Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kabut Pilu

6 Oktober 2021   23:03 Diperbarui: 6 Oktober 2021   23:24 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

Titik waktu penuh drama, awal baik untuk sebuah cerita, alur berubah tak sesuai harapan, impian itu ternyata tak bermakna, yang tergadai oleh rayuan manis tanpa sela. Ini Pilu tanpa luka.

Dari Nalar yang terkoyak sampai jiwa yang rapuh,  semu bagai fatamorgana. Menawar madu, memberi Tuba, agar lenyap dahaga dunia. Mungkin begitu hakikatnya, namun Nurani tak harus digadai.

Ini bukan kutukan, Ini hanya teguran. Duri menancap, suara mencekik, cacian datang silih berganti. Tak ada lagi simpati apa lagi empati, bersorak penuh dengki, meratap penuh kebahagiaan.

Ini bukan dunia sesungguhnya. Ini imajinasi sekelompok manusia.  Intrik penuh taktik, nestapa tanpa batas. Pasrah dalam dalam Doa, berharap sang Pemilik Hidup menjawab. Ini sepenggal kisah sang musafir kehidupan.

Masih adakah harapan? Semoga saja tak ada lagi kabut. Agar setiap insan menyaksikan birunya langit. Menyambut  rembulan, menanti sang mentari, itulah asa yang yang di nanti. Semoga sang kuasa merestui. Amin

Mengeruda, 7 Oktober 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun