Borobudur, 2019
Masyarakat dan leluhur bangsa saat itu sudah mencintaimusik sebagai bagian dari cipta, rasa dan karsa serta pemikiran karya manusia yang tak lepas dari kecintaan terhadap keindahan dan kedamaian yang dicari dari alat musik  yang menjadi instrumen  musik kuno. Sejak tahun 824 Masehi saat peresmian Candi Borobudur dan ada lebih dari 200 relief yang spesifik menggambarkan perkembangan seni musik  , pada bagian panel reiief Karmawibhangga ternyata  tergambar dengan jelas beberapa orang memainkan alat musik yang sangat khas yang digunakan saat itu yang terdiri dari empat jenis yaitu ;Instrumen dibagi dalam 4 jenis, yaitu:  Pertama, Idiophone (dipukul atau diketok).Â
Alat pemukulnya bisa dari kayu atau besi. Contoh: gong, kulintang, arumba, gambang, saron, gender dan lain-lain. Kedua, Membraphone (dari kulit). Ciri-ciri khas dari jenis membraphone adalah terbuat dari kulit (selaput) yang direka pada rangka berbentuk lingkaran. Bunyi instrumen ini dihasilkan oleh getaran kulit yang dipukul.Â
Contoh: gendang, tambur, dogdog dan lain-lain. Ketiga ;Chordophone (dari senar atau tali). Ciri khusus jenis ini terdiri dari senar atau tali yang menghasilkan getaran. Cara yang digunakan digesek atau ditekan. Contoh alat yang digesek misalnya biola, rebab dan tatawangsa. Keempat; Aerophone (bunyi karena udara). Ciri khas jenis instrumen tersebut adalah bunyi yang disebabkan oleh adanya sentuhan udara. Udara yang menyebabkan getaran tersebut diatur oleh lubang-lubang yang ada pada instrumen itu.Â
Dalam imajinasi kita terbayangkan bahwa borubdur bagaikan pusat seni musik dunia  karena diantara alat musik itu juga ada alat musik dari Kalimantan, Thailand atau India. Mungkin saat itu banyak sekali para seniman dan pemusik seluruh dunia mengadakan pertunjukan musik bersama " dengan alat-alat musik yang berbeda. Simponi musik seolah terlahir dari rahim borubudur yang di gambarkan dalam relief- reliefnya. Seolah pernah ada konser besar seluruh dunia yang begitu kaya dengan alunan yang membawa ketenangan, kedamaian, keheningan dan kehangatan yang memecah hening. Hanya ada berdiri dan kokohnya candi serta alunan musik yang seolah menjadi pengantar tidur para dewa- dewiÂ
 Branding Borobudur sebagai  Wisata Sejarah Musik Dunia dengan Model Penta Helix
Sound Borobudur sebagai Pusat Musik Dunia bisa dikembangakan menjadi wisata sejarah dan budaya serta bagian dari wonderful indonesia  yang bisa memperkuat posisi Borobudur sebagai benchmark peradaban Bangsa. Hal ini juga terkorelasi dengan program Kawasan Super Prioritas Nasional (KSPN) dan salah satu acuan "World Storynomics Tourism".  Artinya destinasi wisata bisa dikemas dengan adanya cerita-cerita yang melatarbelakanginya sehingga menjadi sumber ekonomi karena kekuatan cerita tetap menarik bagi semua orang. Tentu saja harus diciptakan strategi dalam pengembangan wisata sejarah dan budaya dan menghidupkan borobudur bagaikan dari orkestar musik yang bisa dikemas menjadi pertunjukan berkelas seperti layaknya orang- orang eropa menonton opera dan  jika bisa mmebayar tiketnya merupakan satu kebanggan tersendiri
Saat saya  mendapatkan augerah ASN kategori Future  Leader dengan inovasi Collaborative government dalam pengembangan ekonomi kreatif  dan pariwisata daerah dengan model penta helix di masa pandemi merupakan langkah kolaborasi yang saya wujudkan dengan mengawalinya dari Palembang dan berhasil bersinergi dengan pemerintah pusat/ daerah, swasta, akademisi, komunitas dan media. Hal ini juga bisa di wujudkan dengan branding Borobudur sebagai  wisata sejarah musik dunia.Â