Mohon tunggu...
Edward EversonHanock
Edward EversonHanock Mohon Tunggu... Dosen - Kuli Tinta, Kuli Mimbar .

Pemerhati sosial.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Generasi Emas dan Naturalisasi

24 Mei 2024   10:57 Diperbarui: 24 Mei 2024   11:41 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejatinya, generasi emas dihubung-hubungkan dengan tim sepakbola. Istilah yang sempat mati suri ini, bangkit kembali dan menghenyakkan insan sepak bola.
Bermula dari melempemnya skuad tim Vietnam di kanca sepakbola Asia Tenggara. Setelah berjaya, bersama dengan skuad gajah putih, Thailand, kini Vietnam mulai pusing dan tertunduk lesu. Di beberapa event internasional, mereka kalah; dan yang mengagetkan adalah mereka kalah dari rivalnya, Indonesia. Kedua tim ini memang akan bermain habis-habisan bahkan cenderung menggunakan tekel-tekel keras, di saat kehilangan bola. Tifosi virtual pun tak kalah panas. Netizen Indonesia yang terkenal seantero jagad tidak segan-segan turun gelanggang untuk membantu tim Indonesia bila dicurangi.

Sekarang, tim Vietnam mengalami persoalan serius, pasca generasi emas mereka tidak lagi bermain di level atau performa yang meyakinkan. Beberapa pertandingan internasional, termasuk melawan Indonesia, mereka selalu takhluk.

Persoalan generasi emas ini memang bukan hanya terjadi di Asia Tenggara. Negara-negara Eropa juga mengalami hal yang sama. Belgia, Belanda, Jerman, dll., mengalami 'turbolensi' serupa dalam sepakbola mereka. Ada yang berhasil memetik hasil manis, tetapi ada juga yang gagal. Kalau sudah demikian, pemecatan dan rekrutmen pelatih baru tak terhindarkan. Bongkar pasang skuad dan tim kesebelasan tidak mudah. Seloroh berbagai penggiat sepakbola (boleh juga dibaca: bola sepak ) bahwa pasca lewatnya generasi emas, tim biasanya akan dimulai dari 'nol' bahkan 'minus', kadang menjadi kenyataan. Membayangkannya saja sudah menyakitkan. Vietnam tak mau lama-lama. Mereka pun gas pooll untuk memperbaiki citra sepakbolanya di Asia Tenggara, bahkan Asia. Kalau tidak, mereka akan jadi 'bulan-bulanan' tim sepakbola Asia Tenggara lainnya, termasuk Indonesia.

Di sisi lain, Indonesia sedang berada di level berbeda. Permainan dan determinasi tim dalam bermain 90' di lapangan memicu decak kagum suporter dan pengamat sepak bola. Indonesia seolah menemukan cara bermain sepakbola yang menarik. Bangunan serangannya berbahaya dan beberapa kali membuahkan gol.

Tentunya, apresiasi yang tinggi layak diberikan kepada asosiasi sepakbola Indonesia, PSSI, yang digawangi oleh ketumnya ET. Pengalamannya di bisnis sepakbola (semasa memiliki klub besar Intermilan) mendorongnya untuk membenahi sepakbola Indonesia.

Kebangkitan sepakbola Indonesia memang ditentukan berbagai indikator. Salah satunya adalah 'naturalisasi'. Banyak pemain profesional berdarah Indonesia yang lahir dari akademi-akademi sepakbola di luar negeri ikut membela Indonesia. Kualitas mereka sudah pasti bagus. Siapa yang meragukan akademi sepakbola sekelas Ajax Amsterdam, misalnya. Maka, kalau pemain-pemain berdarah Indonesia itu mengambil sumpah menjadi warga negara Indonesia dan bermain di level Timnas Garuda, permainan tim pun akan berubah. Mereka akan menularkan cara-cara bermain sepakbola yang benar, yang mereka pelajari di Akademi. Itulah yang terjadi sekarang. Kombinasi pemain-pemain timnas (naturalisasi dan natural beneran) mulai padu. Sepertinya, Indonesia memang perlu mendatangkan pemain-pemain itu untuk mengajarkan filosofi sepakbola, khususnya bagi pemain-pemain natural (saya tidak mau menyebut 'lokal')

Yang penting sekarang adalah menjaga momentum generasi emas ini, dan upaya untuk terus menularkan cara bermain sepakbola yang benar kepada pemain-pemain muda level usia di bawah 23 tahun: u-15, u-16, u-17, dan u-19. Selain itu, perbaikan infrastruktur dan liga Indonesia juga perlu jadi atensi serius.
Generasi Emas akan lewat. Strategi yang berhasil membesut generasi emas ini patut diapresiasi. Tak peduli, naturalisasi sekalipun. Karena probalitas keberhasilan dan kegagalan, sama-sama terbuka lebar. Bisa saja generasi itu mendulang emas. Namun, belum tentu juga mendulang prestasi. Dan ini sangat berbahaya. Mereka bisa FRUSTRASI.

Selamat hari kebangkitan nasional (walau sudah lewat 3 hari yang lalu). Jayalah Indonesiaku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun