Semenjak aku masuk SMA dua bulan lalu, aku tidak tahu entah kenapa, kelembaban dari ujung seragamku yang basah oleh payung orang lain,bau parfum dari pakaian seseorang, tubuh hangat yang kadang-kadang menyentuh punggungku, dinginnya angin yang menerpa wajahku. Pagi ini aku berangkat menuju halte seperti biasa, ketika masih kecil terkadang aku merasakan langit lebih dekat, sangat dekat, karena itu aku suka hujan, karena dengan itu datang bau langit. Dan sering, pada pagi hari yang hujan, bukannya pergi ke sekolah aku malah pergi ke taman hanya untuk duduk menikmati indahnya hujan, dan di taman ini juga untuk pertama kalinya aku bertemu dengan dia, duduk di ujung kursi membaca sebuah buku puisi sambil mengkonsumsi bir dan coklat.
Bulan ini BMG telah menyatakan awal musim hujan, dan dapat dipastikan untuk beberapa bulan ke depan mungkin absen ku di pagi hari akan semakin bertambah banyak. Aku terlahir di keluarga yang hancur, aku tidak mengenal siapa ayah ku, aku hanya mendengar cerita tentangnya dari kakak ku saja. Ibu ku sering pergi entah ke mana, jikapun pulang pasti dalam keadaan mabuk atau sedang bersama seseorang, bisanya kakak sering menegur ibu, meskipun sudah berkepala 4 namun ibu masih terlihat muda, karena itu banyak masih yang tertarik padanya. Namun aku tidak pernah mempermasalahkan semua itu, aku beruntung punya kakak yang masih peduli pada ku, karena kakak sepanjang siang pergi bekerja, jadi aku yang mengurusi keperluan rumah mulai dari belanja, bersih-bersih rumah sampai memasak.
Hari ini hujan lagi, untuk kesekian kalinya juga aku membolos dari jam sekolah hanya untuk sekedar pergi ke taman dan menikmati indahnya hujan, dan untuk kesekian kalinya juga aku bertemu dengan dia. Akhirnya aku memberanikan diri untuk memulai pembicaraan denganya, “Apakah kantor mu tutup saat hujan ?”, “Entahlah, mungkin aku sedang tersesat sehingga bisa sampai ke sini” jawabnya, “Sambil membawa bir dan cokelat ?” aku kembali bertanya. Dia terdiam sejenak kemudian tiba-tiba tersenyum “Mungkin terlihat aneh, tapi tidak masalah, setiap orang punya keunikannya masing-masing. Dan bukankah seharunya kau pergi ke sekolah ?” dia balik bertanya, “Entahlah, mungkin aku juga tersesat sehingga sampai ke sini” aku menjawab, kemudian untuk beberapa lama kami saling diam dan kembali ke kesibukan masing-masing. “Baiklah, aku berangkat dulu, aku hanya membolos di pagi hari” aku berkata, dia hanya membalas dengan tersenyum dan beberapa saat sebelum aku pergi dia mengucapkan sepatah kata yang tidak ku mengerti “...Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak...”, aku tertegun sejenak dan melanjutkan perjalanan ku. Inilah awal pertama perkenalan kami, dan selanjutnya hampir setiap hari kami bertemu dan tanpa sadar kami semakin akrab. Kami saling berbagi cerita, bercanda, saling berbagi bekal, bahkan tanpa sadar aku menceritakan semua tentang diri ku yang bahkan orang lain tidak tahu. Malam, sebelum aku pergi tidur, pagi pada saat aku bangun, aku menyadari kalau aku berdoa agar turun hujan. Aku menyadari itu pada hari-hari cerah, aku seperti anak kecil yang merengek-rengek agar turun hujan yang dipenuhi dengan ketidaksabaran. Dia ada di lingkungan serta pergaulan orang dewasa yang begitu jauh dari jangkauan ku, bagiku dia bagai rahasia yang amat tertutup bagi dunia kecil ku. Yang pasti akau yakin akan 2 hal, pertama , dia pasti berpikir aku dan umur 15 tahun ku hanyalah cermin kekanak-kanakan, dan yang kedua adalah mendesain sepatu adalah satu-satunya hal yang mampu mengeluarkan ku dari sana. Hari ini dia memberikan ku sebuah buku tentang mendesain sepatu, dan akhirnya sudah ku putuskan untuk siapa akan kuberikan sepatu yang sedang ku kerjakan dalam beberapa bulan terakhir ini. “Sebenarnya aku sedang mendasain sebuah sepatu”, “Benarkah ? Untuk Siapa?” dia balik bertanya, “Sebenarnya adalah sepatu wanita, hanya saja aku kesulitan menentukan desain yang tepat”. Dia akhirnya mengijinkan aku untuk menggunakan kakinya, dan untuk pertama kalinya aku menyetuh kaki seorang wanita, sangat lembut sampai aku bisa merasakan hangatnya ke dalam jantung ku, “Kamu tahu ? Tanpa sadar aku kesulitan untuk kembali berjalan sepeti semula” tiba-tiba saja dia berkata seperti itu. Aku belum mengetahui apapun tentangnya, baik itu pekerjaannya, umurnya, masalah yang dihadapinya, bahkan namanya saja aku tidak tahu. Namun aku tidak pernah mempermasalahkan semua itu, karena aku sudah terpikat oleh pesonanya
Musim hujan berakhir lebih cepat dari yang ku duga, hari yang cerah pun terus berdatangan, aku tak punya alasan lagi untuk pergi ke tempat itu. Kuhabiskan sepanjang musim panas ini dengan belajar karena nilai ku yang semakin memburuk dan beberapa kali aku sudah dipanggil ke ruang Kepala Sekolah karena absen ku yang sangat banyak. Terkadang aku juga bekerja paruh baya untuk menabung sebagai biaya kuliah nanti, dan bahan-bahan yang ku gunakan untuk membuat sepatu bukanlah sesuatu yang kudapatkan secara gratis.Kadang aku merasa ingin sekali bertemu dengannya,namun jika aku terus memikirkannya sampai kapan pun sikap kekanak-kanakan ini tidak akan pernah hilang. Maka dari itu, aku akan membuat sepatu untuknya agar dia dapat berdiri kembali dan berjalan seperti sedia kala. Hari itu tiba-tiba saja banyak murid ramai bergerombol di depan pintu masuk sekolah, aku pun penasaran dan menghampiri keramaian tersebut, dan apa yang ku lihat saat itu benar-benar membuat ku sangat terkejut. Akhirnya, kejadian itu menjelaskan semua pertanyaan yang selama ini ku pendam dalam hati ku, ”Mungkin dia belum pernah mengajar di kelas mu, dia adalah guru Bahasa Indonesia di kelas kami, dia sangat baik kepada kami, tapi apa yang dilakukan anak kelas 3 sungguh keterlaluan. Menyebarkan fitnah yang bahkan sampai ke kedua orang tuanya hanya karena banyak pacar siswi perempuan yang jatuh hati pada Ibu Sherly, kami sudah meminta Ibu Sherly untuk melaporkannya ke Polisi, namun karena alasan untuk menjaga nama baik sekolah, dia tidak melakukannya” teman ku menceritakan semua tentangnya, masalah yang dihadapinya, aku bahkan terlibat perkelahian dengan anak kelas 3 hanya karena aku tidak terima dengan apa yang telah mereka lakukan terhadap Ibu Sherly.
Akhirnya kuputuskan untuk menemui dirinya, tidak sulit bagi ku untuk menemukan di mana dia berada, “Senja Di Pelabuhan Kecil, Chairil Anwar 1946, itulah puisi yang kau bacakan pada waktu itu, iya kan ?” sembari aku menghampirinya,”Ya, itulah jawaban yang benar, dan kenapa dengan wajah mu ?” dengan tatapan yang agak khawatir, “Tidak masalah, aku hanya terjatuh di halte tadi pagi, bercanda, aku berkelahi dengan anak kelas 3. Kenapa kamu tidak pernah menceritakannya dari awal ?”, “ Ku pikir kau telah mengetahuinya, karena cerita tersebut sudah menyebar ke seluruh sekolah, tapi sepertinya kau terlalu asik dengan dunia kecil mu” dia menjawab. Tiba-tiba saja saat itu langit berubah cepat menjadi mendung dan turun hujan lebat, kami berdua pun basah kuyup dan berlari sepanjang jalan menuju ke apartemen miliknya karena dekat dengan taman tersebut. Sembari menunggu hujan berhenti aku pun memasakan dia makanan, dan dia mengeringkan pakaian ku yang basah dengan setrika, sambil makan dia menceritakan semua tentang dirinya. Hari ini aku merasa sangat bahagia, dan tanpa sadar aku mengucapkan kata itu “Sherly, aku rasa aku jatuh cinta pada mu”, dia terdiam sejenak sambil menundukan kepala kemudian berkata “Kau pasti tahu kan bahwa ini tidak akan pernah berhasil”, perkataan itu benar benar mengguncang hati ku yang telah baitu banyak menaruh harapan kepadanya. Akhirnya , ku putuskan untuk pulang mesikpun hujanya belum berhenti, perasaan yang tersakiti ini membuat ku merasa sangat benci terhadap dirinya, aku merasa seperti anak kecil yang dipermaikan, sambil menuri tangga satu persatu pikiran ini terus saja berkecamuk, persaan yang bercampur aduk jadi satu, untuk pertama kalinya aku merasakan pahitnya cinta. Sampai tiba-tiba sebuah suara memanggil nama ku dari belakang, dan ketika aku menoleh, aku pun tak kuasa lagi menahan rasa ini “Sejak awal kita bertemu,kau adalah sosok yang seharunya ku hindari. Meminum bir di pagi hari, dan mengatakan puisi yang entah harus ku tanggapi dengan apa, kau hanya mendengarkan cerita orang lain, namun tidak pernah menceritakan tentang dirimu sendiri. Kau tahu kalau aku adalah murid di sekolah itu kan ? Benar-benar tidak adil, seandainya aku tahu kau adalah guru di sana, aku tidak akan membahas sepatu dengan mu, karena kau pasti tahu aku takkan bisa menghasilkan apa-apa. Kenapa kau tidak mengatakannya dari awal ? Apa kau sudah puas mempermaikan perasaan seorang anak kecil? Katakan saja langsung pada ku bahwa aku takkan bisa memenuhi harapan mu, katakan saja aku takkan bisa mewujudkan mimpi ku,kau tahu itu sejak awal,kenapa kau tidak mengatakannya,katakan kalau aku mengganggu mu, katakan kalau kau membenci ku. Karena sikap mu yang seperti itulah yang tak pernah mau bercerita, yang selalu menutup diri, itulah mengapa kau selalu sendiri,sepanjang hidupmu !” kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku,namun semua yang terjadi setelah itu benar-benar di luar dugaan ku, tiba-tiba saja dia berlari ke arah ku dan langsung memeluk tubuh ku, di pelukan ku dia menangis sejadi-jadinya, tubuh ku yang semula dingin menjadi sangat hangat karena tetesan air matanya yang begitu banyak “Setiap pagi, setiap pagi aku selalu bersiap untuk pergi ke sekolah, tapi aku takut, aku tak sanggup pergi ke sana. Di tempat itu aku bertemu dengan mu, kau yang memberi ku semangat untuk bangun tiap pagi dan melanjutkan hidup” itulah kata yang benar-benar merubah perasaa hati ku berbalik 180 derajat.
Musim panas pun berakhir memasuki musim hujan, kali ini terasa berbeda tanpa ada dirinya yang selalu menemaniku setiap paginya, aku mendapat nilai yang cukup jelek pada ujian akhir, aku sudah menghabiskan banyak kulit yang entah berapa jumlahnya, aku pun tetap bekerja paruh baya sambil menabung untuk keperluan kuliah ku nanti. Terkadang setiap hujan turun, aku bergumam “Saat ini apa yang sedang dia lakukan ?”. “...tanpa ku sadari isi surat ini begitu panjang. Terima kasih sudah membacanya sampai akhir. Sehat selalu Dimas, semoga hari yang cerah di musim panas cepat datang agar kamu tidak membolos lagi. salam hangat Sherly” aku sering berulang-ulang membaca surat darinya, karena sudah ku putuskan aku pun harus berlatih berjalan. Suatu hari nanti, saat aku sudah bisa berjalan sendiri, sejauh yang ku bisa, aku akan menemui dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H