Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan degan luas perairan yang sangat besar, bahkan berdasarkan hasil dari UNCLOS 1983 luas wilayah perairan Indonesia sebesar 3.257.357 km2 dimana jumlah ini lebih besar dari total luas daratannya. Luas perairan Indonesia yang sangat besar ini menyimpan potensi yang sangat besar juga, salah satunya adalah biodiversitas mikroalga. Menurut Pusat Data Statistik dan Informasi Sekertariat Jendral Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2013, Provinsi Sulawesi Utara memiliki garis pantai sepanjang 1.837 km, dengan garis pantai yang panjang ini Sulawesi Utara tentunya menjadi tempat yang ideal serta memiliki potensi untuk pengembangan industri mikroalga.Â
Mikroalga sendiri merupakan alga berukuran mikro yang biasa dijumpai di air tawar maupun air laut serta tergolong dalam mikroorganisme fotosintetik. Selain itu mikroalga juga termasuk makhluk uniseluler yang dapat hidup soliter maupun berkoloni, serta memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Berbeda dengan tanaman tingkat tinggi, mikroalga tidak mempunyai akar, batang, dan daun.Â
Jenis mikroalga yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah Chrysophyta atau ganggang emas, Cyanophyta atau ganggang hijau-biru dan Chlorophyta atau ganggang hijau. Jenis mikroalga yang beragam ini tentunya memiliki potensi pengembangan yang besar seperti pengembangan di bidang farmasi, kosmetik, maupun pangan fungsional.
Seiring dengan majunya teknologi, sebagian besar orang lebih memilih dan mengkonsumsi makanan yang sehat dan higenis serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Jenis makanan ini lebih dikenal dengan istilah pangan fungsional.Â
Pangan fungsional adalah makanan (bukan kapsul, pil atau tepung) yang berasal dari bahan alami dan jika dikonsumsi sebagai bagian dari diet harian dan akan memiliki fungsi tertentu bila dicerna, seperti meningkatkan mekanisme pertahanan secara biologis, mencegah penyakit tertentu, penyembuhan dari penyakit spesifik, mengendalikan kondisi fisik dan mental, serta menghambat proses penuaan.Â
Dalam pengembangan di bidang pangan fungsional, mikroalga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pangan fungsional karena memiliki nutrisi dan zat fitokimia yang tinggi. Sebagai contoh, Tetraselmis chuii memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu protein sebesar 48,42%, karbohidrat sebesar 12.10%, lemak 9.70%, aktivitas antioksidan berkisar antara 2.55-31.29 mg/mL dan total klorofil berkisar antara 3.65-19.20 mg/g.Â
Kemudian Spirullina sp. mengandung sekitar 55-70% protein yang kaya akan asam amino esensial dan memiliki beberapa kandungan mikronutrien lainnya. Dengan dasar inilah pengembangan mikroalga sebagai pangan fungsional menjadi prospek potensial untuk dikembangkan terutama di Sulawesi Utara dengan sumber mikroalga laut besar.
Salah satu bentuk pangan fungsional yang dapat diolah dengan menggunakan mikroalga adalah Snack Bar. Snack bar merupakan salah satu produk pangan berbentuk makanan ringan batangan yang berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan dan dapat dikombinasikan dengan berbagai bahan lain seperti buah-buahan yang dikeringkan.Â
Snack Bar yang dikombinasikan dengan mikroalga dapat menjadi jenis pangan fungsional berupa makanan ringan yang mengandung berbagai nutrisi yang kaya seperti protein, serat, vitamin A dan C, serta mikronutrien lainnya seperti kalsium dan potasium yang diperkaya dari sumber pangan lain seperti buah-buahan atau kacang-kacangan lokal. Pangan fungsional berupa Snack bar dengan kombinasi dari mikroalga dapat menjadi alternatif cemilan dan dapat dijadikan sebagai menu diet karena memiliki nutrisi yang lengkap dan bermanfaat bagi tubuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H