Mohon tunggu...
Edwin Sholeh Rahmanullah
Edwin Sholeh Rahmanullah Mohon Tunggu... Insinyur - Green Technology antusiast and share idea...

Ideation, ideas for nation... Hanya sekumpulan ide untuk bangsa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ide 4: Memperbanyak e-Toll Pass dan e-Toll Card, Cikal Bakal ERP

6 Juni 2014   21:15 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:59 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption] Sekali lagi harus saya tulis ide tentang transportasi khususnya masalah kemacetan. Ya, karena setiap hari saya dan kita yang di Jabodetabek mengalaminya. Bahkan di jalan tol yang katanya adalah jalan bebas hambatan. Ironis. Salah satu sumbatan kemacetan di Tol adalah ketika memasuki Gerbang Tol untuk melakukan pembayaran Tol. Sebelumnya saya mengamati, ada peluang agar saya tidak terlalu terjebak kemacetan di pintu gerbang Tol, setelah saya lihat kalau di GTO (Gerbang Tol Otomatis) yang harus menggunakan e-toll card antriannya lebih tidak panjang, bahkan terkadang sepi. Maka saya belilah kartu sejenis dari salah satu minimarket yang bisa digunakan juga untuk e-toll card. Saya pikir tidak ada ruginya karena kartunya sebenarnya gratis, dan uang yang didepositkan bisa kita pakai juga. Hasilnya cukup signifikan, saya bisa menghemat waktu sekitar 2 - 5 menit, tergantung panjangnya antrian di gerbang tol. Saya lihat bahkan untuk gerbang GTO yang mengkhususkan e-toll pass saja selalu sepi. Saya sempat kepikiran untuk membeli alatnya, namun saya masih berpikir dua tiga kali, karena harus membayar untuk membeli alat tersebut. Hehe... dasar prinsip ekonomi banget. Mungkin yang saya pikirkan, kepikiran juga bagi kebanyakan orang. Saya jadi berpikir, mungkin inilah penyebabnya mengapa e-toll pass masih sepi peminat dan gerbangnya selalu kosong, dan belum ada penambahan gerbang baru. Sedangkan e-toll card, dengan peminat yang sedikit lebih banyak pun Gerbangnya saat ini belum bertambah juga. Orang masih cari yang gampang, menurut mereka, bayar cash, meskipun harus rela antri panjang. Di Jepang, seratus persen toll-nya adalah e toll pass, bahkan untuk bus dan truk sekalipun. Di Malaysia, 50% persen lebih gerbang tolnya sudah e-toll card, dan banyak juga yang sudah e-toll pass. Bahkan di gerbang yang menyediakan pembayaran cash, orang bisa melakukan isi ulang kartunya. Adakah cara yang bisa membuat orang mau menggunakan e-toll card dan bahkan e-toll pass? Saya jawab dengan tegas, ADA. Tinggal pihak terkait mau menjalankan atau tidak saja. Untuk memperbanyak pengguna e-toll card perluas akses untuk mendapatkan e-toll card. Pertama, jangan hanya dibatasi dari Bank M*nd*r*, saya bukannya anti Bank M*nd*r*, saya juga tidak berafiliasi dengan Bank mana pun, ini hanya dalam rangka memperluas akses, memudahkan orang memiliki e-toll card. Taruhlah mau dibatasi Bank BUMN, itu juga bisa, ada Bank BN*, BT*, BR*. Ditambah juga ada pula segmen orang yang anti Bank Konvensional, jadi dari Bank Syariah M*nd*r* pun harusnya bisa, juga bank-bank syariah milik BUMN. Semakin banyak bank terlibat, semakin mudah orang memiliki. Penjualannya pun harus lebih masif, jangan hanya di salah satu minimarket saja, tapi di semua mini market, di supermarket, di pasar, kalau perlu seperti voucher telepon saja, bisa isi ulang di kios-kios. Kalau perlu bisa isi ulang lewat aplikasi mobile dan smartphone. Dan juga bisa diisi ulang saat transakasi pembayaran tol di gerbang tol tertentu. Ini tentu menjadi bisnis yang besar bagi Jasamarga dan penyelenggara tol lainnya. Intinya semakin mudah orang mengakses dan mengisi ulang semakin baik. Setelah semakin banyak orang memiliki e-toll card, sekarang bagaimana memperbanyak pengguna e-toll pass? Karena e-toll card menjadi dasar pola pembayaran, sedangkan e-toll pass akan memudahkan pada saat bertransaksi, tidak perlu lagi membuka kaca jendela mobil dan men-tap kartu. Ini akan mempercepat proses transaksi di gerbang tol. Hambatan utama orang malas menggunakan e-toll pass, seperti yang saya rasakan sendiri adalah harga alat e-toll pass yang relatif mahal (meskipun seharusnya tidak untuk pemilik mobil, karena hanya ratusan ribu dibanding harga mobil ratusan juta). Pertama, untuk "memaksa" orang membeli alat e-toll pass ditujukan pada calon pembeli mobil baru. Di sini, pemerintah mewajibkan penjual mobil baru/dealer untuk memasangkan alat e-toll pass pada setiap mobil baru yang dibeli. Sekali lagi, apalah arti ratusan ribu dibanding harga mobil ratusan juta. Daripada memberi bonus GPS, Audio, dan aksesoris lain, tentunya alat e-toll pass bisa juga lebih bermanfaat sebagai aksesoris. Konsumen akan tidak terasa dengan membeli mobil ratusan juta otomatis mendapatkan alat e-toll pass. Bagaimana dengan pengguna mobil lama? Mudah saja, kerja samalah dengan Polri. Setiap perpanjangan STNK yang 5 tahunan, biasanya dikenakan pajak yang cukup lumayan, rata-rata di atas 5 juta. Nah, sekalian diwajibkan menambahkan sedikit ratusan ribu, maka setiap orang melakukan perpanjangan STNK 5 tahunan akan mendapat "bonus" alat e-toll pass. Mudah bukan? Asal mau melakukan. Setelah itu, berikan himbauan kepada lembaga finance dan bank-bank yang memiliki produk Kredit Pemilikan Mobil (KPM), untuk memberi bonus isi ulang e-toll card atau bahkan mendapat bonus alat e-toll pass jika saat membeli mobil baru ataupun bekas di lembaga finanace atau bank mereka. Sebagai iming-iming bonus dan promosi. Setelah, semua langkah mudah di atas dijalankan, tinggal perbanyaklah gerbang Tol e-toll card dan e-toll pass, karena bersiaplah akan lebih banyak yang ngantri. Hehehe. Lalu, apa hubungannya dengan ERP (Electronic Road Pricing)? Setelah semakin banyak yang menggunakan modul/alat e-toll pass, maka ini akan menjadi sarana yang mudah untuk memberlakukan ERP. Karena pada prinsipnya ERP bisa diterapkan jika semua mobil sudah memiliki modul sejenis e-toll pass tersebut. Selamat menjalankan ide ini, bagi siapa pun yang mau menjalankan. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun