Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengapa Krisis Air Bersih dan Udara Bersih DKI Jakarta Tidak Ada Obatnya di Pilkada 2017 ini?

24 November 2016   10:32 Diperbarui: 24 November 2016   10:50 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Krisis Air Bersih Sehingga Membuat Wanita dan anaknya harus pakai Sedotan Life Straw (sumber: africagreenmedia.co.za)

Saya meski keturunan suku bangsa Batak Toba namun Kota Jakarta sudah mendarah daging sejak saya lahir hingga saat ini. Tampilan promosi media online, elektronik , cetak hingga spanduk di jalanan kampung tentang  slogan pasangan calon Pemimpin Jakarta yang akan bertarung di Pilkada 2017 nanti menurut pandangan saya cukup menarik  dan berwarna serta bervariasi namun bila setelah memperhatikan visi-misi maupun program ketiga calon mulai dari nomor urut 1, 2 dan 3 adalah ibarat setali tiga uang.

Artinya apa semuanya layaknya balon warna-warni yang indah memukau dan menarik namun isinya hanya angin belaka atau kosong. Tidak memiliki ruh atau jiwa. Hanya mengambang di awan-awan alias tidak membumi. Apalagi tidak satupun calon pasangan tersebut menjual “obat” untuk krisis yang sudah pada tahapan penyakit kritis kota metropolitan DKI Jakarta yakni masalah lingkungan hidup yang sehat: ketersediaan air bersih dan udara bersih.

Penyakit Kritis DKI Jakarta Pertama : Krisis Air Bersih

Manusia dapat secara produktif dan sejahtera bilamana lingkungan hidupnya didukung oleh oksigen atau udara segar dan bersih dan air bersih yang layak untuk dikonsumsi. Tentunya lingkungan hidup yang sehat akan menciptakan kualitas hidup yang baik.

Kualitas hidup yang baik termasuk kesehatan terjaga dengan  paparan polusi udara yang rendah dan air bersih yang mudah diakses dan murah. Semuanya bisa dengan aman dinikmati oleh segenap peduduk kota metropolitan. Pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat karena penduduk tidak mudah terjangkit penyakit ISPA atau penyakit lain akibat polusi udara dan rendah kualitas air bersih.

Akibat tidak tersedianya air bersih, air minum dari Perusahaan Air Minum semakin jauh dari memadai kualitas dan kuantitasnya, belum lagi harga jualnya lebih mahal dari negara tetangga kita, Singapura.

Dengan kondisi seperti ini, hampir dipastikan warga DKI Jakarta di tiap rumahnya memiliki galon air minimal 2 galon. Galon ini setiap dua hari sekali harus diisi ulang dengan air bermerk atau air pegunungan dengan harga kisaran Rp 7,000 hingga Rp 15,000 per gallon.  Dengan asumsi perorangan menghabiskan 3 liter per hari dan bila dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anak maka dalam satu hari menghabiskan 12 liter air minum per keluarga plus sekitar 7 liter untuk keperluan memasak nasi, sayur dan lauk pauk dan minuman seduh maka 1 galon air per hari dikonsumsi keluarga DKI Jakarta. Bila kita ambil harga tertinggi per gallon air adalah Rp 15,000 maka dalam sehari per rumah tangga harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 15,000 yang dalam sebulan sekitar Rp 450,000 atau dalam setahun menelan biaya Rp  5,475,000. Menurut data BPS 2015, DKI Jakarta dihuni oleh sekitar 2,66 Juta rumah tangga. Ini artinya dalam sehari, setiap rumah tangga DKI menghabiskan uang sekitar Rp 39,9 Milyar atau sekitar Rp 14,5 Trilyun menghabiskan 184 Juta Megaliter setahun. Volume air sebesar itu dapat memenuhi sekitar 73 Ribu unit kolam renang ukuran Olimpiade, dimana setiap unit kolam memerlukan air sebanyak 2,5 Megaliter.

Penyakit Kritis DKI Jakarta Kedua : Krisis Udara Bersih

Selain krisis air bersih, kota metropolitan ibukota ini yang merupakan tampilan terdepan Negara Indonesia sudah lama mengidap polusi udara yang berbahaya.

Data yang dilansir terakhir dari stasiun ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) DKI Jakarta  di web hari ini: http://iku.menlhk.go.id/index/index/prop/31/id/ID-JK kategori sedang, itupun hanya 5 yang masih berfungsi yang sebagaian besar terletak di area taman, kantor kelurahan dan halaman parkir yang tidak efektif,  dari 12 stasiun yang  ada di 5 (lima) kotamadya. Kelima stasiun itu   Sedang artinya tingkat kualitas udara tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika. 

Hal tersebut tentunya masih dapat diperdebatkan akurasi dan validitas data ISPU. Lain halnya dengan hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh Universitas Indonesia. Di tahun tersebut saja, dimana menurut riset kadar hidrokarbon yang ada di udara di wilayah DKI Jakarta menunjukkan bahwa udara di DKI Jakarta sudah jauh di bawah garis rata-rata layak untuk paru-paru. Urin masyarakat DKI Jakarta sudah mengandung kadar Polycyclic aromatic hydrocarbons(PAHs) sebanyak empat kali lipat lebih tinggi dari yang diperbolehkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun