Mohon tunggu...
Edrida Pulungan
Edrida Pulungan Mohon Tunggu... Analis Kebijakan - penulis, penikmat travelling dan public speaker

Penulis lifestyle, film, sastra, ekonomi kreatif Perempuan ,Pemuda, Lingkungan dan Hubungan Luar Negeri Pendiri Lentera Pustaka Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Pendidikan adalah Suluh Bangsa, Maka Biarkan Terangnya tak Pernah Padam

31 Mei 2016   19:38 Diperbarui: 31 Mei 2016   20:43 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

J

Negara harus hadir, harus efektif. Dan birokrasi pendidikan dan kebudayaan adalah motor dalam gerakan semesta ini. Birokrasi di tingkat pusat harus menjadi contoh bagaimana mesin birokrasi bekerja secara efektif.Kemendikbud sadar, untuk itu perlu pelibatan publik serta perbaikan tata kelola.Reformasi birokrasi, khususnya perbaikan tata kelola, yang selama ini didengungkan memang penting. Tapi, untuk mendorong efektivitas birokrasi lebih jauh, cara terbaiknya adalah membuka luas pelibatan publik.

(Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, Ph.D)

Pendidikan adalah hak azasi manusia yang tertera dengan jelas dalam konstitusi bangsa yakni pasal 31 UUD 1945. Yakni Tiap warga negara berhak mendapat pendidikan dansetelah diamanademen menjadi Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Tentu ada evaluasi yang mendasar tentang makna pendidikan dan pengajaran nasional dalam refleksi perjalanan pendidikan anak bangsa di tanah air. Bukan hanya itu bahkan pendidikan juga bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang tertulis secara historis, sakral dan diplomatis sebagai tujuan dari pendididikan di Indonesia. Namun benarkah pendidikan kita sudah bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia? Benarkah Pendidikan kelak menjadi gerakan semesta?

Terinspirasi dengan ungkapan dari Menteri Pendidikan dan kebudayaan diatas tentang keterlibatan negara, perbaikan birokrasi pendidikan dan perbaikan tata kelola sebagai formula untuk gerakan pendidikan untuk semesta adalah formula yang menarik untuk di terapkan dalam sistem pendidikan bangsa. sangat hangat untuk diperbincangkan dan diambil solusi dan pandangannya di Bulan pendidikan dan kebudayaan tepatnya di Bulan Mei ini.

Sebagai contoh untuk daerah Bandung Barat yang tak jauh dari Ibukota, berdasar berita yang dirilis dari Republika.co.id tanggal 21 Januari 2016 menyebutkan bahwa sekitar 3.000 siswa lulusan SMP dan sederajat dari total sekitar 12 ribu lulusan pada 2015 lalu tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Faktor ekonomi menjadi penyebab utama orang tua siswa enggan menyekolahkan anaknya hingga tingkat SMA. Tentu jika diretas terdapat lost generation dan gapyang jauh yakni sebelumnya dari jenjang SD ke SMP hingga antar SMP ke SMU dan begitu juga jenjang SMU ke Universitas. Hal ini perlu mendapatkan perhatian juga. Konon hal yang sama terjadi di berbagai daerah dan pelosok di Indonesia. Jadi Sinergi dan kolaborasi semua pihak adalah kata kunci untuk pendidikan semesta. Mungkin begitulah makna dari konsep yang ditawarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai leading sector dalam pendidikan dan kecerdasan bangsa.

Mutu Pendidikan di Daerah yang berkualitas

Setelah berlakunya UU No 22 th. 1999 tentang otonomi daerah yang salah satunya melimpahkan wewenang bidang pendidikan ke daerah. Tentu dengan dasar konstitusi diatas perlu pengawasan dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) untuk mengawasi apakah terjadi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah maka dalam UUD ditetapkan 20 % dari APBD digunakan untuk kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. 

Sehingga perli ketrlibatan semua pihak bahkan selain negara yang hadir dibutuhkan juga peran swasta berupa perusahaan yang peduli dengan pendidikan dengan memberikan bantuan dana dan fasilitas melalui dana CSR ( Coorporate Social Responsinility). Disamping itu perlu juga peran komunitas-komunitas penggiat pendidikan yang berada dalam masyarakat sebagai akses pendidikan alternatif yang bisa mmebantu pendidikan dasar informal yang merupakan swadaya masyarakat dengan dukungan dan perhatian dari Pemerintah

Dalam meningkatkan mutu pendidikan sejalan dengan teknologi juga, maka Pemerintah juga harus membangun konsep e-learning sebagai metode pendidikan jarak jauh, dan tentu saja butuh akses dukungan teknologi internet yang memadai. E-learning juga sangat cocok di kembangkan di pulau-pulau di Indonesia. Karena disadari atau tidak, pendidikan untuk semesta bermakna keadilan dan pemerataan. Hal tersebut diatas belum merupakan upaya jika kita mengacu pada riset Global Competitiveness Index yang dirilis World Economic Forum (WEF) tahun 2015 daya saing Indonesia di bidang teknologi dalam pilar ke 9 menduduki posisi ke 85 dari 140 negara di dunia. Sehingga dengan kondisi ini setiap elemen bangsa bahu membahu menjadi bagian pendidikan bangsa menuju insan yang berkarakter, beriman dan berdaya saing.

Program Indonesia Mengajar sebagai Gerakan inisiatif dibidang pendidikan bisa dijasikan inspirasi yang dinilai sukses membangun gerakan semesta di level mikro, sedangkan dilevel meso lebih pada pemerataan sistem pendidikan yang bisa menjangkau masyarakat tak mampu melalui program pemerintah yang masih dijalankan yakni melalui Kartu Indonesia Pintar. Sedangkan dalam level Makro Indonesia harus memposisikan diri dengan tingkat IPM teratas minimal untuk negara ASEAN dan  mengejar ketertinggalam dalam kelompl G20

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun