Konon, tidur paling nyenyak itu selepas subuh atau sahur di bulan Ramadhan, karena itulah saat-saat kantuk datang dengan hebat. Mungkin kalau ada bandingannya, seperti nyenyaknya jamaah saat mendengarkan khotbah jumat, hehe..Banyak yang kemudian menyerah, terlelap hingga matahari meninggi. Sebagian bahkan sudah menjadikan tidur pagi sebagai menu wajib selama Ramadhan.
Sebagian lagi, berupaya keras untuk tidak tidur, meski kantuk tak terelakkan, sehingga kadang tertidur di kursi. Bagi kelompok ini, tidur pagi itu (baik di bulan Ramadhan atau lainnya) tidak ideal, baik dilihat secara kesehatan, sosial, atau agama. Jarak antara makan sahur dan tidur yang berdekatan, diyakini bisa mengganggu metabolisme.
Coba rasakan bangun dari tidur pagi. Lemas dan jadi tak bersemangat kan? Rasa menyesal tak terelakkan, ketika sadar ternyata tidur kita cukup lama, sampai beberapa jam, sementara banyak hal yang harus dikerjakan hari itu. Uh! Jadinya kadang jengkel pada diri sendiri, kenapa menyerah pada kantuk.
Ada yang mencari pembenar, bahwa tidurnya orang puasa itu ibadah. Mereka mengutip hadist populer, "Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do'anya adalah do'a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan." Padahal, menurut banyak ulama hadist, salah satunya Syeikh Al Bani, hadist tersebut dhoif. Bahkan, ada yang menyebut hadist tersebut munkar.
Sejak Ramdhan lalu, saya bertekad tidak tidur lagi selepas sahur atau setelah subuh. Saya termasuk yang berkeyakinan, tidur pagi itu tidak 'sehat', dari sisi apapun. Dan yang jelas, momen pagi itu istimewa, sayang kalau berlalu dengan tidur. Istimewa, karena pagi itu badang kondisinya masih fresh, kecuali yang malamnya begadang sampai larut. Kalau badan fresh, mau mengerjakan apapun, jadi nampak mudah.
Kok fresh? Bukannya ngantuk? Kadang, kita tersugesti oleh kebiasaan. Misalnya, beranggapan bahwa tidur pagi saat Ramdhan itu wajar, sehingga kita dengan mudah menuruti ajakan nafsu untuk terlelap. Ngantuk seringkali datang sesaat saja, seperti menguji keteguhan kita. Kalau kita lawan, misalnya dengan aktivitas, rasa kantuk akan hilang dengan sendirinya.
Saya memilih aktivitas yang membutuhkan gerak fisik untuk melawan kantuk, misalnya mencuci piring, menyiram tanaman, atau menyapu halaman. Aktivitas yang berkaitan dengan air akan lebih membantu untuk cepat merasa segar. Itu lebih efektif, ketimbang kegiatan yang dilakukan sambil duduk, misalnya membaca buku. Saya ini termasuk orang yang mudah tidur. Tidak perlu ketemu bantal, bahkan bersandar pada dinding bisa mengantarkan saya pada tidur. Jadi sering saat membaca, mata hanya terjaga beberapa menit di awal saja.
Kalau memungkinkan pergi keluar sejenak, misalnya jalan pagi atau bersepeda, itu lebih mengasyikkan. Tak ada yang membantah, udara terbaik adalah saat pagi, ketika kendaraan belum berlalu lalang. Ketika jalanan sepi, cuaca cerah, matahari mulai menunjukkan cahaya, sungguh itu paduan yang sempurna. Sembari menghirup udara yang sejuk, lihatlah langit  jingga dengan awan tipis yang berarak. Apalagi Anda berada di wilayah yang masih banyak pohonnya, wow, itu keindahan dan kesegaran yang tak terkira.
Di Purwokerto, jika langit cerah saat pagi, Â Gunung Slamet adalah lukisan alam yang tak bosan mata memandangnya. Sementara itu, masih ada area persawahan yang bisa disambangi, untuk merasakan pagi yang asri, layaknya di kawasan perdesaan. Cobalah, keluar sejenak, hirup dalam-dalam udara pagi, lihat alam di sekeliling, sungguh akan terasa ungkapan Qur'an dalam surah ar Rahman, " Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?". Dan percayalah, Anda akan merasa beruntung tidak tidur pagi itu. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H