Oleh: Eduardus B. Sihaloho
Jasa F.W. Reiffeisen
Credit Union lahir di Jerman pada tahun 1849 di tengah-tengah kondisi sosial ekonomi yang suram. Saat itu terjadi paceklik, banyak penyakit menular, dan lintah darat. Akibatnya banyak orang dari kampung pindah ke kota untuk mencari pekerjaan. Di kota mereka menjadi kuli yang diupah sangat murah. Keadaan semakin parah ketika meletus revolusi industri, yakni tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin. Akibatnya pengangguran semakin bertambah dan keadaan ekonomi semakin sulit. Melihat kondisi tersebut timbullah gagasan dari Walikota Flammersfield untuk menolong kaum miskin. Nama walikota itu adalah Frederich Wilhelm Reiffeisen (1818-1888), yang kemudian dikenal sebagai pendiri Credit Union (CU).
Mengamati kondisi masyarakat di atas Sang Walikota mulai berpikir bagaimana menyelamatkan masyarakat tersebut dari kondisi sulit itu, akhirnya ia membuat kebijakan yakni mengumpulkan uang dari sesama miskin kemudian pinjamkan, maka kondisi masyarakat miskin mengalami perubahan baik.Pengertian “kumpulkan uang dan dipinjamkan” pada waktu itu di Jerman disebut Credit Union. Credit Union dikembangkan dengan istilah koperasi, namun sebagai kekhususannya credit union merupakan kumpulan “orang dan uang” yang membedakannya dengan istilah koperasi yang bergerak disektor riil pada waktu itu. Kalau ditelusuri dengan lebih cermat, memang ada perbedaan yang substantif dari sifat operasional kedua istilah credit union dan koperasi. Credit Union khusus bidang “uang” yang berfungsi sebagai lembaga keuangan menjadi sumber modal bagi anggota untuk melakukan investasi, sedangkan koperasi memiliki fungsi menjalankan “usaha perdagangan” atau “usaha produktif” milik anggota. Pada perkembangannya suatu negara yang tetap menggunakan kata koperasi dibelakangannya yaitu credit union cooperativeatau financial cooperative. Kekhususan dalam pengelolaannya menggabungkan fungsi: bank, koperasi, dan asuransi.
Inilah jasa terbesar dari seorang Frederich Wilhelm Reiffeisen yang dapat mengubah situasi kemelaratan masyarakat hingga mengalami situasi perubahan yang menggembirakan. Spirit yang sama terus dikembangkan hingga saat ini. Di nusantara lembaga keuangan yang bernama Credit Union telah diakui pemerintah, karena perannya sebagai roh penggerak ekonomi masyarakat kecil sangat besar. Khususnya dalam Koperasi Kredit Credit Union ini orang-orang kecil yang saling membantu hingga sama-sama berdaya.
Keluar dari lingkaran altar
Credit Union pertama kali muncul di Indonesia pada 1960-an yang mulai dikembangkan dari barat. Seorang pastor Katolik asal Jerman, Pastor Karl Albrecht SJ yang bertugas di Indonesia membawa konsep tersebut. Kemudian CU mulai diperkenalkan ke Kalimantan Barat pada 1975. Pada tahun 1975 oleh Gereja Katolik, CU pertama berdiri tahun 1976, yaitu CU Lantang Tipo di Sanggau. Namun dalam perkembangannya, CU tersebut "menghilang". Pastor Albrecht mengenal CU lebih dalam ketika menghadiri seminar Social Economic Lifes in Asia (SELA) di Bangkok pada 1963, bersama Pastor John Dijkstra SJ (Almarhum), Pastor Frans Lubbers OSC (Almarhum), dan tokoh Katolik awam Bambang Ismawan. Kala itu, SELA sedang gencar-gencarnya mempromosikan gagasan Credit Union di kawasan Asia. Selanjutnya, Pastor Albrecht yang menjabat Ketua Delegatus Sosial (DELSOS) Keuskupan Agung Jakarta mendalami konsep CU itu dan mempelajari apakah dapat diterapkan di Indonesia. Beberapa kali menyelenggarakan study circle di Jakarta yang bermuara pada berdirinya Credit Union Counselling Office (CUCO) pada 8 Desember 1969, dan Pastor Albrecht terpilih sebagai ketuanya. CUCO mengambil peran tunggal, yaitu mempromosikan CU di Indonesia. Sejak berdirinya, CUCO ekstra aktif mempromosikan CU ke seluruh Nusantara melalui hirarki Gereja dan lembaga-lembaga Katolik. Dalam waktu lima tahun, CUCO berhasil menjangkau 13 keuskupan. Jakarta, Bogor, Bandung, dan seterusnya hingga Pontianak pada 1975, yang membuahkan CU Lantang Tipo pada 1976.
Proses promosi CU terus menyentuh hingga berbagai wilayah di Nusantara terutama keuskupan-keuskupan. Dengan demikian jelaslah bahwa sejak awal berdirinya Credit Union hanya berkutat di dalam kalangan internal Gereja Katolik. Artinya, sejak berdiri anggota-anggotanya adalah umat Katolik. Karena anggota umat Katolik saja, maka mudah mengontrol dan membinanya, namun kesulitannya pertambahan jumlah anggota sulit diharapkan, sebab umat Katolik tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa CU berawal dan bertumbuh di sekitar altar. Memang manfaat dan pertumbuhannya sangat terasa bagi umat Katolik, namun sebagai pergerakan yang mampu memberdayakan masyarakat manfaat itu hanya menyentuh umat Katolik saja, sementara tetangganya yang beragama non-Katolik sengsara dan melarat. Kondisi inilah yang membuat para pengurus CU berpikir ulang atas ajaran sosial Gereja, yakni kehadiran
Gereja bukan hanya untuk umat Katolik saja tetapi bagi seluruh warga dimana saja Gereja berada. Karena itu sejak tahun 1990-an beberapa CU yang telah bertumbuh menerima anggota dari berbagai suku bangsa dan agama. Dengan keluarnya CU dari lingkaran altar berarti semakin banyak orang khususnya masyarakat kecil yang terselamatkan dari situasi kemelaratan dan ketertinggalan terutama dalam aspek ekonomi.
Empat Jalan Keselamatan
Drs. Anselmus Robertus Mecer, Ketua Puskopdit Kalimantan, menerapkan filosofi petani sebagai anggota mayoritas CU, untuk menjalani empat jalan kesemalatan sebagai dasar representasi produk Credit Union, yaitu makan minum, memelihara benih bercocok tanam, tolong menolong dan memelihara hubungan sosial, dan menghadiri ritual adat. Implikasi dari pelaksanaan empat jalan keselamatan tersebut menjadikan para anggota CU menuntaskan jalan kehidupannya dengan sempurna. Keempat jalan keselamatan tersebut dimaknai sebagai berikut: makan minum berarti petani harus menyisihkan hasil tanamannya untuk memenuhi kebutuhan setiap hari atau jangka waktu tertentu. Filosofi ini menginspirasikan bahwa CUmembuat instrumen finansial berupa produk simpanan harian dan simpanan berjangka yang dapat dimanfaatkan anggota untuk memobilisasikan uangnya sementara selang secara harian atau jangka waktu tertentu tidak digunakan, tetapi dapat dihitung nilai balas jasa simpanannya. Kegiatan menanam berarti memberi pengertian bahwa petani juga memikirkan kehidupannya di masa mendatang. Artinya, petani harus menyisihkan hasil panenannya yang terbaik untuk dijadikan bibit guna ditanam kembali. Filosofi ini menuntut CU membuat instrumen finansial berupa produk simpanan dalam jangka waktu tak terhingga, yaitu simpanan saham (simpanan pokok, simpanan wajib) dan simpanan setara saham (simpanan unggulan atau simpanan investasi).
Tolong menolong memberi arti bahwa rasa hubungan sosial tetap dijaga dan dipelihara karena dalam kondisi kehidupan tertentu ada anggota masyarakat yang memiliki kelebihan dan berkekurangan secara materi. Anggota masyarakat yang berkelebihan dapat membantu yang berkekurangan minimum memberi pinjaman secara ekonomi. Dengan prinsip tolong menolong ini akhirnya secara ekonomi CU dituntut membuat instrumen finansial berupa produk pinjaman. Mengunjungi kegiatan sosial, ritual, adat istiadat berarti petani memikirkan kehidupannya sehari-hari untuk memelihara hubungan yang baik dengan sesama dengan menyisihkan sebagian pendapatannya untuk kegiatan-kegiatan ritual tersebut. Hal ini menuntut CU untuk membuat instrumen finansial berupa produk sosial bersifat solidaritas kepada anggota seperti solidaritas kesehatan, uang santunan duka, jalinan Kalimantan, santunan rawat inap, santunan ibu bersalin, anggaran resepsi nikah, undian berhadiah dan produk sosial sesuai dengan kebutuhan CU.
5000 untuk anak-anak, 10.000 untuk orang dewasa
Sejak dua tahun belakangan ini di Koperasi Kredit Credit Union (CU) Harapan Jaya Kisaran kebijakan menabung dengan tabungan/simpanan harian. Simpanan harian ini ditetapkan sebagai berikut: 5000 untuk anak-anak dan 10.000 untuk orang dewasa (umur 18 di atas). Simpanan harian dikutip setiap hari dari anggota. Dengan kebijakan ini oleh pengurus ditugaskan pegawai untuk mengutip simpanan tersebut setiap hari. Pada umumnya para penabung harian adalah para pedagang kecil yang berjualan di pasar seperti penjual ikan, pedagang sayur, penjaga kios-kios kecil, dan lain sebagainya. Dalam dua tahun berjalan dengan adanya pilihan simpanan ini para anggota CU Harapan Jaya Kisaran sungguh merasakan manfaat yang sangat besar. Sebab seandainya mereka hanya menjadi penabung biasa (konvensional) yang menabung sekali sebulan, menabung dengan jumlah Rp 100.000 rasanya sudah banyak. Padahal dengan menabung dengan 10.000 saja, dengan jumlah 25 hari kerja per bulan, maka tabungan si anggota tersebut sudah berjumlah 250.000, sebab pada hari minggu dan hari libur nasional pegawai tidak masuk kerja, maka pada hari-hari itu simpanan untuk tabungan tidak dikutip.
Salah satu bukti mau tunjukkan di sini. Di kota Kisaran, ibukota Kapubaten Asahan-Sumatera Utara, ada dua pasar yang digarap oleh pegawai CU Harapan Jaya yakni Pasar Panglima Polem dan Pasar Bakti. Di Pasar Panglima Polem jumlah anggota penabung harian berjumlah 157 orang, sedangkan di Pasar Bakti berjumlah 163 orang, jadi totalnya dari kedua pasar tersebut yakni 320 orang. Dengan simpanan 10.000 dari tiap anggota, maka uang simpanan yang terkumpul tiap hari dari kedua pasar tersebut berjumlah 3.200.000. Padahal selama ini pegawai CU Harapan Jaya membawa uang dari simpanan harian anggota ke kantor antara 10 juta hingga 15 juta. Artinya, dari kenyataan tersebut para anggota tidak hanya menyimpan dengan jumlah minimal yang telah ditetapkan, karena kebanyakan para anggota CU tersebut menyetor simpanannya per hari berjumlah antara 50.000 hingga 100.000 tiap orang. Hal yang sama juga berlaku bagi anggota CU yang akan mengangsur pinjamannya. Mereka sebagai para pedagang kecil tadi juga diberikan kemudahan untuk mengembalikan pinjamannya per hari agar tidak memberatkan. Artinya, pengembalian angsuran dan bunga pinjaman tidak hanya per bulan, namun per hari pun bisa dan hitung-hitungannya diterangkan oleh pegawai CU yang datang mengambil simpanan anggota. Tabungan jenis ini sangat banyak diminati oleh para anggota CU Harapan Jaya, karena sangat membantu mereka untuk menambah tabungan secara signifikan. Artinya, peran Credit Union sangat besar untuk membantu anggotanya terhindar dari kemiskinan dan keterkungkungan ekonomi.
Upaya “jemput bola” yang dilakukan oleh CU ini semakin menyadarkan para anggotanya secara khusus masyarakat kecil bahwa menabung itu adalah kewajiban demi masa depan yang lebih baik. Cara mendatangi penabung merupakan cara yang efektif untuk membentuk kebiasaan yang baik dalam diri penabung atau anggota CU. Hal ini berbeda dengan cara yang diterapkan lembaga keuangan konvensional seperti bank yang menunggu para penabung datang ke kantor bank. Lain halnya ketika menagih angsuran pinjaman, lembaga keuangan seperti bank telah lumrah melakukan untuk mendatangi secara langsung para peminjam. Karena itu, para anggota CU semakin senang dan bangga, sebab walaupun mereka sebagai rakyat kecil yang secara ekonomi termarjinalkan semakin lama semakin mampu menata masa depan dan kehidupannya dengan baik dan teratur. Hal inilah salah satu nilai positif yang sangat dirasakan masyarakat kecil, karena mereka dibina untuk mengelola uangnya demi masa depan yang lebih baik.
Roh Penggerak Ekonomi Masyarakat Kecil
Francis X. Wahono, Ph.D, seorang penggiat Credit Union di nusantara mengatakan bahwa dengan paradigma baru, bukan lagi sekedar simpan-pinjam, akhirnya sekarang CU dihayati sebagai ‘sarana pembebasan rakyat jelata dari segala bentuk pemiskinan dan pembodohan’. Dengan pendapat ini nyata bahwa CU bukan lagi hanya lembaga keuangan yang beromzet kecil-kecilan, namun telah memiliki investasi hingga triliunan rupiah. Hal itu terjadi karena CU didesain untuk mengangkat harkat kelas masyarakat miskin, baik di perkotaan dengan usaha kerajinan dan dagang kecil maupun di pedesaan dengan pertanian sedang sampai gurem. Tujuan itu jelas untuk usaha gerakan pembebasan dari pemiskinan. Dalam tataran ini tampak bahwa pemodal-pemodal besar atau konglomerat tak mendapat tempat dalam kelompok Credit Union, sebab yang diutamakan dalam CU adalah kebersamaan dan saling membantu. Hal itu sesuai dengan motto Credit Union: Dari kita, oleh kita, untuk kita. Artinya, dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota. Sifat Credit Union adalah mengutamakan rasa sosial sesama anggota. Sebab anggota-anggota yang tergabung di dalam CU terdiri dari masyarakat kecil dari segi ekonomi yang bersedia untuk saling membantu.
Dewasa ini CU disebut sebagai roh penggerak ekonomi masyarakat kecil. Pendapat ini didasarkan empat alasan, sebagaimana ditandaskan oleh Dr. Amu Lanu A, Lingu, SE, MSi, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Palangkaraya, yang telah cukup lama juga menjadi aktivis dan penggiat CU: pertama, CU sebagai organisasi unit ekonomi finansial berbasis masyarakat, yang bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai sarana proses pembelajaran; kedua, CU sebagai kumpulan orang yang memahami makna “berdemokrasi ekonomi”, yaitu mengangkat harkat dan martabat manusia dengan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial; ketiga CU dapat pula menjadi pusat/objek studi ilmiah terhadap berbagai aspek manajemen, akuntansi, ekonomi, teknologi informasi, sosial, psikologi, pemerintahan dan keagamaan;dan keempat, posisi organisasi CU sekunder maupun CU primer mampu memberikan kepuasan kepada anggota. Dengan demikian CU bukan lagi hanya sebagai bagian hidup dari masyarakat kecil di perkotaan maupun pedesaan, namun mampu menjadi motor penggerak roda perekonomian mereka-mereka yang selama ini termarjinalkan, karena pola kebijakan ekonomi pemerintah yang selalu tidak memberi tempat bagi orang-orang kecil. Dari kesadaran ini muncul rasa optimisme yang besar dari masyarakat kecil untuk bertarung secara sportif dengan pemilik modal, sebab para anggota CU bergerombol dan bersekutu untuk saling mendukung manakala para pemilik modal menghimpit kebebasan masyarakat marjinal tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H