Mohon tunggu...
Edo Chandra
Edo Chandra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Kadang kita berfikir berulang2 sebelum menentukan keputusan.. Bahkan kita kembali lagi setelah keputusan kita ambil.. yang membuat kita terus memutar2 perahu kehidupan kita.. hingga membuat perahu kita kehabisan bahan bakar sebelum sampai tujuan..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

RING BASKET DENGAN 5 NAMA DI TIANGNYA

13 Mei 2015   09:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:06 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Edo Chandra

Kami, lima pemuda dengan seragam putih abu-abu. Semula bersahabat karena hobi yang sama. Bertemu pada satu lapangan dan memainkan bola basket yang sama. Waktu membawa kami menjalani masa remaja bersama. Kreatifitas berbumbu naluri remaja membuat kami mengukir nama pada tiang ring basket.

Individu berbeda dengan berbagai pola pikir, tentu menjadi tantangan bagi kebersamaan. Berbagai konflik harus kami hadapi dan terus belajar dari itu untuk menjadikan kami pribadi yang tidak biasa.

Kami bertahan dalam ikatan persahabatan demi kata persahabatan itu sendiri. Kami tidak sekedar menerima kelebihan dan memaklumi kekurangan. Tapi kami juga mengembangkan kehebatan dan memperbaiki segala kekurangan.

Terkadang dalam persahabatan tak perlu kata maaf dan terima kasih. Karena memang tak ada yang bersalah dan berjasa. Semua dilakukan atas nama persahabatan itu sendiri.

***

Cukup terik siang itu. Terlebih keringat masih belum kering sepenuhnya saat jam pelajaran olahraga baru saja usai. Kaus hijau pun belum lepas dari badan.

Siswa-siswi berkumpul di ruang kelas X.b. Keramaian itu tak akan terlalu sering terjadi. Hingga dapat dipastikan ada hal menarik yang sedang terjadi.

“Siapa lagi yang berulah kali ini?” Pikirku sambil bergegas menghampiri.

Berhadapan di muka kelas, Zaki dan Raja. Raut wajah keduanya menegang. Bak pantun bersaut, keduanya beradu argumen. Belum usai satu berbicara, lainnya langsung menimpal. Jelas membuat mereka tak saling pendapat satu dan lainnya.

Lagi, Zaki dan Raja bertengkar. Kini tentang daftar kehadiran siswa. Raja meminta Zaki yang seorang ketua kelas untuk tidak melaporkan beberapa siswa yang tidak masuk hari itu. Raja memiliki sedikit hutang jasa kepada mereka yang membuatnya mencoba melindungi. Sedangkan Zaki, pemimpin idealis yang merasa ia harus menjalankan tanggung jawabnya dengan sebenar-benarnya.

Aku menengahi. Menahan keduanya yang mulai mengepalkan tangan. Mengharap keberadaanku membuat mereka sungkan.

“Hei, apa-apaan?”

“Diam, do. Jangan ikut campur” Ujar Zaki membuatku terkejut. “Jangan sampai aku malah ribut dengan kamu”. Ia mulai mengancam.

Kehadiranku tak jua menyurutkan emosi mereka.Aku mengenal keduanya dengan baik. Dari yang kulihat, tak akan mungkin mendinginkan suasana saat itu.

Aku berjalan keluar kelas. Membiarkan mereka menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri. Yang kudengar hanya suara kelas yang kian riuh. Beberapa teman memberitahuku setelah itu, keduanya beradu pukul.

***

Raja, paling tua di antara kami berlima. Kami biasa memanggilnya Komandan. Selain karena keterlibatannya dalam Paskibraka sebagai Komandan Pleton, juga karena karakternya yang suka memimpin. Keterlibatannya pada berbagai organisasi membuatnya memiliki pesona yang besar untuk membuat wanita tertarik dan pria merasa iri.

Zaki, dialah yang seringkali berselisih paham. Perbedaan gaya pandang membuatnya banyak tidak satu suara dengan yang lain. Namun dialah yang memiliki loyalitas paling tinggi. Zaki yang paling tidak ingin persahabatan kami berujung.

Paling sabar diantara kami, Yoga. Dia pendamai bagi berbagai perselisihan. Sikapnya yang tak ingin pusing dengan masalah, membuat permasalahan seolah tak berarti dihadapannya.

Terakhir, Yudi. Romeo penakluk wanita. Satu-satunya yang menjadi masalah baginya adalah cinta. Pernah suatu kali kami tak bertegur sapa tanpa sebab ketika ia berhubungan dengan seorang wanita. Namun kembali disambut hangat dengan tangan terbuka.

***

Sore yang biasa saja. Matahari masih sangat dermawan mencurahkan teriknya. Terlebih untuk pelajar yang tetap semangat berlatih basket di hari itu.

Aku berdiri di bawah ring basket. Menatap lima nama yang terukir karat. Mengacuhkan anggota lain yang mulaimelakukan pemanasan. Memikirkan akan jadi apa tim basket dengan anggota yang saling mendendam. Jelas, kejadian siang tadi masih mengganggu pikiranku.

Di sisi luar sekolah, di jalan aspal yang belum rata, sebuah sepeda motor dipacu kencang. Tak terlalu berisik memang. Namun cukup mencuri perhatian. Lebih-lebih suasana sekolah yang tak lagi ramai.

Masuk dalam jarak pandangku, kedua sahabatku turun dari kuda besi yang diparkir sekenanya. Berjalan menghampiri sambil terlihat mengobrol akrab dan berbagi senyum. Zaki dan Raja bergabung dengan kami berlatih basket sore itu. Tak ada pembahasan tentang kejadian siang tadi. Tak ada kata maaf. Tanpa basa basi.

Lubuklinggau, 12 Nopember 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun