Mohon tunggu...
edwi yanto
edwi yanto Mohon Tunggu... Penulis - pekerja teks di Surakarta

orang biasa yang masih butuh amal kebaikan dan pencerahan hidup, mencintai kebenaran sejati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Melawan Jokowi dengan Kuliah Subuh

17 Maret 2014   18:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:50 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah Ketua Umum PDIP memberi mandate kepada Jokowi untuk maju menjadi Capres, banyak kalangan ulama yang kebarakaran jenggot alias sewot. Tak terkecuali pribadi-pribadi di tubuh MUI seperti KH Cholil Ridwan ( walau jenggot beliau yang lembut tersebut masih terlihat indah).

Mendadak umat Islam merasa tersadarkan untuk menghimpun kekuatan guna menghadang kemungkinan rakyat terperdaya oleh siaran media. Termasuk acara tablig akbar yang akan diprakarsai oleh Pak Kholil dan beberapa ulama yang takut jika yang mereka anggap kekuatan kafir menguasai negeri ini jika Jokowi menjadi Presiden. Pak Cholilpun mengontak beberapa ulama di berbagai daerah, untuk mengerahkan massa-nya guna menyukseskan acara tersebut.

Dalam kasus ini setidaknya ada catatan yang menggugah umat Islam yang lama terlena dengan perpecahan.

Salah satunya’ Selama ini umat Islam cenderung tidak rukun. Bahkan hanya beda cara sholat saja sudah menumbuhkan kebencian. Sehingga mereka sudah memendam kebencian dengan saudaranya. Nah setelah ada kekuatan sekuler ( yang umumnya disukai rakyat Indonesia) berpotensi untuk kuasa, mereka umat Islam pada sewot. Mereka lupa bahwa seorang menjadi penguasa atau tidak adalah takdir Tuhan.

Nah, intinya saya berpikir bahwa sesungguhnya tokoh sekulerlah yang mampu menjembataniperpecahan umat Islam tersebut. Kenapa? Karena tokoh sekuler itu kan diajak keana-mana mau atau bisa. Tidak mengharamkan atau menegasikan pemahaman Islam antara satu dengan lainnya. Jadilah Ia menjadi titik temu.

Bukankah selama ini umat Islam masih ribut masalah cingkrang bukan cingkrang, khunut, bukan khunut dsb. Misalnya jika presidennya dari kalangan NU, mungkin ada tokoh Muhammdiyah yang iri dan menjegalnya di tengah jalan dengan digelarnya SI. Walaupun dulunya si tokoh Muhammdiyah itu mendorongnya jadi presiden melalui poros yang ia bentuk. Ia bengong ketika pertama kali ada lagu sholawatan menggema di gedung MPR/DPR.

Bukankah di Indonesia tak semua setuju sholawatan? Bukankah tak semua muslimin Indonesia patuh pada hasil majlis tajrih Muhammdiyah….? Belum lagi perbedaan di tubuh komunitas kecil keislaman yang demikian banyak dan dasyat. Kenapa tidak bias bersatu sejak dulu wahai umat Islam Indonesia….?

Nah dengan adanya jokowi maju jadi capres, tiba-tiba banyak yang sewot. Buakankah perbedaan yang ada itu akan mendatangkan titik temu bila yang maju dari partai sekuler…?

Dalam kesadaran kolektif masyarakat Indonesia yang sedang berkiblat pada hegemoni media besar (kecuali pada TV MNC goup dan keluarga Bakrie), pastinya kepopuleran jokowi tak diragukan lagi untuk dipilih. Nah kalau umat Islam hanya melawannya dengan kuliah subuh, tentunya sudah tidak efektif. Karena itu, mari buang segala ego kelompok- kelompok Islam, saatnya kita bersatu mereeengkuhhhpersaudaraan. Syukur nanti presiden terpilih bisa berpihak kepada umat Islam. Itu dulu yang bisa kita perjuangankan. Memperbaiki diri pribadi dulu yang mesti kita perjuangakan sebelum nantinya ada tokoh dari kalangan umat Islam yang bisa jadi presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun