Apakah yang tersisa di tanah Ambon nan damai selain kebencian, luka, dendam dan angkara setelah perang saudara merenggut rasa kasih yang pernah ada. Apakah setelah gelap tidak ada lagi seberkas cahaya. Kau pejam mata Kupinjam rasa Kau masih menganggap kita berbeda Bukankah darahmu merah sepertiku? Bolehkah kita menanti sunyi tiba Mendengarkan suara kecil setelah hening menyapa dalam nurani Apakah jiwa kita yang kerdil bisa tumbuh besar Besar karena jiwa-jiwa kita menyatu dalam damai Merangkul tangan sahabat dan memeluk persaudaraan dalam naungan panji merah putih yang bukan hanya prasasti ( edrida pulungan, Puisi Bintang dari Timur, juni 2014) Mungkin kita akan temukan jawabannya dalam sebuah Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku merupakan film yang diangkat dari sebuah kisah nyata seorang pelatih sepakbola di daerah Tulehu yang bernama Sani Tawainella. Tidak hanya bercerita tentang bola, film ini juga mengisahkan tentang perjuangan Sani yang coba menyatukan dua kelompok pasca konflik di Ambon. Dalam Film ini Sani diperankan Chicco Jerikho, Safira Ummi (Haspa), Jajang C Noer (Mama Alfin),Abdurrahman Arif (Josef Matulessy), dan pemeran lainnya. Gambar 1. : Poster Film Cahaya Dari Timur, Beta Maluku, Cinema XXI, Plaza Senayan, 18 Juni 2014 doc. pribadi Adegan film dimulai dengan kerusuhan perang saudara yang menewaskan banyak orang termasuk seorang anak kecil yang sempat diselamatkan saat hendak membeli terigu ke kota namun akhirnya tewas. Sani pulang kerumah dengan gelisah. Dia merenung disekitar pantai. Profesinya sebagai tukang ojek sebenarnya tidak mampu menghidupi keluarganya juga pertengkarannya dengan istrinya Haspa soal kebutuhan keluarga dan hutang mereka yang sudah menumpuk untuk kebutuhan sehari-hari.
Gambar 2. : Indahnya kota ambon doc. pribadi
Gambar 3. : Sani Mengajak anak-anak latihan bola setiap sore doc. pribadi
Gambar 4. : Rafi mengikuti Sani latihan bola bersama anak-anak setiap sore doc. pribadi Namun keadaan sekelilingnya melihat anak-anak yang ikut-ikutan berperang antar suku membuatnya teringat kembali dengan perjuangannya bermain bola. Suatu sore dia menendang-nendang bola di pantai yang kemudian diperhatiakan anak-anak karena kagum. Meskipun tak terpikirkan sebelumnya untuk menjadi pelatih bola akhirnya Sani mengambil pilihan menjadi pelatih sepakbola agar anak-anak tidak terpengaruh ikut perang antar suku. Meskipun sebenarnya menjadi atlet sepakbola professional adalah impian Sani yang pernah kandas saat seleksi tim nasional mewakili Ambon. Konflik dalam cerita ini menarik dimana Sani harus tetap bekerja mencari nafkah untuk anak istrinya dan juga komitmennya untuk mengajar anak-anak bermain bole setiap sore jam 5. Juga sahabatnya Rafi yang berambisi membuat sekolah sepak bola (SSB) demi ambisi politiknya dan mematenkan namanya sendiri tanpa mencantumkan nama Sani. Klimaksnya saat Sani melabrak rafi di kapal. Namun semua tidak selesai sampai disana. Anak-anak masih menginginkan Sani untuk melatih mereka. Mungkin karena jiwa Sani yang begitu mengayomi dan peduli sebagai pelatih membuat anak-anak merasa senang dilatih olehnya.
Gambar 5. : Sani harus membagi waktu antara mengojek dan melatih bola doc. pribadi
Gambar 6. : Pertengkaran Sani Dan Rafi soal sekolah sepak bola doc. pribadi
Gambar 7. : Poster Film Tim bola, Beta Maluku, Cinema XXI, Plaza Senayan, 18 Juni 2014 doc. pribadi
Gambar 8. : Bersama pemeran tim bola Cahaya dari timur :Beta Maluku, Cinema XXI, Plaza Senayan, 18 Juni 2014 doc. pribadi
Gambar 9. : Bersama Produser Film, Glenn Fredly, Cahaya dari timur Beta Maluku, Cinema XXI, Plaza Senayan, 18 Juni 2014 doc. pribadi
Gambar 10. : Bersama Tim Produser Film, sahabat saya Ikhsan Tualeka, Cahaya dari timur Beta Maluku, Cinema XXI, Plaza Senayan, 18 Juni 2014 doc. pribadi Ada pesan nasionalisme yang kuat yang tersirat bagi saya dalam film yang berlatar belakang konflik dan indahnya negeri ambon ini bahwa seorang yang berjiwa besar apapun latar belakang suku dan pekerjaannya akan berkontribusi menjadi pencerah dalam masyarakatnya karena “ panggilan” nurani dan rasa cinta daerah dan tanah air yang kuat. Meskipun pada dasarnya setiap masyarakat Indonesia yang bernaung dalam UUD 1945 dan mengamalkan nilai-nilai luhur pancasila persatuan Indonesia harus memegang teguh persatuan dan kebersamaan dalam semanagt Bhinneka Tunggal Ika. Dari sisi edukatif pesannya lebih kepada bagaimana orangtua mendukung bakat anaknya dan sabar mendampingi mereka dalam tumbuh kembangnya yang cendrung nakal dan suka membrontak. Tapi perlu dipahami tidak semua anak memiliki kecerdasan akademis tapi ada juga kecerdasan kinestetis, kecerdasan seni, dan kecerdasan lainnya. Sehingga kelak anak-anak Indonesia adalah anak-anak yang santun, optimis, berani mewujudkan impiannya dan tidak terseret kedalam pengaruh negatif dimasa mudanya. Selebihnya saksikan sendiri bagaimana konflik internal Sani dan juga bebrapa anak-anak dalam tim nya berjuang keluar dari keadaan yang sulit dan keyakinan untuk berprestasi. Film Visinema Pictures ini akan ditayangkan di bioskop kesayangan anda dibulan juni setelah premier 17 juni 2014. Kita akan disambut dengan nyiur dipantai maluku yang indah dan lautan yang mengirimkan debur ombak yang menyapa pantai. Suara Glenn Fredly yang indah, juga dialeg dan bahasa daerah maluku yang asyik untuk didengarkan seolah kita sampai ke negeri rempah-rempah dalam sehari. Saya memberikan angka 4 untuk film ini. Selamat menyaksikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Lyfe Selengkapnya