Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sindrom Bebas Bakar Lahan di Indonesia

13 Januari 2016   18:10 Diperbarui: 13 Januari 2016   18:34 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Kebakaran Lahan dan Hutan (sumber: harian terbit.com)"][/caption]Keputusan majelis hakim pengadilan negeri Palembang dalam memvonis bebas tergugat kasus pembakar lahan,  PT Bumi Mekar Hijau (BMH) yang menurut humas pengadilan adalah keputusan hukum yang menurut pengadilan sudah memenuhi prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Para hakim yang memutuskan adalah Kartidjono, SH (anggota majelis hakim, sudah bersertifikat lingkungan = sesuai prosedur dan ketentuan), Parlas Nababan, SH. (sebagai ketua majelis hakin), MH dan Eli Warti, SH (anggota majelis hakim).

Penggugat yakni KHLK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yang menuntut ganti rugi sebesar Rp 2.687.102.500.000 dan biaya pemulihan lahan yang terbakar sebesar Rp 5.299.502.500.000, harus  menerima putusan hakim pengadilan negeri .  

Banyak meme sindiran kepada ketua majelis pengadilan atas putusan bebas tersebut.  Sindiran ini dijawab oleh ketua majelis pengadilan pada laman facebooknya dengan santai.

[caption caption="Paham Hukum Lingkungan (laman facebook parlas nababan)"]

[/caption]Setelah saya membaca beberapa artikel di media massa, perihal kasus kebakaran lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) Akasia seluas 20,000 hektar ini dimana asal gugatan berasal dari sebaran titik api yang kian meluas mulai dari bulan Maret  hingga Oktober 2014  di areal lahan tergugat.  Argumen  kuat untuk mengajukan gugatan ke pengadilan adalah cenderung pada pembiaran penyebaran api oleh tergugat ditilik dari data pergerakan hotspot selama 7(tujuh) bulan (bukan inspeksi lapangan).  Berdasarkan temuan di lapangan, ada pasukan pemadam kebakaran sejumlah 6 orang dengan pompa pemadaman secukupnya, tanpa peralatan indikator kebakaran maupun menara pengawas api.

Informasi tersebut merupakan fakta bagaimana pengawasan dan tindak lanjut secara responsif atas hot spot maupun terhadap fasilitas penanggulangan kebakaran HTI dari pemerintah daerah sangat lemah. Demikian mudahnya pemberian izin lahan konsesi HTI tanpa adanya audit kesiapan infrastruktur penanggulangan kebakaran lahan dan sanksi pelanggaran tersebut setelah sekian lama beroperasi menimbang luasan lahan yang rusak terbakar.

Peristiwa kebakaran lahan tahun 2014 yang baru selesai diputus bukan tak mungkin akan berefek sama untuk kasus kebakaran lahan dan hutan  yang masif di tahun 2015 yang lalu.  Pemerintah daerah gagal mengantisipasi dan mengawasi perkembangan titik api secara kontinu karena peraturan yang diberlakukan tidak dibarengi dengan pembangunan infrastruktur yang akurat dan memadai serta sumber daya yang memadai. Bukan tak mungkin Sindrom Bebas Bakar Lahan ini akan menjadi penyakit akut di Indonesia yang berujung pada kehancuran ekologis dan kesengsaraan masyarakat.

Mari selamatkan lingkungan dengan fasilitas yang baik dan pengawasan yang terpadu.  Hakim lingkungan sepatutnya  melihat undang-undang dan peraturan lebih kepada unsur keadilan bagi masyarakat umum.  Tugas berat KHLK untuk membenahi manajemen gugatan kasus lingkungan hidup dan memperbaiki pengawasan serta membantu mendorong perbaikan infrastruktur penanganan kebakaran hutan atau lahan.

 

Salam Hijau,

Edrol

sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun