggun, memasak dan kemudian beristirahat. Hari masih sangat pagi ketika sayup-sayup terdengar percakapan dan beberapa orang berlalu lalang. Saya pun terbangun dan melihat keluar. Ternyata ada pendaki lain yang mendirikan tenda beberapa meter ke selatan dari tenda kami. Diperkirakan mereka datang ketika kami sudah pulas tertidur. [caption id="attachment_178066" align="alignleft" width="300" caption="Matahari Terbit - dari Pasar Bubrah"][/caption] Setelah kami semua bangun, membuat sarapan dan melakukan aktivitas kami masing-masing, kami pun segera bergegas untuk mencapai puncak Merapi pagi itu. Sekitar pukul 7 ketika kami meninggalkan tenda kami dan berangkat trekking ke puncak. [caption id="attachment_178067" align="alignleft" width="300" caption="Berjalan Menuju Puncak Gunung Merapi"]

1335726900797447131
1335726900797447131
[/caption] Sebenarnya kami melalui jalur ke puncak yang salah. Seharusnya kami melewati jalur selatan, tetapi sebaliknya kami melewati jalur utara. Dan jalur yang kami lalui ternyata sangat berat. Medan yang terdiri dari pasir, kerikil dan bebatuan membuat setiap kali kaki kami salah memijak akan menyebabkan batu-batu dan pasir longsor dan menggelinding ke bawah. Selain itu, medan yang demikian membuat kami mudah merosot  ke bawah dan tidak ada bebatuan yang kuat yang dapat digunakan untuk berpegangan. Kami pun akhirnya mengatur cara berjalan kami. Kami harus menjaga jarak antara satu dengan yang lainnya untuk mengurangi resiko bila terjadi longsor atau bebatuan yang menggelinding ke bawah. Sesekali kami berhenti, beristirahat sembari menikmati pemandangan dari atas. Merbabu tampak indah dan langit cukup cerah karena masih pagi. Dari kejauhan tenda yang kami dirikan di Pasar Bubrah hampir tidak terlihat. [caption id="attachment_178076" align="alignleft" width="300" caption="Gunung Merbabu"]
13357298931992958660
13357298931992958660
[/caption] Kira-kira 2 jam kami berjuang melewati medan yang curam serta cukup rawan dan akhirnya setelah melalui semuanya itu untuk pertama kalinya saya menggapai puncak Gunung Merapi. Kami beristirahat, berfoto dan menikmati pemandangan dari atas puncak cukup lama. Hingga lama-kelamaan cuaca mulai berubah dan pandangan kamipun tertutup oleh kabut. [caption id="attachment_178072" align="alignleft" width="300" caption="Menggapai Puncak"]
1335729661895728482
1335729661895728482
[/caption] [caption id="attachment_178071" align="alignleft" width="300" caption="Kawah Merapi tertutup kabut"]
13357295421131494518
13357295421131494518
[/caption] Kami turun melalui jalur yang berbeda, yakni jalur sebelah selatan yang lebih mudah. Melalui jalur ini pula kami dapat turun dengan lebih cepat. Dan setelah kami sampai di Pasar Bubrah, kabut turun dan memenuhi tempat tersebut. Samar-samar tampak tenda kami berada jauh di sebelah utara. Kami beristirahat sejenak sesampainya di tenda. Kemudian memasak air dan memasak mie instan. Pukul 11 siang kami mulai mengemasi barang-barang, melipat tenda dan memasukkannya kedalam ransel. Tak berselang lama hujan pun turun dan mau tidak mau kami harus turun dengan berhujan-hujan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun