Dunia ini penuh dengan intrik. Semua permasalahan bermunculan dan seakan saling berketerkaitan satu sama lain. Pendidikan menjadi salah satu unsur yang paling sering mendapatkan kecaman, menjadi kambing hitam dibalik semua kerusuhan yang ada. Lantas apakah hakikat pendidikan sebenarnya? Mengacu pada keadaan pendidikan Indonesia yang semakin lama terpuruk dalam jurang kegagalan. Ditilik lebih dalam lagi, sistem pendidikan Indonesia menunjukkan kualitas yang jauh dari harapan. Pelaku pendidikan, objek pendidikan dan perantara pendidikan perlu dibenahi lebih dalam agar mencapai tujuan pendidikan yang didamba. Mengapa harus ada pendidikan? Dengan adanya pendidikan, kita mampu menciptakan generasi bangsa yang siap dan tangguh dalam menjalankan pemerintahan di setiap aspek untuk mencapai kemakmuran.
“…. tujuan pendidikan yang sebenarnya, siswa diharapkan memahami dan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dan dijadikan bekal untuk mengarungi masa depan. ….”
Oleh sebab itulah, hakikat pendidikan sangat dibutuhkan untuk mencetak generasi bangsa yang diinginkan. Sekolah merupakan lembaga formal yang dijadikan sebagai fasilitas untuk mewadahi para generasi bangsa dalam mengenal dan belajar tentang hakikat ilmu. Berangkat dari tujuan tersebut, dapat diperoleh suatu pandangan bahwa sekolah merupakan harapan dari masyarakat untuk bisa mewujudkan generasi emas bangsa. Akan tetapi sampai sejauh ini, lembaga sekolah formal masih belum bisa memenuhi harapan.
Dunia pendidikan memang semakin terpuruk dengan ketidakjelasan birokrasi, fasilitas dan penanganan pendidikan yang ada. Jika tidak, bagaimana datangnya angka putus sekolah sebanyak 12 juta siswa di tahun 2007. Fakta tersebut merupakan suatu hal ironi dimana lembaga legislatif seperti DPR dan MPR yang harusnya menjadi panutan masyarakat memberikan bantuan selayaknya pada kekeringan dana di dunia pendidikan, tidak menuntut dibangunnya gedung baru yang seharusnya bisa dialokasikan untuk membantu siswa putus sekolah. Fakta tersebut memang miris namun itu adalah fakta yang terjadi di lingkungan kenegaraan saat ini.
Kembali ke persoalan hakikat pendidikan yang sebenarnya. Kemunculan UAN (Ujian Akhir Nasional) untuk menguji kompetensi akademik kognitif tiap siswa dirasa merupakan sebuah keputusan yang jauh dari tujuan pembelajaran. Apabila dikembalikan pada tujuan pendidikan yang sebenarnya, siswa diharapkan memahami dan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dan dijadikan bekal untuk mengarungi masa depan. Dengan keberadaan UAN, siswa bukannya dengan antusias mempelajari dan mengembangkan ilmu yang diperoleh, namun cenderung tertekan karena harus kerja rodi agar tak menanggung malu jika tidak lulus.
Bahkan segala cara digunakan agar dapat lulus dari UAN. Mencontek pun bukan menjadi masalah bahkan direkomendasikan oleh oknum guru agar sekolah tidak menanggung malu jika ada siswanya tidak lulus. Apakah itu hakikat pendidikan yang sebenarnya? Berkaca dari Freire, ia mengatakan bahwa sebenarnya hakikat pendidikan adalah membebaskan. Siswa yang merasa bebas untuk mempelajari studi yang mereka sukai akan lebih mencapai hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Sebagai calon pendidik pun saya patut bertanya. Kapankah hal seperti ini diterapkan?
sumber referensi: inoputro.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H