Mohon tunggu...
Edwin Bagus Joharta
Edwin Bagus Joharta Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang menulis...

Karyawan swasta. Senang membaca, namun sudah lama tidak menulis, naik gunung dan berlari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Filosofi Sesaji Gunung Berapi

29 Oktober 2011   16:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:08 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dari setiap wilayah di Indonesia pasti memiliki tradisi dan kepercayaan akan roh-roh dan kekuatan gaib. Kepercayaan tersebut tumbuh dari gejala-gejala alam yang terjadi di sekitarnya. Dan hal itu muncul sejak zaman nenek moyang kita. Mereka percaya bahwa semua benda yang ada di sekeliling manusia itu bernyawa dan semua yang bergerak itu hidup serta mempunyai kekuatan gaib dan mempunyai watak baik atau buruk. Mereka juga beranggapan bahwa semua roh yang ada terdapat roh yang paling berkuasa dan lebih kuat dari manusia, maka dari itu untuk menghindari roh jahat mereka menyembahnya dengan jalan mengadakan upacara tradisi mereka.

Salah satu yang paling terlihat adalah kebudayaan-kebudayaan dan tradisi yang terjadi di daerah lingkungan gunung berapi. Sebut saja Gunung Merapi yang terkenal dengan tradisi labuhan. Labuhan di Gunung Merapi adalah salah satu upacara yang diselenggarakan secara rutin oleh Kraton Yogyakarta dan diadakan sekali dalam setahun, tepatnya tanggal 30 Rajab. Upacara labuhan ini selalu dipimpin sendiri oleh Sang Juru Kunci. Labuhan artinya sama dengan larung atau membuang sesuatu di dalam air (sungai atau laut) atau memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat

 

 

 

Selain Gunung Merapi, ada juga Gunung Kelud. Gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar, kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota Kediri, tepatnya di desa Sugihwaras. Upacara larung sesaji ini selalu di laksanakan pada tanggal 23 Suro dan dipimpin juga oleh Juru Kunci Gunung Kelud. Menurut kepercayaan penduduk sekitar, kawah gunung ini dijaga sepasang buaya putih, yang konon merupakan jelmaan bidadari.

 

 

 

 

Masih banyak lagi tradisi Labuhan Gunung yang dilaksanakan di daerah-daerah di Indonesia. Di mana kepercayaan-kepercayaan dan tradisi-tradisi tersebut sebenarnya memiliki satu makna dan tujuan yang sama, memberi persembahan kepada Sang Gunung agar tidak mengeluarkan murka dan amarahnya dan menghancurkan umat manusia.

Dari tradisi-tradisi tersebut sebenarnya tersimpul sebuah filosofi, di mana kita sebagai manusia ciptaan Tuhan harus belajar menghormati alam ciptaan-Nya. Kita harus menyadari bahwa alam ini diciptakan dan disediakan bukan hanya untuk manusia saja, tetapi juga untuk makhluk ciptaan-Nya yang lain.

Kita dituntut untuk menghormati alam supaya keseimbangannya tetap terjaga, dan bencana yang terjadi nantinya bisa dengan baik ditanggulangi. Bukan berarti kita sebagai manusia bisa menghentikan aktivitas alami gunung berapi, namun setidaknya dengan menghormati alam dan menjaga keseimbangannya kita bisa menanggulangi kerusakan yang dibuat oleh aktivitasnya.

Alam memang tidak bisa ditebak, tetapi alam bisa berbicara kepada kita. Dengan pesan-pesan yang disampaikannya melalui kondisi dan keadaan lingkungan, ia memberitahu kita untuk selalu waspada. Untuk selalu menghormati alam dan yang paling utama adalah untuk selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan alam ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun