lima enam tujuh delapan,
Kalau Tuan punya kawan baru,sayang..
Kawan lama,.. dilupakan jangan "
Lagu yang kaya pesan bijaksana, menganjurkan anak perempuan mempertahankan martabat dan punya budaya malu. Menganjurkan untuk senantiasa mengingat seorang kawan lama meski sudah punya banyak kawan baru. Konon lagu ini kerap dilantunkan kepada anak-anak Melayu di Riau sebelum beranjak istirahat tidur supaya tetap menjadi generasi yang bijaksana, lagu yang kerap dilantunkan dan dikenang. Syairnya bagaikan pantun bernas khas Melayu. Pantun Melayu Riau yang didendangkan menjadi lagu
Meski hingga kini tidak diktahui siapa Pencipta lagu Soleram dan pertama kali yang menyebarkan dari mulut ke mulut dari daerah Riau mana namun lagu Soleram sudah menjadi identitas anak Indonesia.
Kalau boleh izinkan saya menerawang dan berandai-andai: kata Soleram seakan-akan terpisah dari bahasa Melayu sendiri. Boleh saya katakan, sang pencipta terinspirasi oleh bahasa serapan asing, beliau sudah berkelana jauh ke negeri seberang lautan dan membawa "lullaby "(lagu pengantar tidur) yang dapat dipersembahkan untuk kampung halamannya di Riau.
Yap, mungkin saja dia pernah mengecap minuman anggur yang diproses di Spanyol, Solera dan juga gemar meminum Rum (Ram). Sepanjang sejarah Melayu Riau, pernah tercatat ada putra Melayu yang pernah belajar hingga ke benua Eropa tepatnya di Turki. Disebutkan nama pemuda itu Abdurrahman yang mungkin mengagumi budaya Islam yang dipegang teguh oleh kesultanan Rum (Ram) yang berkuasa di Turki dari 1077- 1308. Kemudian selama petualangan sebagai penjelajah sekaligus pelajar mendapat kawan baru juga pengalaman baru dimana di negeri seberang lagu pengantar tidur adalah budaya bagus yang patut ditiru untuk menyampaikan pesan moral kepada anak-anak sejak dini.
Untuk mengenangnya pengalaman itu terutama saat mengecap manisnya Solera dan menggairahkan Rum atau mengenang kemegahan kesultanan Rum (cikal bakal kekaisaran Ottoman) juga dengan meminumnya membuatnya mudah santai dan bisa terlelap tidur.
Soleram...Membahana... di telinga saya hingga saya melanjutkan perjalanan dari terminal bandara udara dengan menumpang otobis menuju pusat kota Pekanbaru. (Memori: Pekanbaru, akhir Januari 2019- edrol)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H