[caption id="attachment_392278" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber foto:Kompas.com/RODERICK ADRIAN MOZES"][/caption]
Aturan jalan bebas sepeda motor yang berlaku 24 jam menurut keterangan Gubernur DKI adalah bertujuan utama sebagai sarana sosialisasi penerapan sistem jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP). Kemudian tujuan kedua adalah mengurangi angka kecelakaan lalulintas di jalan raya.
[caption id="attachment_392264" align="aligncenter" width="640" caption="Potret kemacetan lalu lintas Jakarta (sumber: www.merdeka.com)"]
Saya memperoleh pengetahuan tentang ERP (lihat web : www.lta.gov.sg/content/ltaweb/en/roads-and-motoring/managing-traffic-and-congestion/electronic-road-pricing-erp.html) dari negeri tetangga yakni Singapura sebagai kota negara di dunia yang pertama kali mengatur lalulintas jalan rraya dengan menerapkan sistem ini, yang juga menjadi percontohan bagi negara lain.
Manfaat utama ERP adalah mengurangi volume kendaraan di jalan protokol karena pengguna jalan diwajibkan membayar sesuai pemakaian jalan pada jam sibuk tertentu. Â Kemacetan lalulintas yang mengakibatkan biaya tinggi bagi individu dan masyarakat Singapura. Kemudian juga mengurangi jam produktif, polusi lingkungan, boros bahan bakar dan mengganggu kesehatan. Jalan protokol yang padat dipasangkan gerbang elektronik yang menangkap sinyal elektronik yang ditanam dalam unit mesin kartu elektronik yang terpasang kendaraan bermotor secara otomatis. Â Kendaraan bermotor yang lewat kawasan ERP akan otomatis dipotong saldo kartu ERP-nya. Semakin sering pengguna jalan berkendaraan motor melintasi kawasan ERP maka semakin besar biaya yang dikeluarkannya .
Secara mendasar sistem ERP adalah mengurangi volume kendaraan melewati jalan tertentu pada saat jam sibuk sehingga mengurangi kemacetan dan mendorong masyarakat menggunakan kendaraan umum.
Yang saya pahami ERP ini mirip gerbang E-Toll pada jalan tol, namun bedanya secara teknologi E-Toll harus scan kartu manual sedangkan ERP automatis pakai pemancar sinyal seluler saat melewati gerbang tanpa portal. ERP cenderung diterapkan kepada kendaraan roda empat yang memakan badan jalan lebih banyak ketimbang kendaraan roda dua. Dengan demikian infrastruktur tambahan seperti gerbang ERP pada titik masuk, pos pemantauan berfungsinya auto scan kemudian unit mesin saldo ERP pada kendaraan bermotor.
Kalau Jakarta ingin mengadopsi teknologi dan sistem Singapura, butuh modal besar dan kesiapan sumber daya manusianya, terutama penyelenggara jalan. Gerbang E-Toll saja masih sepi pengguna dan masih manual menggunakan portal dan sentuh detektor sehingga menyebabkan antrian panjang juga pada saat jam-jam sibuk. Konon lagi hendak diterapkan teknologi E-Toll di jalan zona ERP. Hingga tulisan ini saya buat, belum saya lihat pembangunan gerbang ERP atau kesiapan pemasangan unit detektor ERP pada kendaraan. Untuk pemasangan chip RFID bahan bakar untuk mengontrol konsumsi bahan bakar masyarakat saja masih terkendala dan tak kunjung tuntas. Bahkan mungkin evaluasi pemerintah evaluasi perihal efektifitas dan efisiensi pemasangan chip tersebut, tidak terdengar kabarnya. Jadi dapat pembaca simpulkan sendiri bilamana sistem dan teknologi ERP dipaksakan prematur di Jakarta, cenderung memboroskan anggaran dan menambah masalah baru yang membuat kerumitan lalulintas Jakarta.
Tujuan zona bebas sepeda motor untuk sosialisasi ERP tidak tepat sasaran. Sasaran ERP lebih kepada kendaraan roda empat. Pelukisan tulisan jalur sepeda motor pada jalan zona ERP menunjukkan manajemen pengaturan lalu lintas jelas tidak menganut asas berkelanjutan dari Undang-Undang Lalu Lintas dan Jalan Raya (UULLDAJ - UU No.22 Tahun 1999). Pelukisan jalur sepeda motor hanya menghabiskan anggaran belaka tanpa ada tujuan jangka panjang.
Kemudian pelarangan wajib pajak yakni pengendara sepeda motor menggunakan fasilitas umum seperti jalan raya telah meniadakan lagi asas seimbang dari UULLDAJ. Dana pembangunan dan pemeliharaan jalan zona ERP berasal dari kontribusi wajib pajak namun dengan pemaksaan aturan ini maka pembayar pajak tidak  memperoleh haknya.
Pengguna jalan dengan kendaraan roda dua, sebagian besar adalah pencari nafkah dari golongan ekonomi menengah ke bawah dimana pembatasan jalan akan menambah biaya ekonomi dan memperlambat pergerakan aktivitas kerja mereka.Profesi seperti kurir dokumen dan barang, staf petugas parkir dan kebersihan gedung, dan karyawan restoran gedung perbelanjaan dan perkantoran  hampir rata-rata mengakses jalan zona ERP dengan menggunakan sepeda motor. Mereka harus mengeluarkan biaya ongkos parkir yang mahal untuk setiap hari pergi ke kantor dari parkir terdekat dan ongkos angkutan umum bilamana bus gratis belum tersedia. Jalan raya tempat mereka bekerja tidak lagi bermanfaat bagi mereka malah menjadi beban ekonomi.  Dengan demikian asas bermanfaat dari UULLDAJ.  Tidak hanya itu, mereka yang berpenghasilan kecil yang seharusnya punya dana lebih untuk ditabung maka  harus mengetatkan ikat pinggang untuk bayar parkir dan angkutan umum sehingga terhambat dalam mengangkat perekonomian mereka untuk hidup sejahtera seperti mencicil rumah atau membuka usaha kecil-kecilan di rumah selain jadi karyawan. Dengan demikian aturan jalan zona larangansepeda motor juga telah menciderai  tujuan UULLDAJ yang seharusnya  mendorong perekonomian nasional.