Komisaris BUMN masih banyak yang dirangkap para birokrat. Seolah-olah praktek ini wajar saja dan memang tak banyak yang memprotes. Penulis berkali-kali menyampaikan, tidak ada beban mereka dalam bentuk target KPI yang jelas.
Mereka berkontribusi atau tidak, mereka tetap dibayar mahal. Bahkan bayarannya jauh di atas pegawai-pegawai BUMN itu yang sehari-harinya bekerja keras memeras pikiran, tenaga dan waktu. Ini sungguh tidak fair. Sampai di mana peran mereka dalam memajukan perusahaan juga tidak jelas.
Apalagi sudah umum diketahui bahwa para birokrat itu belum mampu mereformasi diri mereka. Mereka masih menjadi beban masyarakat yang menghambat kemajuan. Salah satu penyebab jatuhnya daya saing bangsa adalah pelayanan birokrasi yang luar biasa korup dan lambat.
Peran mereka masih negatif, belum positif membawa pembaruan dan kemajuan. Oleh karena itu, para pejabat birokrat mestinya fokus ke pekerjaan utama mereka. Jangan lagi dibebani dengan tugas-tugas tambahan supaya mereka bisa melakukan reformasi diri sendiri, dan melayani masyarakat lebih baik.
Kalau waktu mereka diambil untuk mengurusi BUMN, bagaimana logikanya? Jangan-jangan kegagalan reformasi birokrasi ini adalah peran besar BUMN yang membebani mereka dengan tugas-tugas tambahan di luar tugas pokok mereka?
Logikanya lagi, para pejabat itu mengurusi birokrasi saja sudah gagal kok diberikan reward jabatan tinggi di BUMN sebagai komisaris? Bagaimana ini? Apa perusahaan itu akan bisa maju dengan para birokrat itu? Berapa belas tahun mereka sudah punya kesempatan untuk melakukan reformasi birokrasi tapi hasilnya masih seperti yang kita alami dan lihat saat ini?
Kalau diperlukan komisaris-komisaris BUMN, ambillah anak-anak bangsa yang sudah terbukti berprestasi. Ini sekaligus sebagai penghargaan buat mereka. Di perusahaan-perusahaan swasta banyak kok yang jauh lebih layak menjadi komisaris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H