Wisma atlet yang sedang dibangun diberitakan ternyata dikorupsi oleh banyak pihak. Uang diberitakan mengalir ke mana-mana, ke orang-orang brutal yang mau membagikan dan menerimanya. Tidak terbayangkan bagaimana nantinya bentuk wisma atlet itu setelah jadi. Mungkin kualitasnya tinggal seberapanya. Atau kualitasnya masih tetap memadai karena dulunya bisa saja biaya sudah dimark up sehingga meskipun sudah dikorupsi habis-habisan, bangunan masih bisa tetap berdiri sesuai rancangan. Bercermin dari fenomena korupsi ini, Penulis menjadi ingat akan pengalaman pribadi dan famili pada saat membangun rumah dan merenovasinya. Di setiap membangun dan merenovasi rumah, selalu saja pemborong dan tukangnya tidak jujur. Penulis tidak mengatakan bahwa semua tukang dan pemborong bangunan tidak jujur, tapi ini mengungkapkan pengalaman yang pernah ditemui. Modusnya, mereka membawa sebagian material yang dibeli pulang ke rumah mereka sendiri, memalsukan kuitansi dari toko bahan bangunan, menulis kuitansi sendiri, menaikkan harga bahan bangunan, mengganti material dengan kualitas yang lebih rendah, dan hal-hal yang semacam itu. Penulis sungguh merenung, benarkah tidak ada tukang yang jujur? Benarkah tidak ada pemborong bangunan yang jujur? Mengapa mereka tidak takut Tuhan? Padahal penulis sudah selalu membayar keuntungan lebih besar kepada pemborong dibanding pemilik rumah-rumah lainnya, selalu membayar tukang dengan bayaran yang premium, memperlakukan dengan baik dan ramah, menyediakan snack pagi dan sore, dan makan siang. Kurang apa lagi coba? Memang bisa dipahami bahwa mereka memerlukan biaya hidup cukup besar untuk keluarga mereka, tapi yang tidak bisa dipahami adalah mengapa mereka melakukan perbuatan yang tidak jujur. Kembali kepada peristiwa korupsi wisma atlet itu, yang skalanya pasti jauh lebih besar karena anggaran proyeknya hampir Rp 200 milyar, jauh lebih besar daripada rumah pribadi. Kalau memang benar sudah terlalu banyak dikorupsi dan menjadi ajang skandal, mengapa SEA Games-nya tidak dibatalkan atau ditunda dulu saja karena menimbulkan ketidakpastian penyelenggaraan, hanya mempermalukan bangsa kalau kualitas fasilitas hanya seadanya. Bukan prestasi yang diekspor tapi citra ketamakan dan korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H