BULAN suci Ramadhan hanya beberapa hari lagi tiba. Setiap muslim, tentu bersemangat menyambut bulan agung ini. Bahkan di antara kita sudah banyak yang menyiapkan membeli baju baru untuk dipakai lebaran dan memesan tiket untuk mudik. Namun, kebahagiaan ini sangat disayangkan, karena kita disuguhkan berita-berita kenaikan harga sembako dan barang-barang yang lain.
Inflasi memang menjadi momok yang begitu menakutkan bagi orang-orang yang hanya mencari aman dengan menyimpan uang di bank. Mengapa? Karena inflasi atau kenaikan biaya hidup terus-menerus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Apalagi menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal), tahun baru, kenaikan harga BBM, kenaikan gaji PNS dan penentuan upah minimum regional (UMR), angka inflasi bisa naik semakin tajam. Ini berarti nilai uang yang kita miliki juga akan berkurang karena kenaikan-kenaikan harga tersebut.
Apa sebenarnya definisi inflasi? Inflasi sendiri dalam ilmu ekonomi memiliki definisi suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinyu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinyu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang. Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.
Pentingnya Kestabilan Harga
Kondisi seperti sepatutnya segera diatasi oleh kita, khususnya Pemerintah. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Beberapa dampak inflasi, diantaranya adalah: Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar. Berikut ini kebijakan yang diharapkan dapat mengatasi inflasi:
Pertama, Kebijakan Moneter. Segala kebijakan pemerintah di bidang moneter dengan tujuan menjaga kestabilan moneter untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan ini meliputi: (a). Politik diskonto, dengan mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan suku bunga bank, hal ini diharapkan permintaan kredit akan berkurang. (b). Operasi pasar terbuka, mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual SBI. (c). Menaikan cadangan kas, sehingga uang yang diedarkan oleh bank umum menjadi berkurang. (d). Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit. (e). Politik sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1
Kedua, Kebijakan Fiskal. Dapat dilakukan dengan cara: (a). menaikkan tarif pajak, diharapkan masyarakat akan menyetor uang lebih banyak kepada pemerintah sebagai pembayaran pajak, sehingga dapat mengurangi jumlah uang yang beredar. (b). Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah. (c). Mengadakan pinjaman pemerintah, misalnya pemerintah memotong gaji pegawai negeri 10% untuk ditabung, ini terjadi pada masa orde lama.
Ketiga, Kebijakan Non Moneter. Dapat dilakukan melalui: (a). Menaikan hasil produksi, Pemerintah memberikan subsidi kepada industri untuk lebih produktif dan menghasilkan output yang lebih banyak, sehingga harga akan menjadi turun. (b). Kebijakan upah, pemerintah menghimbau kepada serikat buruh untuk tidak meminta kenaikan upah disaat sedang inflasi. (c). Pengawasan harga, kebijakan pemerintah dengan menentukan harga maksimum bagi barang-barang tertentu. []